MARKAS KODAM lll PUSAKA Udara pagi yang sejuk dari pohon-pohon serta bunga-bunga yang terawat menyegarkan lingkungan area sekitar Kodam lll Pusaka. Meski udara terasa sejuk nan tenang, akan tetapi berbeda halnya untuk satu orang anggota TNI yang saat ini tengah berjalan tergesa-gesa menuju kantornya. Suatu kejadian kecelakaan saat di perjalanan membuat jalan raya menjadi macet tak terkendali dan dirinya harus terlambat masuk ke kantor karena harus menertibkan keadaan sehingga dapat terkondisikan kembali. Padahal hari ini kantornya akan kedatangan tamu dari negara lain. "Mohon lapor Kapten, Danjen dan anggota lainnya sudah berada di ruang rapat." Seorang Lettu yang bername tag Lettu Sakha itu melapor membuat langkahnya terhenti sejenak, sebelum mereka berdua melangkah kembali ke ruang rapat. "Pasti saya sudah terlambat. Apakah tamunya sudah datang?" Tanya Kapten dengan mereka masih berjalan lurus menatap ke arah depan. "Rapat baru saja akan di mulai Kapten. Sudah, Kapte
***** "Agent Athena atau biasa ku panggil Lele?" Sejak kapan kamu menjadi seorang agent?" Mendengar panggilan Sultan yang di lencengkan membuat suasana yang tadi canggung kini terasa menjengkelkan bagi Leanne. "Sudah lama Bang, sejak a—" Ucapan Leanne terhenti saat tangan Sultan yang memberi tanda stop di hadapannya. "Tunggu dulu Le, sebelum kamu menjelaskan kamu yang tiba-tiba aku tahu seorang agent lebih baik kamu jawab pertanyaan Abang." Sela Sultan dan Leanne menepis tangan Sultan, karena di singkirkan membuat Sultan terkekeh malu. "Kenapa ponsel mu sampai sekarang tidak aktif setelah kejadian di mall waktu itu?" Tanya Sultan. "Ponsel ku rusak saat terjatuh di mall, dan yaa aku belum sempat beli." Jelas Leanne. "Ah begitu. Bagaimana jika sekarang kita beli ponsel mu biar Abang yang belikan. Sekalian kamu harus jelaskan pada Abang kenapa kamu bisa jadi seorang agent." Ucap Sultan dengan tiba-tiba saja ia merangkul Leanne dan mengajaknya berjalan keluar dari area mark
***** Leanne dan Sultan saat ini tengah berada di mall dengan Leanne yang sudah membeli ponselnya yang baru. Sebenarnya Leanne tidak begitu membutuhkannya, sebab soal pekerjaan dan panggilan dari orang-orang tertentu saja ia memiliki alat komunikasi lainnya. Namun begitu ia harus membelinya sebagai alat komunikasi dengan mertua, orang tuanya atau Damian dan sekarang Sultan. Apalagi tadi Sultan memaksa Leanne agar ponselnya ia yang belikan saja, namun di tolak Leanne. Sebab Leanne masih mampu hanya sekedar untuk membeli ponsel saja. Mereka yang sudah keluar dari counter ponsel dengan raut wajah Sultan yang terlihat kesal membuat Leanne tersenyum tipis tanpa di sadari Sultan. "Lebih baik uang itu gunakan saja untuk pernikahan Abang. Lagian aku mampu membeli sepuluh ponsel yang seperti ini." Ucap Leanne sedikit sombong membuat Sultan memberikan jentikan jari pada keningnya. "Pernikahan apanya? Pacar saja enggak punya, apalagi calon untuk di nikahi. Kamu itu sudah Abang anggap s
****** Ketika Sultan sudah keluar dari ruangan, Arya menatap Leanne begitu pun sebaliknya tatapan Leanne yang seolah berkata 'ada apa?' "Aku masih tidak percaya jika kamu seorang agent Leanne." Dan ucapan Arya membuat Leanne memasang wajah datarnya karena kejengkelannya pada Arya. "Apa yang membuat mu tidak percaya? Apa perlu aku tunjukkan kartu identitas ku?" Tanya Leanne sarkas karena melihat raut wajah Arya yang seperti menuduhnya berbohong. "Nah itu, mana sini aku mau lihat?" Dan Jawaban Arya membuat Leanne mendengus kesal. Leanne menatap jam tangannya dan ia mulai mengotak atik jam tangan itu yang di mana jam itu bukan hanya jam tangan biasa atau benda itu bisa di bilang semacam smartwatch dengan kecanggihan fitur yang lebih tinggi. Karena Arya yang sejak awal melihat keseriusan Lanne terhadap smartwatch itu di buat berdecak kagum. Ketika sebuah cahaya sensor dari smartwatch itu Leanne arahkan pada kedua bola matanya. Arya yang sudah di buat kagum oleh smartwatch L
***** Liberté Bar tempat di mana saat ini Leanne, Sultan serta tim lainnya sedang melaksanakan misi untuk penangkapan target narkoba serta target bisnis jual beli manusia. Anggota tim A yang beranggotakan Leanne, Sultan dan Lettu Sakha kini mereka tengah melakukan penyamaran sebagai pelanggan bar itu. Mereka sudah masuk layaknya pelanggan yang sering keluar masuk bar itu, meski sempat di tahan oleh penjaga bar karena harus memperlihatkan identitas mereka yang palsu. Lettu Sakha yang sudah terlebih dahulu masuk dan membaur dengan orang-orang lainnya, Sedangkan Leanne dan Sultan mereka berdua duduk di kursi tinggi di depan seorang bartender. "Vodka and cocktail sour apple, please?" Permintaan Leanne dengan suara lembutnya membuat si bartender pria pirang itu semakin terpesona sejak Leanne memasuki bar. Tampilan Leanne yang bisa di bilang sexy dan memukau. Gaun hitam panjang semata kaki yang bertali spaghetti yang terdapat belahan di kaki bagian kanan hingga paha. Membuat ta
***** Damian baru saja tiba di kediamannya pukul 11 malam. Pekerjaan dan masalah perusahaannya membuat ia harus lembur lagi. Suasana rumah yang temaram membuat Damian berpikir jika Leanne sudah tidur. Damian melangkahkan kakinya ke arah tangga berjalan pergi ke kamarnya. Ingin segera membersihkan diri serta langsung merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Damian yang hendak masuk ke kamarnya terhenti saat ia melewati pintu kamar Leanne. Ia ingin melihat Leanne meski Leanne sudah tidur pun. Damian mengetuk pelan pintu sebanyak dua kali memastikan jika Leanne sudah tidur. Tidak ada jawaban sama sekali. Dengan hati-hati Damian membuka pintu dengan pelan agar Leanne tidak mengetahuinya masuk. Ruangan yang sangat gelap membuat Damian heran, meski lampu utama kamar di matikan setidaknya lampu tidur akan menyala dan itu membuat Damian heran karena keadaan ruangan terasa sunyi. Tiba-tiba saja Damian juga merasakan seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dengan segera Damian
***** Sadar dirinya sudah tiba di depan rumah dan masih di dalam mobil. Leanne segera keluar dan ia merasakan sedikit perih di kakinya. Melihat luka di betisnya yang sudah terlilit kain kasa membuat Leanne teringat kembali. Jika saja Sultan tidak memberitahu jika ia terluka juga, mungkin sampai saat ini dirinya tidak akan tahu. Keinginannya yang ingin menangkap si target tapi harus gagal serta amarahnya yang melihat anak-anak di sekap untuk di jadikan budak seks membuat Leanne tidak merasakan sakit pada kakinya yang terluka. Leanne berjalan ke arah pintu serta membuka kuncinya dengan pelan. Ia yakin jika Damian sudah pulang dan juga sudah tidur apalagi sekarang sudah jamnya orang tertidur pulas. Leanne yang baru saja masuk ke dalam rumah serta mengunci pintu kembali. Sedikit di buat terkesiap dengan kehadiran Damian yang berada di ujung tangga bawah. Meski ruangan sedikit remang karena cahaya dari lampu accent lighting Leanne tahu jika Damian menatap tajam ke arahnya. Suara tep
***** Damian menghela napas kasarnya, akhirnya ia mengalah. Ia mulai membersihkan, mensterilkan luka di kaki Leanne dengan air hangat yang ia bawa tadi. "Tahan sebentar jika terasa perih." Ucap Damian sambil mengelap kaki Leanne yang terdapat bercak darah. Meski darahnya sudah tidak keluar, tapi tetap saja luka Leanne harus di jahit. "Hm." Gumam Leanne yang masih tidak mau menatap Damian. "Kamu keras kepala Leanne." Ucap Damian sambil menatap Leanne, begitu pun sebaliknya Leanne yang kini menatap Damian. "Aku hanya mencetuskan keinginan ku saja Regan." Ucap Leanne. "Keinginan yang dapat membuat ku khawatir." Gumam Damian dengan ia sudah kembali fokus pada luka Leanne. Meski gumaman Damian terdengar pelan, akan tetapi dapat terdengar oleh Leanne. Dan itu membuat Leanne merasa tidak nyaman. "Jam berapa kamu pulang dari kantor?" Tanya Leanne mengalihkan pembicaraan mereka. Apalagi suasana yang terasa canggung membuatnya tidak nyaman. "Jam 11 malam." Jawab Damian. "