***** Leanne dan Sultan saat ini tengah berada di mall dengan Leanne yang sudah membeli ponselnya yang baru. Sebenarnya Leanne tidak begitu membutuhkannya, sebab soal pekerjaan dan panggilan dari orang-orang tertentu saja ia memiliki alat komunikasi lainnya. Namun begitu ia harus membelinya sebagai alat komunikasi dengan mertua, orang tuanya atau Damian dan sekarang Sultan. Apalagi tadi Sultan memaksa Leanne agar ponselnya ia yang belikan saja, namun di tolak Leanne. Sebab Leanne masih mampu hanya sekedar untuk membeli ponsel saja. Mereka yang sudah keluar dari counter ponsel dengan raut wajah Sultan yang terlihat kesal membuat Leanne tersenyum tipis tanpa di sadari Sultan. "Lebih baik uang itu gunakan saja untuk pernikahan Abang. Lagian aku mampu membeli sepuluh ponsel yang seperti ini." Ucap Leanne sedikit sombong membuat Sultan memberikan jentikan jari pada keningnya. "Pernikahan apanya? Pacar saja enggak punya, apalagi calon untuk di nikahi. Kamu itu sudah Abang anggap s
****** Ketika Sultan sudah keluar dari ruangan, Arya menatap Leanne begitu pun sebaliknya tatapan Leanne yang seolah berkata 'ada apa?' "Aku masih tidak percaya jika kamu seorang agent Leanne." Dan ucapan Arya membuat Leanne memasang wajah datarnya karena kejengkelannya pada Arya. "Apa yang membuat mu tidak percaya? Apa perlu aku tunjukkan kartu identitas ku?" Tanya Leanne sarkas karena melihat raut wajah Arya yang seperti menuduhnya berbohong. "Nah itu, mana sini aku mau lihat?" Dan Jawaban Arya membuat Leanne mendengus kesal. Leanne menatap jam tangannya dan ia mulai mengotak atik jam tangan itu yang di mana jam itu bukan hanya jam tangan biasa atau benda itu bisa di bilang semacam smartwatch dengan kecanggihan fitur yang lebih tinggi. Karena Arya yang sejak awal melihat keseriusan Lanne terhadap smartwatch itu di buat berdecak kagum. Ketika sebuah cahaya sensor dari smartwatch itu Leanne arahkan pada kedua bola matanya. Arya yang sudah di buat kagum oleh smartwatch L
***** Liberté Bar tempat di mana saat ini Leanne, Sultan serta tim lainnya sedang melaksanakan misi untuk penangkapan target narkoba serta target bisnis jual beli manusia. Anggota tim A yang beranggotakan Leanne, Sultan dan Lettu Sakha kini mereka tengah melakukan penyamaran sebagai pelanggan bar itu. Mereka sudah masuk layaknya pelanggan yang sering keluar masuk bar itu, meski sempat di tahan oleh penjaga bar karena harus memperlihatkan identitas mereka yang palsu. Lettu Sakha yang sudah terlebih dahulu masuk dan membaur dengan orang-orang lainnya, Sedangkan Leanne dan Sultan mereka berdua duduk di kursi tinggi di depan seorang bartender. "Vodka and cocktail sour apple, please?" Permintaan Leanne dengan suara lembutnya membuat si bartender pria pirang itu semakin terpesona sejak Leanne memasuki bar. Tampilan Leanne yang bisa di bilang sexy dan memukau. Gaun hitam panjang semata kaki yang bertali spaghetti yang terdapat belahan di kaki bagian kanan hingga paha. Membuat ta
***** Damian baru saja tiba di kediamannya pukul 11 malam. Pekerjaan dan masalah perusahaannya membuat ia harus lembur lagi. Suasana rumah yang temaram membuat Damian berpikir jika Leanne sudah tidur. Damian melangkahkan kakinya ke arah tangga berjalan pergi ke kamarnya. Ingin segera membersihkan diri serta langsung merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Damian yang hendak masuk ke kamarnya terhenti saat ia melewati pintu kamar Leanne. Ia ingin melihat Leanne meski Leanne sudah tidur pun. Damian mengetuk pelan pintu sebanyak dua kali memastikan jika Leanne sudah tidur. Tidak ada jawaban sama sekali. Dengan hati-hati Damian membuka pintu dengan pelan agar Leanne tidak mengetahuinya masuk. Ruangan yang sangat gelap membuat Damian heran, meski lampu utama kamar di matikan setidaknya lampu tidur akan menyala dan itu membuat Damian heran karena keadaan ruangan terasa sunyi. Tiba-tiba saja Damian juga merasakan seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dengan segera Damian
***** Sadar dirinya sudah tiba di depan rumah dan masih di dalam mobil. Leanne segera keluar dan ia merasakan sedikit perih di kakinya. Melihat luka di betisnya yang sudah terlilit kain kasa membuat Leanne teringat kembali. Jika saja Sultan tidak memberitahu jika ia terluka juga, mungkin sampai saat ini dirinya tidak akan tahu. Keinginannya yang ingin menangkap si target tapi harus gagal serta amarahnya yang melihat anak-anak di sekap untuk di jadikan budak seks membuat Leanne tidak merasakan sakit pada kakinya yang terluka. Leanne berjalan ke arah pintu serta membuka kuncinya dengan pelan. Ia yakin jika Damian sudah pulang dan juga sudah tidur apalagi sekarang sudah jamnya orang tertidur pulas. Leanne yang baru saja masuk ke dalam rumah serta mengunci pintu kembali. Sedikit di buat terkesiap dengan kehadiran Damian yang berada di ujung tangga bawah. Meski ruangan sedikit remang karena cahaya dari lampu accent lighting Leanne tahu jika Damian menatap tajam ke arahnya. Suara tep
***** Damian menghela napas kasarnya, akhirnya ia mengalah. Ia mulai membersihkan, mensterilkan luka di kaki Leanne dengan air hangat yang ia bawa tadi. "Tahan sebentar jika terasa perih." Ucap Damian sambil mengelap kaki Leanne yang terdapat bercak darah. Meski darahnya sudah tidak keluar, tapi tetap saja luka Leanne harus di jahit. "Hm." Gumam Leanne yang masih tidak mau menatap Damian. "Kamu keras kepala Leanne." Ucap Damian sambil menatap Leanne, begitu pun sebaliknya Leanne yang kini menatap Damian. "Aku hanya mencetuskan keinginan ku saja Regan." Ucap Leanne. "Keinginan yang dapat membuat ku khawatir." Gumam Damian dengan ia sudah kembali fokus pada luka Leanne. Meski gumaman Damian terdengar pelan, akan tetapi dapat terdengar oleh Leanne. Dan itu membuat Leanne merasa tidak nyaman. "Jam berapa kamu pulang dari kantor?" Tanya Leanne mengalihkan pembicaraan mereka. Apalagi suasana yang terasa canggung membuatnya tidak nyaman. "Jam 11 malam." Jawab Damian. "
***** Pagi hari Damian sudah siap untuk pergi bekerja ke kantor. Pagi hari ini ada yang berbeda di mana dirinya alih-alih melihat Leanne yang menyiapkan sarapan pagi, akan tetapi ia tidak melihat Leanne. Yang menyiapkan sarapan pun pelayan rumahnya hal itu membuat ia bertanya-tanya. "Di mana Nyonya?" Tanya Damian pada Lastri pembantu paruh baya itu. Tidak heran bagi Lastri kenapa majikannya bertanya seperti itu, karena yang tahu Damian dan Leanne pisah kamar adalah Lastri dan beberapa pelayan yang di mana mereka harus tutup mulut akan hal itu. "Nyonya berada di kamarnya Tuan. Tadi sudah saya antarkan sarapan atas permintaan Nyonya ke kamarnya." Jelas Lastri sopan. Mendengar hal itu Damian terdiam dan Lastri pun undur diri dari hadapannya. Hingga Damian selesai sarapan dan ia pergi ke kantornya pun tak lepas soal memikirkan Leanne. Apalagi setelah pembicaraan mereka yang belum jelas arahnya. Damian yang sudah berada di dalam ruangannya pun tidak dapat berkonsentrasi dengan p
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Rumah sakit mewah bergengsi dengan kecanggihan alat kedokterannya yang terbukti, serta salah satu rumah sakit terbesar di kota ini. Saat ini di mana ada seorang wanita yang tengah berjalan masuk ke gedung berlantai-lantai itu. Setelan kaos putih polos yang di balut dengan kemeja abu kotak-kotak yang di padukan celana denim pendek biru pudar dan juga di lengkapi dengan ankle boot warna hitam. Di mana saat ini gaya berpakaian Leanne seperti itu, tengah berjalan memasuki rumah sakit. Rambut brunette nya di biarkan tergerai indah. Serta kacamata hitam yang bertengger manis pada hidung mancungnya. Kedatangannya ke rumah sakit sudah membuatnya menjadi pusat perhatian. Seorang wanita blasteran yang berpakaian santai serta cara berpakaiannya yang simple tidak menampik jika parasnya di balik sedikit tertutupi kacamata hitam itu sangat cantik. Daya tarik Leanne sangat memikat bagi orang yang menatapnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang bertanya-ta
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan