Alice Yeon Smith, melajukan mobilnya memasuki pelataran parkiran sekolah dengan kemewahan yang ia pamerkan pada teman-teman sekolahnya, yah.. dia wanita manis, manja, cantik dan penuh dengan kekayaan, siapa yang tak mengenalnya? Putri bungsu dari salah satu pengusaha terkenal di Negara ini, siapa yang tak mengenal Rayoen Smith dan sang istri Lucia Smith, semua orang mengenal mereka… semua majalah bisnis memajang foto keluarga mereka yang di jadikan sampul majalah, tak ada yang memungkiri kemewahan dan keseharian sang Smith family.
Alice keluar dari mobilnya dengan banyaknya pasang mata melihat ke arahnya, jika ke sekolah dalam waktu seminggu sekali ia selalu mengganti mobilnya dengan merk-merk terbaru, kali ini ia membawa mobil Lamborgini berwarna merah ke sekolahnya, membuat semua mata melihatnya dengan kagum. Mutia berjalan menghampiri sahabatnya.
"Kamu terlihat berlebihan, Alice,” bisik Mutia pada sahabatnya yang menurutnya hanya memamerkan apa yang dia miliki di lingkungan sekolahnya.
“Bertemu denganku yang hobi menunjukkan kekayaan mungkin bukan barang baru lagi, Mutia. Bahkan di lingkup pergaulan pun kita bisa jadi bertemu lebih dari satu karakter yang seperti aku ini. Kadang penampilan glamour dan omongan tinggi sering kali mengelabui kita untuk tahu apakah orang tersebut benar-benar kaya atau tidak, bener tidak?” tanya Alice seraya berjalan memasuki gedung sekolah.
“Tapi … menurutku caramu itu berlebihan, Bebz!” ujar Mutia.
“Aku tak pernah merasa seperti itu.”
“Jangan terlalu memamerkan kekayaanmu, Alice. Itu hanya akan menyakitimu nanti.”
“Cara bicaramu sepertinya kamu mendoakanku agar miskin, kenapa terlalu mempermasalahkan tentang kekayaan yang ku pamerkan, Mutia? Bukankah di sekolah ini, masih ada yang lebih memamerkan kekayaannya lebih dari aku?” tanya Alice.
“Aku sahabatmu, Alice. Tentu saja aku akan terus mendukungmu, tapi entah kenapa caramu kali ini sangat menggangguku, tapi tidak apalah asalkan kamu nyaman," ujar Mutia. Menggaruk leher belakangnya.
“Hai Alice … kamu baru datang?” tanya Alex
“Apa kamu tak melihatnya?” tanya Alice mendengkus kesal.
“Ha ha … kamu seperti biasa tetap menawan. Aku suka itu," ujar Alex.
“Jangan menggodaku, Alex. Aku tidak suka sama kamu,” ujar Alice.
“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk menyukaiku, Alice. Aku hanya memujimu.” ujar Alex dengan menyunggingkan senyum tampannya.
“Kalau begitu silahkan minggir dari pandanganku, aku mau ke kelas,” ujar Alice membuat Alex meminggir.
Mutia tersenyum kecil. Mutia akui sahabatnya itu walaupun terlahir kaya, Alice tak pernah segampang itu untuk menerima pria yang menyukainya, karena itu sampai saat ini Alice masih jomblo dan tak memiliki kekasih walaupun terlahir cantik dan kaya.
Sampai di kelas, Alice duduk di kursinya begitu pun Mutia yang sejak tadi membuntuti sahabatnya sampai ke kelas.
“Mut, kapan gurunya masuk?” tanya Alice.
“Sebentar lagi.”
“Terus ada apa dengan tatapanmu itu?” tanya Mutia.
“Aku memiliki banyak pertanyaan, Lic, kenapa kamu selalu menolak pria yang menyukaimu? Bukannya jika berkencan di sekolah itu akan menyemangatimu untuk setiap hari ke sekolah?” tanya Mutia.
“Karena aku tak suka sama mereka.”
“Sungguh?”
“Sungguh, Mutia. Ada apa?”
“Aku heran saja, jika saja itu aku. Aku kemungkinan akan sangat senang memiliki kekasih di sekolah dan aku akan semangat bangun setiap paginya,” ujar Mutia.
“Aku tidak suka sama pria yang alay, Mut, aku tak suka dengan cara mereka mengungkapkan perasaam mereka dan aku tidak suka berpacaran si sekolah, menurutku itu akan merepotkan dan sangt menganggu, satu hal yang sudah tentu kamu ketahui, aku suka pria yang lebih dewasa,” ujar Alice.
“Kamu memang berbeda, Alice.”
“Tentu saja, aku ‘kan sahabatmu,” sambung Mutia.
“Kita belanja yuk pulang sekolah nanti, ada yang harus aku beli,” ajak Alice.
Mutia menganggukkan kepala.
♥♥♥
Dayton Yeon Smith, pria yang terlahir sempurna, memiliki segala yang belum tentu di miliki oleh orang lain, menjadi pewaris tunggal di perusahaan sang ayah dan selalu menjadi pujaan hati para kaum hawa, kenapa tidak? Dayton memiliki sisi karisma yang mematikan bagi para wanita.
Dayton dan Alice lahir ke dunia ini dengan sebuah keberuntungan bisa lahir di tengah-tengah keluarga yang kaya raya. Menjadi seorang putra putri konglomerat dan bangsawan yang menjadi salah satu impian setiap orang, bisa mendapatkan apa pun yang di inginkan dengan kemampuan financial di atas rata-rata.
Tajir, tampan dan berpendidikan.. wanita mana di dunia ini yang tak ingin menjadi kekasih salah satu dari sang pujaan Dayton. Tapi meski Dayton terlahir dari keluarga yang sangat kaya dan berkecukupan, tak lantas harta milik orang tuanya membuatnya menjadi manja dan berbuat semena-mena.
Dayton menduduki kursi CEO menggantikan pamannya Samuel yang sudah di pindahkan ke cabang Spanyol, Dayton menduduki kursi itu karena sang ayah adalah pemilik perusahaan dan sekaligus sebagai ketua di perusahaan ini, tapi kemampuan Dayton selalu mengalahkan para senior di dalam bidang bisnis.
Suara ketukan pintu terdengar membuat Dayton menghentikan sejenak pekerjaannya, ia mempersilahkan masuk dan melihat ibunya sedang berdiri dengan senyum manisnya seraya berjalan menuju sofa, Dayton begitu senang melihat sang ibu berkunjung ke kantornya.
“Siang, Mom, apa gerangan yang membawa Mommy kemari?” tanya Dayton seraya duduk di samping ibunya dan mengecup pipinya.
“Mommy tentu saja kemari karena merindukanmu, Nak. Kapan kamu akan pulang ke mansion? Apa tidak sebaiknya kamu tinggal saja bersama Mom, Dad dan adikmu?” tanya Lucia.
“Mom, aku ingin hidup mandiri … aku bukannya meninggalkan kalian hanya saja aku ingin hidup sendiri dan tak bergantung pada Mom dan dad, aku akan memberikan kebahagiaan pada kalian ketika aku sukses nantinya,” ujar Dayton seraya memeluk sang mommy.
“Mom sudah sangat bahagia melihat putra putri Mom yang tumbuh besar,” ujar sang Ibu.
“Aku akan berkunjung besok, apa Mom sudah menemui dad?” tanya Dayton.
“Sudah, Sayang, tapi hanya sebentar karena ayahmu sedang ada meeting.”
“Selagi Mom di sini, bagaimana jika makan siang bersama? Aku sangat lapar,” rengek Dayton.
“Tentu saja. Mommy akan sangat bahagia makan siang bersamamu.”
“Aku akan memanggil Lilian untuk menyiapkan makan siang untuk kita,” seru Dayton.
“Kapan kamu akan menikah, Day?” Pertanyaan sang Mommy begitu mengganggunya, sungguh. Ia tidak pernah memikirkan pernikahan atau semacamnya. Jangankan menikah, memiliki hubungan special dengan wanita lain saja ia tak pernah.
“Mom, aku tidak ingin membahas tentang pernikahan,” kata Dayton, seraya berjalan menuju meja kerjanya dan menelpon Lilian sekretarisnya.
“Kalau begitu kita tidak usah makan siang di kantor, makan siang di restoran saja,” saran Lucia.
“Baiklah,” jawab Dayton.
♥♥♥
Sampai di salah satu resto dekat perusahaan, Dayton membantu sang mommy untuk duduk berhadapan dengannya, wanita idolanya kini sedang tersenyum manis di hadapannya, seakan Dayton mendapatkan energi yang begitu membara, sehingga melakukan apa pun ia akan bersemangat, apalagi Lucia jarang mengunjunginya ke kantor, jadi ia harus memanfaatkan kedatangan sang ibu.
Sepuluh menit kemudian, Dayton dan Lucia menikmati makan siang yang sudah di siapkan waitress, sesekali Lucia menatap sang putra penuh haru, Lucia tak menyangka ternyata putranya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang begitu m andiri dan tak bergantung kepada kedua orangtuanya, ia bangga sekaligus sedih karena harus berpisah tempat tinggal dengan putranya.
“Bagaimana kabar Alice, Mom?” tanya Dayton.
“Adikmu baik-baik saja, tapi karena kita sudah membahasnya, Mom ingin meminta tolong dan pertimbanganmu pasal Alice,” kata Lucia.
“Ada apa dengan Alice? Apa dia membuat Mommy sedih?”
“Alice tidak membuat Mommy sedih, Sayang. Adikmu itu selalu saja membawa mobil berbeda setiap seminggu sekali ke sekolahnya dan selalu menghabiskan uang untuk hal yang tak berguna, Mom ingin kamu menasehatinya agat tak melakukan itu ketika sekolah,” ujar lucia menjelaskan.
“Kenapa Dad tak tegas pada Alice?”
“Kamu ‘kan tau ayahmu itu tak akan pernah bisa tegas kepada anak-anaknya, dan yang di lakukan ayahmu hanya bisa mendukungnya walaupun itu salah, contohnya ketika kamu memilih tinggal di Apartemen, ayahmu malah mendukungmu, mom jadi tak mengerti dengan jalan pikirannya. Kadang juga pikiran Mommy dan ayahmu itu tidak sejalan.” Lucia mendengkus membuat Dayton tersenyum.
“Meski begitu, Daddy adalah pria yang Mommy cintai,” kata Dayton.
“Tak ada istri yang tidak mencintai suaminya, Sayang,” jawab Lucia.
“Karena itu … Mommy ingin kamu cepat menikah, agar kau ada yang urus,” lirih Lucia, membuat Dayton menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal.
“Aku akan mencari istri, Mom, hanya saja saat ini, memang tidak ada yang cocok dimataku,” kata Dayton. “Mommy berharap kau cepat mendapatkannya,” kata Lucia.
“Iya, Mom,” jawab Dayton.
“Mommy juga sangat mengandalkanmu pasal Alice.”
“Baiklah. Aku akan menasehati Alice.”
“Kamu juga sudah pasti tau jika adikmu itu lebih mendengarkanmu dibandingkan Mommy.” Dayton menganggukkan kepala. . . Jangan lupa votmment, ya.
Alice masuk ke kantor kakaknya setelah mendapatkan telfon dari sang kakak bahwa ia harus kemari sepulang sekolah, Alice pun langsung menuju kemari tanpa berbelanja dahulu walaupun sudah berjanji pada Mutia. Tapi panggilan sang kakak adalah hal yang terpenting mengingat ketika Dayton tak tinggal bersamanya di mansion.Apalagi sangat jarang kakaknya itu memanggilnya.Alice masuk ke dalam ruangan kerja kakaknya dan melihat sang kakak sedang duduk sembari memijat pelipis matanya, Alice tau apa yang akan di bicarakan sang kakak ketika wajah Dayton serius seperti itu.“Kenapa kamu memanggilku. Ada apa?” tanya Alice lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa.“Oh, kamu sudah datang ternyata.” Dayton berjalan menghampiri sang adik.“Aku tahu kenapa kamu memanggilku kemari hanya dengan melihat wajah seriusmu itu,” ujar Alice.“Jika kamu mengetahuinya silahkan persiapkan jawabanmu.”“Apa mommy mengadukanku?”“Alice, mendengar apa yang di katakan m
Angelica bergegas keluar apartemennya dan menuju lift yang sudah akan tertutup, Angelica berlari dan berteriak pada Dayton agar mau menunggunya, Angelica masuk ke lift dengan helaan napas lega, lalu mendongak melihat Dayton juga Joseph sekretarisnya, Dayton tak membalas tatapan Angelica.“Kamu akan berangkat kerja, ya?” tanya Angelica basa-basi.Joseph menatap bosnya yang kini mengabaikan Angelica.“Aku bertanya sekali lagi, apa kamu akan ke kantor?’“Hem,” jawab Dayton tanpa menoleh ke arah Angelica.“Aku berutang sama kamu, sekali lagi terima kasih, ya,” ujar Angelica.“Dia sekretarismu?” bisik Angelica ketika melihat Joseph berdiri di belakang sang boss. “Iya,” jawab Dayton.Sampai di lobi, Dayton berjalan duluan dan Joseph menyusul langkah kaki atasannya itu dan tetap menjaga jarak agar tak berdampingan, sedangkan Angelica berjalan di samping Joseph.Joseph membuka pintu mobil dan mempersilahkan sang atasan untuk naik, tapi
Angelica berjalan sempoyongan membuat Dayton menoleh ketika hendak masuk ke apartemennya, Dayton melihat Angelica lagi-lagi pulang dalam keadaan mabuk, Dayton khawatir jika saja Angelica akan menerobos masuk ke kamarnya dan berakhir menginap, lalu menciumnya tanpa izin, tapi Angelica melintasinya, ketika hendak terjatuh dengan cepat Dayton membantu Angelica agar berjalan dengan lurus. Sungguh, wanita ini merepotkannya, jika saja ia mau, ia ingin sekali membiarkan wanita ini tetap di sini, namun naruninya sebagai laki-laki membuatnya harus mengalah. “Berapa password apartemenmu?” tanya Dayton yang masih menggenggam kuat lengan Angelica yang sudah hampir terjatuh. “Aku tidak tahu,” jawab Angelica, seraya mendongak. “Kamu siapa?” “Apa setiap mabuk kamu memang melupakan password apartemenmu? Dasar!” Dayton geram melihat tingkah wanita ini. “Memang banyak hal yang ingin aku lupakan dan yang pastinya aku tak ingin mengingatnya,”
Sampai di salon, Alice langsung duduk dan melihat seseorang yang tak asing sedang mewarnai rambutnya, Alice memicingkan mata karena seperti mengenal wanita tersebut.“Permisi,” sapa Alice.“Hm?” Wanita itu berbalik yang ternyata Angelica.“Oh … Alice?” Angelica tersenyum.“Iya. Ini aku, kau apa kabarnya?” tanya Alice, seraya memeluk Angelica.“Aku tentu saja baik. Kamu bagaimana?”“Aku juga baik,” jawab Alice. “Lalu … mengapa mewarnai rambutmu, Angel? Apa kamu sedang frustasi? Karena ini benar-benar bukan gayamu,” ujar Alice yang juga sedang di kerjakan oleh pegawai salon yang duduk berdampingan dengan Angelica.“Aku memang sedang frustasi dan kamu selalu tahu apa yang sedang aku pikirkan, kamu bagaimana? Tumben kamu ke salon bukankah katamu kamu malas ke salon dan tak suka salon?” tanya Angelica.“Hari ini … aku akan bertemu dengan calon suami juga mertuaku,” kekeh Alice.“Benarkah? Bagaimana dengan sekolahmu?”“Aku akan lulus sebentar lagi.”“Wahh. Aku tak percaya akhirnya sebenta
Ketika para orang tua sedang berbicara di ruang keluarga.. Alice dan Zach berdiri di dekat kolam renang dengan mengobrol, sedangkan Angelica melihat-lihat ruang-ruang lain yang berada di lantai atas karena Alice menyuruhnya untuk melihat-lihat selagi ia dan zach menghabiskan waktu mengobrol. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Dayton. Angelica terkejut dan hampir saja melompat. “Kamu mengejutkanku” “Kamu terlihat mencurigakan,” sindir Dayton. “Jadi kamu mencurigaiku?” “Aku tak mengatakan bahwa aku curiga,” ujar Dayton lalu duduk di sofa dekat beranda. “Tapi maksud perkataanmu sudah mengatakannya jelas” “Ya sudah, aku mau tanya.” “Menanyakan soal apa?” “Aku tak pernah habis pikir jika ternyata Alice bersahabat denganmu, aku pikir sahabatnya adalah Mutia,” kata Dayton. “Aku sudah lama tak bertemu Alice dan baru bertemu dengannya hari ini,” ujar Angelica. “Aku
Sampai di kantor, Dayton langsung masuk ke ruangannya dan duduk menyerendengkan kepalanya di kursi kebesarannya, Joseph masuk ke ruangan atasannya dan melihat kegundangan hati sang atasan.“Pak.” Joseph membuat Dayton sadar dan memperbaiki duduknya.“Ada apa?”“Ada meeting yang akan Anda hadiri pagi ini.”“Baiklah, kamu bisa pergi.”Joseph menundukkan kepala lalu berjalan keluar dari ruangan atasannya.♥♥♥Alice memilih tak ke sekolah lagi, sedangkan sang ayah dan ibu tak memaksa Alice untuk sekolah, Alice lebih memilih untuk menghabiskan waktunya mempersiapkan pernikahannya, hal yang sangat membahagiakannya adalah hal ini. Menikah dengan pria idaman dan menjalin sebuah hubungan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan.“Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang? Kenapa tak ke sekolah? Bukan kah kamu harusnya lulus tahun ini?” tanya sang mommy.“Sekolah itu sudah tak penting, Mom, sebentar lagi ‘kan aku menikah tentu saja hal yang terpenting adalah mempersiapkan pernikahanku,” jawab Alice m
Angelica masuk ke gedung apartemennya dengan berjalan sempoyongan seperti biasa membuatnya duduk di depan kamarnya, Angelica memilih tak masuk ke dalam apartemen karena ia tak bisa bertemu kakaknya yang sudah menunggunya sejak tadi. Angelica mencoba mengatur napasnya dan duduk di depan kamarnya. Suara pintu terbuka terdengar membuat Angelica tersadar dan beranjak dari duduknya, Arminda sedang menatapnya kesal, membuat Angelica tak bisa mendongak karena begitu bingung harus mengatakan apa jika sang kakak menanyakan tempat tinggalnya. “Apa kamu sudah mendapatkan tempat tinggal?” tanya Arminda tanpa menyuruh Angelica untuk masuk. “Aku belum mendapatkannya,” jawab Angelica, lalu menundukkan kepala. “London luas bodoh, kenapa di kota seluas ini kamu tak mendapatkan satu pun tempat?” “Karena biaya sewanya sangat mahal, aku sudah berusaha seharian ini, tapi aku tak mendapatkan tempat yang sesuai dengan pendapatanku, kamu ‘kan tahu aku hanya bekerja sebagai make up artis,” ujar Angelica yang m
Angelica tak bisa mengatakan apa pun lagi, permintaan Alvin membuat para wanita ini tak bisa bergerak dari tempatnya dan mengatur segala kebutuhan Angelica di dalam kamar.Dayton masuk ke dalam kamar dan melihat para pegawai butik sedang menyiapkan dan mengatur segalanya, Angelica menghampiri Dayton dan berusaha mengatur napasnya karena sikap Dayton seperti ini membuatnya sedikit salah paham.“Apa semua ini di butuhkan?” tanya Angelica dengan berbisik.“Tentu saja, kamu akan tinggal di sini sementara waktu.”“Kata siapa?"“Terus kamu ada tujuan lain?”Angelica menggelengkan kepalanya.“Aku hanya berusaha membantumu karena kamu adalah sahabat adikku,” ujar Dayton.“Tapi, menurutku ini berlebihan.”“Jangan selalu menolak niat baik orang lain.”“Tapi—““Apa kamu tak bisa menikmatinya saja?”“Aku bukannya menolak, tapi ini semua pasti membutuhkan uang yang banyak dan aku terdengar seperti merepotkanmu.”“Kamu sejak awal sudah merepotkanku jadi lakukan saja apa yang aku peri
Tujuh tahun kemudian.“Angel, kenapa kamu diam saja?” tanya Alice, duduk disamping kakak iparnya.“Aku hanya sedang berpikir, bahwa banyak hal yang sudah ku lalui,” jawab Angelice. “Aku sekarang bahagia.”“Kamu harus bersyukur bahwa kebahagiaan yang kamu alami saat ini, cukup membuktikan bahwa kamu kuat selama ini,” jawab Alice, mengelus punggung kakak iparnya.“Jujur, aku sering mengeluh tentang apa yang tidak aku miliki. Atau bahkan aku sering meminta kepada Tuhan seolah aku mendikte Dia. Padahal … Tuhan pasti sudah tahu dan paling tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik buat kita. Hal ini berhubungan dengan pengalamanku bekerja sebagai make up artis. Aku masuk ke dalam rutinitas yang sangat amat membosankan. Kenapa? Karena aku orangnya memang mudah bosan, dan kalo sudah bosan, pikiran pasti kemana-mana. Salah satunya mengeluh kepada Tuhan, kenapa aku tidak seperti gini tidak seperti itu. Tapi kadang aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, tapi juga aku tidak bisa
Dayton menatap wajah istrinya yang kini sedang menatapnya, karena mengerti, semuanya keluar dari kamar perawatan, dan membiarkan Dayton dan Angelica berduaan karena mereka sudah lama tidak pernah saling menatap.“Sayang, aku baik-baik saja,” kata Angelica. “Aku malu jika kamu terus melihatku seperti itu.”“Aku bahagia sekali kamu sudah sadar, Sayang, dan aku benar-benar takut kehilangan kamu,” lirih Dayton, menggenggam tangan istrinya dan menciuminya beberapa kali, ia duduk di hadapan Angelica istrinya yang kini menyerendengkan tubuhnya di ranjang pasien. “Aku melangkahkan kaki bersama dengan harapan. Dan, aku menunggumu dalam sepi, meski ditemani ketidakpastian. Terkadang hatiku perih, namun aku yakin kamu akan baik-baik saja.”“Aku bersyukur sekali memiliki dirimu, Sayang,” lirih Angelica.“Aku yang bersyukur bahwa kamu masih ada di sini, dan menatapku.”Angelica menganggukkan kepala.“Aku mohon sama kamu, jangan pernah menemui perempuan itu lagi, aku tidak akan bisa hidup j
Dayton tengah duduk diam dan menatap wajah pucat istrinya, ia menitikkan air mata, dan menggenggam tangan dingin itu lalu menciuminya sesekali.“Aku mohon. Kamu harus sadar, Sayang,” kata Dayton, menciumi pipi istrinya. “Aku menunggumu di sini. Dan, aku sangat merindukanmu.”Sesaat kemudian, Alice kembali dan membawa dua kotak makanan, Dayton menoleh melihat adiknya sesaat dan kembali menatap istrinya.“Kak, makan dulu,” kata Alice, membuat Dayton menghela napas.“Aku sudah makan tadi siang,” jawab Dayton.“Itu makan siang, Kak, ini makan malam,” kata Alice, menggelengkan kepala, dan menaruh dua kotak makanan itu di atas meja dekat sofabed.“Aku masih kenyang, taruh saja,” kata Dayton.“Kamu tidak pulang, Kak? Ganti baju dan menjenguk Alden,” tanya Alice.“Besok pagi aku akan pulang.”“Baiklah. Kalau begitu aku taruh makanannya di sini,” kata Alice.“Iya.”“Aku pulang dulu, Kak, besok pagi aku akan datang menggantikanmu.”“Hem.”Alice lalu melangkah meninggalkan Dayton
Beberapa hari telah berlalu, namun Angelica belum juga sadarkan diri, semua keluarga hanya berdoa dan menunggu Angelica sadar dan setelah itu ia bisa kembali pada keluarganya. Alden terus menangis, semua keluarga tahu, bahwa Alden peka terhadap musibah yang dihadapi ibu dan ayahnya saat ini.Dayton tak pernah berhenti untuk menemani istrinya, ia akan ke kantor dan mengerjakan pekerjaannya secepatnya dan kembali ke rumah sakit. Ia hanya akan ke mansion berganti pakaian dan mengecek Alden, setelah itu ia akan ke rumah sakit dan menemani istrinya.Semua urusan perusahaan akan di urus oleh Sas—direktur utama.Gunting yang menyayat perutnya melukai organ lainnya, dan ditambah lagi gunting itu adalah gunting yang sangat berkarat yang mampu membuat luka itu terinfeksi seperti luka Angelica.Kebaikan hati Angelica membuatnya terlupa bahwa Arminda tak akan berubah secepat itu, ia sampai melupakan bahwa Arminda tidak pernah menyukainya, dan dendam dihati Arminda sudah mengakar dihatinya s
Dayton kini tengah menandatangani semua dokumen yang kini memenuhi mejanya, semua harus selesai, dan ia amati agar tak ada kesalahan dalam proyek yang di jalankan perusahaannya. Dayton harus mengamatinya dengan teliti agar tak ada yang tumpang tindih.Kepanikan Joseph membuat Dayton menoleh dan menatap asistennya itu.“Ada apa, Joshep?” tanya Dayton. “Kau mengganggu konsentrasiku.”“Tuan, sesuatu terjadi,” kata Joseph, entah kenapa bibirnya seperti terkunci dan tidak bisa mengatakan sesuatu.“Ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau tak bisa berbicara lebih jelas?” tanya Dayton, membuat Joseph menganggukkan kepala.“Tuan, Nyonya kini sedang di rumah sakit, beliau tertikam di kantor polisi,” jawab Joseph, membuat Dayton berdiri dari duduknya dan menatap taham ke arah asistennya itu.“Apa? Apa maksudmu?”“Saya mendapatkan telpon dari rumah sakit,” jawab Joseph.“Kau jangan bercanda, Jo,” kata Dayton.“Saya tidak bercanda, Tuan,” jawab Joseph.“Ya sudah. Kita ke rumah sakit sekaran
Angelica menggendong Alden di pangkuannya, ia jadi tidak kesepian jika Dayton beranjak kerja, karena Alden selalu menemaninya, atau Alice yang datang ketika dibutuhkan.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Angelica berseru. “Masuk!”Alice masuk membawa kantong kertas di tangannya.“Aku tidak mengganggu, ‘kan?” tanya Alice, duduk disamping Angelica.“Ya tidak lah, Alice, kamu ini kayak sama siapa aja.”“He he,” kekeh Alice. “Aku bawa sesuatu untuk Alden.”Alice membuka kantong kertas yang di tangannya dan membuka beberapa lembar pakaian dan sepatu, membuat Angelica terkekeh ketika melihat antusias Alice membelikan sesuatu untuk putranya.“Ya ampun, Alice, lihat itu lemari Alden jadi full karena pakaian yang kamu beli, semuanya juga belum ada yang Alden pakai,” kekeh Angelica, menggeleng melihat Alice antusias.“Ini kan bisa di pakai di rumah, jalan-jalan, atau pas Alden sudah besar baru dipake,” jawab Alice. “Aku beli di babyshop yang bagus loh.”“Babyshop mana?”“Aku p
“Nak, ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lucia.“Aku akan mengambil makan untuk Angelica, Mom,” jawab Dayton.“Biarkan Kemal yang mengambilkannya,” kata Lucia. “Kemal, ambilkan makan untuk menantuku.”“Iya, Nyonya,” jawab Kemal, lalu melangkah meninggalkan majikannya.“Apa yang di lakukan Alden, Kak?” tanya Alice.“Dia tertidur di pelukanku,” jawab Dayton.“Ternyata kakakku ini sudah bisa menjadi Ayah,” kekeh Lucia, membuat semuanya tersenyum.“Dad akan menyewa babysitter untuk Alden,” sambung Rayoen—sang Papa.“Iya. Benar kata ayahmu, agar Angelica bisa bebas bergerak, dan tidak terkungkung,” kata Lucia, menimpali.“Aku menyerahkan semuanya ke Dad dan Mom,” jawab Dayton.“Bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, Bro?” tanya Zach.“Apa kau sudah menginginkannya?” tanya Dayton, kembali.“Jika di beri kesempatan, tentu saja aku mau,” jawab Zach, membuat Alice menyikut suaminya agar diam.“Itu akan terjadi jika benar kau menginginkannya, Nak,” kata Rayoen.“Ini, Nyo
Sampai di rumah sakit, semua perawat juga beberapa dokter menghampiri Dayton, membuat semua pengunjung keheranan melihat kesigapan mereka.“Istri saya mau melahirkan,” kata Dayton, membuat beberapa perawat mengambil ranjang pasien yang bisa di dorong dan membawanya ke hadapan Dayton dan Lucia.Dayton meletakkan istrinya dengan pelan di atas ranjang dorong, lalu menggenggam jari jemari suaminya.“Antarkan pasien ke ruang bersalin,” perintah salah satu dokter.Semua perawat pun sigap dan membawa Angelica ke ruang bersalin.“Tuan jangan khawatir, semua akan baik-baik saja,” kata dokter Hammers.“Lakukan yang terbaik untuk istriku, Tuan Hammers,” pintah Dayton.“Tentu.”Lucia menepuk punggung putranya. “Kamu tak usah khawatir, Nak, begitu juga Mommy melahirkanmu dulu,” kata Lucia.“Mom, apa semua akan baik-baik saja?”“Pasti, Nak, kan kamu dengar sendiri apa yang di katakan Hammers,” jawab Lucia.Dayton menyapu wajahnya dengan kedua tangannya, karena merasa khawatir atas apa
Dayton lagi-lagi mengabaikan istrinya dan terus berjalan. Ia tidak suka melihat istrinya keluar dari kamar tanpa memberitahukannya, lalu dengan santai Angelica mengobrol dengan lelaki lain, hal itu membuat hati Dayton terluka. Meski berlebihan, tapi seperti itulah Dayton yang sangat mencintai istrinya. “Sayang, kenapa kau diam saja? Kau tidak percaya ‘kan aku sedang hami dan mau mengobrol dengan lelaki lain?” tanya Angelica, berusaha mengejar suaminya yang masih berjalan didepannya. Angelica menggelengkan kepala berusaha sabar karena sepenuhnya adalah kesalahannya. “Kita kembali ke London saja,” kata Dayton. “Kok mendadak?” tanya Angelica. “Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” “Kita ‘kan baru seminggu di sini, sisa seminggu juga ‘kan jadwal cuti kamu?” tanya Angelica. “Pokoknya kita harus pulang. Seminggu saja sudah membuatku muak di sini.” “Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti