Mommy Shea mencoba menghubungi Bian. Dia yang tadi mendapatkan kabar dari Ghea jika Flavia datang bulan. Dia ingin memastikan kebenaran itu. Cukup lama Bian mengangkat sambungan telepon. Hal itu membuat Mommy Shea cemas sekali. Apa sebenarnya yang dilakukan anaknya itu. “Halo.” Suara Bian terdengar serak di seberang sana. “Bi, kamu di mana?” Mommy Shea mendengar suara anaknya yang terdengar bangun tidur. “Aku di apartemen, Mom. Kenapa?” Bian yang penasaran pun bertanya. Karena tumben-tumbennya sang mommy memanggil. “Apa benar Flavia datang bulan, Bi?” Mommy Shea segera melemparkan pertanyaan itu. Dia begitu penasaran sekali sedari tadi. “Mommy dengar dari siapa?” Bian di seberang sana begitu terkejut. “Mommy dengar dari Ghea.” Mommy Shea menjelaskan dari mana dirinya tahu akan hal itu. “Iya, Mom. Flavia memang datang bulan.” Bian menjelaskan. “Baiklah, Mommy hanya ingin memastikan akan hal itu.” Mommy Shea mematikan sambungan telepon. Dia tak sanggup jika terus bicara dengan
Flavia hanya pasrah saja. Dia pun mengikuti apa yang dilakukan Bian. Memilih duduk di ruang makan dengan baik untuk menunggu Bian yang menyiapkan makanan. Bian meletakkan makanan ia atas meja makan. Dia merasa begitu bersemangat. Berharap istrinya akan lebih baik setelah ini. Setelah makanan berada di atas meja semua, Bian duduk di hadapan sang istri. “Aku buatkan sup untukmu. Jadi kamu harus makan banyak.” Bian mengambilkan makanan untuk Flavia. Flavia merasa diratukan. Sejak tadi Bian mengurusnya terus menerus. Tentu saja itu membuatnya merasa senang. Flavia memakan masakan yang dibuat Bian. Rasa masakan benar-benar enak sekali. Apalagi berkuah dan hangat. Membuat perutnya hangat. “Enak?” tanya Bian memastikan pada sang istri. “Iya, enak.” Flavia lahap sekali makan. “Tidak salah jika Kak Cia bilang kamu jago memasak.” Flavia akhirnya bisa membuktikan juga. “Aku jago segalanya.” Bian tersenyum menyeringai. Senyum Bian itu membuatnya sedikit canggung. Entah otaknya yang salah
“Iya, Mommy tahu dari Kak Ghea. Tadi pagi aku menghubungi Kak Ghea. Aku menanyakan apa yang harus aku lakukan untuk meredakan sakit saat datang bulan.” Bian menjawab dari mana sang mommy tahu keadaan sang istri. Akhirnya Flavia tahu bagaimana sang suami bisa berpikir untuk memberikannya botol kompres. “Pasti mommy sedih.” Flavia langsung memikirkan mertuanya itu. Karena Flavia tahu betul jika sang mertua berharap dirinya hamil. “Kenapa mommy sedih?” tanya Bian polos.Flavia menatap sang suami sambil memicingkan matanya. Dia merasa jika sang suami tidak peka sekali. “Mommy pasti berpikir kita akan berpisah.” Flavia mengingatkan Bian. Dia merasa sang suami tidak ingat dengan perjanjian yang dibuatnya. Bian mencerna apa yang dikatakan Flavia. Hingga akhirnya mendapatkan ingatan jika mommy-nya begitu berharap Flavia hamil. “Iya, aku lupa.” Bian akhirnya ingat. “Kita harus bilang mommy tentang semuanya.” Flavia memberitahu. Bian memikirkan akan hal itu. Mommy-nya adalah orang paling
Bian meraih gelas yang dibawa sang istri. “Semoga perutmu akan lebih baik.” Flavia mengangguk. Bian ke dapur untuk meletakkan gelasnya. Dia juga mengambil botol kompres agar Flavia kembali menghangatkan perutnya agar jauh lebih baik. Flavia bosan di kamar jadi dia memilih untuk tiduran di sofa sambil memegangi botol kompres untuk menempelkannya di perutnya. Bian tentu saja menemani sang istri. Dia memilih duduk di sofa. Kemudian mengangkat kepala Flavia dan memindahkannya di pahanya. Membiarkan Flavia berbantalkan pahanya. Flavia hanya tersenyum saja. Perasaannya begitu bahagia sekali karena bisa berada dekat dengan sang suami seperti ini.Bian membelai lembut rambut Flavia. Rambut Flavia yang panjang begitu lembut sekali. Membuat Bian senang memainkannya. “Jika kamu membelai aku, bisa-bisa aku akan tidur lagi.” Flavia merasa sentuhan Bian begitu lembut sekali. Sehingga membuatnya merasa begitu membuatnya mengantuk. “Tidurlah. Kamu justru harus banyak istirahat. Agar lupa rasa
“Kamu mau ke mana?” tanya Flavia. “Ke kamar.” Bian menjawab dengan polosnya. “Kamu tidak mau menemani aku?” Entah kenapa Flavia merasa tidak rela jika Bian ke kamarnya. Dia ingin ditemani seperti tadi siang.Bian mengulas senyumnya. Ternyata sang istri kini sedikit manja. Tentu saja Bian tidak mau kehilangan kesempatan itu. “Aku hanya akan gosok gigi dan cuci muka saja. Setelah itu, aku akan ke kamarmu untuk menemanimu” Bian menjelaskan pada Flavia. Tangannya membelai lembut wajah Flavia. Flavia merasa senang ketika Bian ke kamarnya bukan untuk tidur. Jadi paling tidak, dia tidak akan tidur sendiri malam ini. “Aku aka menunggu kamu di kamar.” Malu-malu Flavia menatap Bian. Kemudian dengan segera dia berbalik. Tak mau terlalu lama ditatap oleh Bian. Karena jelas pipinya yang menghangat memberikan rona merah. Bian tersenyum melihat aksi malu-malu istrinya. Ternyata itu sifat asli sang istri. Malu-malu ketika berada di dekatnya. Bian tak mau berlama-lama. Dia segera ke kamarnya un
“Bukan begitu. Hanya tumben saja.” Flavia jadi salah tingkah ketika sang suami menggoda. “Aku hanya tidak ingin membuatmu tidak nyaman saja.” Bian memang tidak mau membuat Flavia menjauh. “Tapi, jika kamu sudah merasa nyaman, aku bisa membukanya.” “Tidak-tidak.” Flavia menggeleng. Ini saja sudah membuat jantung Flavia kacau balau, bagaimana jika sampai Bian membuka bajunya.Bian tersenyum. Dia merasakan istrinya yang sedikit panik. Dia tahu sang istri belum siap melakukan hubungan suami istri. Jadi tentu saja itu membuatnya harus lebih bersabar. Jangan sampai membuat sang istri tidak nyaman. “Sudah cepatlah tidur.” Bian mengeratkan pelukannya. Meminta sang istri untuk segera tidur.Di dalam pelukan Bian, Flavia memejamkan matanya. Perlahan Flavia menemukan kenyamanan di dalam diri Bian. *** Bian merasa tengannya pegal sekali. Semalaman Flavia memakai tangannya sebagai bantal. Flavia yang tak bergerak dan mengubah posisi membuat Bian tidak bisa bergerak
Flavia sudah lebih baik. Jadi dia memutuskan untuk bekerja. Dia meminta Bian untuk memakai mobil saja ke kantor. Mengingat Flavia merasa tidak nyaman jika harus naik motor saat datang bulan. Bian tidak masalah. Dia tentu saja ingin memberikan kenyamanan untuk istrinya. Di kantor Bian dan Flavia bekerja seperti biasa. Mereka menempatkan diri ketika berada di kantor. Sekali pun mereka adalah sepasang suami istri. Bian yang mendapati telepon dari daddy-nya, langsung segera ke ruangan sang daddy. Untuk menemui daddy-nya. Di depan ruangan sang daddy, Bian mengetuk pintu terlebih dulu. Kemudian baru mendorong pintu agar pintu terbuka. “Pagi, Pak.” Bian yang membuka pintu, langsung menyapa. “Masuk, Bi.” Daddy Bryan yang melihat Bian segera mempersilakan putranya itu untuk masuk. Bian segera duduk di kursi yang berada di depan meja kerja sang daddy. “Flavia sudah sehat?” Daddy Bryan berbasa-basi. “Sudah, Dad. Dia sudah mulai kerja.” Bian menceritakan keadaan istrinya. Daddy Bryan meng
“Benar. Tidak ada pertemanan antara wanita dan laki-laki dalam arti sesungguhnya.” El pun menimpali. Karena pada akhirnya pertemanan itu tetap akan menyisakan cinta di hati mereka. Flavia hanya mendengarkan obrolan tersebut. Tak memberikan tanggapan apa pun. Mereka berempat menikmati makan. Freya menceritakan jika anak-anak sedang ada kegiatan tak jauh dari kantor Adion. Karena itu, mereka memutuskan untuk makan bersama. “Coba rasakan es krim ini.” Bian menyuapi Flavia rasa vanila. “Aku tidak suka.” Flavia sedikit merengek menolak pemberian Bian.“Coba dulu, jangan coklat terus. Kamu harus coba rasa lain.” Bian memaksa sang istri. Flavia pun mencoba es krim vanila milik Bian. Rasanya tidak mengecewakan. Walaupun tetap dia menyukai rasa coklat.Pemandangan Bian dan Flavia itu tertangkap oleh El dan Freya. Dua orang itu bingung. Freya dan El tahu jika Bian dan Flavia tidak sedekat itu sampai main suap-suapan.“Mereka sudah jatuh cinta?” tanya Freya pada suaminya berbisik.“Entah. A