Beranda / Romansa / Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah / 77. Mengungkap Rahasia Yang Sesungguhnya

Share

77. Mengungkap Rahasia Yang Sesungguhnya

Penulis: Enie moors
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 10:20:35

Sudah sepuluh menit yang lalu bapak membukakan pintu. Meski tak ada suara pukulan atau perdebatan sengit seperti yang pikiran burukku bayangkan, namun tetap saja hatiku tak bisa tenang barang sedetik saja. Jantungku terus berdebar cepat, aku juga harus berkali-kali menarik nafas panjang agar tak bertambah panik. Aku sangat ketakutan sekarang, sampai telapak tanganku pun basah oleh keringat dingin.

Aku sangat penasaran dengan apa yang bapak dan Mas Suryo bicarakan di ruang tamu. Tadi saat aku ingin membuka pintu, bapak langsung melarangku dan berkata untuk segera masuk kamar. Aku tentu saja langsung menyerukan ketidak-mauanku, namun bapak mempemperingatkanku bahwa ia akan mencincang tubuh Mas Suryo dengan parang miliknya jika aku tak menurut. Karena takut bapak benar-benar serius dengan ucapannya, tak ada yang bisa aku lakukan selain patuh. Namun tentu saja, itu hanya aku lakukan sebentar karena setelah bapak sudah duduk dan mengobrol dengan pria yang kucintai di depan sana, aku langs
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   78. Terungkap

    Aku masih terisak dalam pelukan Mas Suryo saat bapak menyentak tanganku kuat untuk menjauh dari pria itu. "Enggak tau malu sekarang, ya? " Bapak mendesis sembari melotot. "Kalian itu bukan muhrim tapi sudah berani nempel kayak lem. Di depan orang tua pula! "Sekali lagi ia menyeretku, kali ini hingga aku berdiri dan meninggalkan Mas Suryo duduk di kursi sendirian. "Pak! " Aku mencoba melepaskan cengkraman bapak dari lenganku. "Sakit, Pak. Lepas! ""Masuk ke kamarmu sekarang! ""Enggak mau! ""Ngelawan kamu sama Bapak?! ""Tunggu dulu, Pak! " Akhirnya Mas Suryo berseru menghentikan perdebatan kami. Ia ikut beringsut berdiri dan melangkah pelan ke arahku. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak, " tuturnya saat telah saling berhadapan. Aku yang semula menatap wajahnya bingung langsung merasa was-was saat Mas Suryo balik menatapku sembari tersenyum tipis. Tanganku yang mulai gemetaran karena tahu apa maksud ucapannya kemudian pria itu genggam dengan erat. "Sebenarnya... ""Mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   79. Masih Sangat Rindu

    "Jangan cemberut, " Ucapku sembari mengecup bibirnya yang manyun. Belum cukup untuk membuatnya tersenyum, aku menambah satu kecupan lagi. "Nanti gantengnya ilang, lho. ""Udah seminggu, Yang. " Aku tersenyum saat Mas Suryo mulai melarikan tangannya untuk meraih punggungku mendekat. "Enggak bakal cukup kalau cuma dikasih dua kecupan kecil. "Aku terkekeh. Menggosokan hidungku yang mungil pada hidungnya yang mancung seperti milik para pria eropa. "Puasa dulu, ya, " bisikku mendayu. "Kita masih ada di rumah bapak. ""Ya udah, ayo pulang sekarang. "Tapi sayangnya aku harus menggelengkan kepala. Bukannya tak mau--tentu saja aku mau, aku pun sangat sangat merindukannya--namun kondisi keluargaku masih kacau. Aku harus tetap ada di sini setidaknya sampai mereka lebih tenang. "Aku enggak bisa pulang sekarang, Mas, " Ucapku memulai dengan tenang. "Tapi aku janji aku bakal tetep pulang secepatnya buat kamu. Sabar sebentar lagi ya? "Mas Suryo menghela nafas. "Kapan? "Aku menggedikan bahu. "E

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   80. Janji Seorang Suami

    Aku hanya menatap datar pria yang sedang nyengir lebar dihadapanku. Mau mengeluh tapi memang seperti itulah sikapnya. Tidak sabaran. Ini bahkan masih pukul enam pagi. Aku belum mandi dan hanya sempat mencuci muka. Hari minggu seharusnya untuk beres beres rumah dan aku bahkan belum melakukannya, bahkan belum memulainya. Adikku, Ratna bahkan masih ngorok di kamarnya. Tapi pria ini, Mas Suryo sudah berdiri di depan pintu rumah orang tuaku dengan dandanan rapi. "Mas, Ngapain? ""Mau jemput kamu lah, Yang. ""Ini masih jam berapa? " tanyaku menahan gemas. Pria itu hanya menggedikan bahu dengan santai, "lebih cepat, lebih baik. "Aku menghela nafas sembari mengusap wajahku dengan kedua tangan. Merasa sangat lelah padahal ini masih sangat pagi untuk merasakan itu. Apa ia tak takut dipukul lagi oleh bapak? Karena tak tega mengusirnya seperti semalam, akhirnya aku pun membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. Mas Suryo sempat akan memelukku namun aku segera mendorongnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   1. Pesan Rindu

    Jam dua siang, tapi langitnya gelap seperti sudah pukul setengah enam. Hujan baru saja turun dengan deras, lebatnya bukan main, sampai membuat ibuku modar-mandir melongok keluar jendela, takut bakal ada pohon yang tumbang . Maklum saja, di sekeliling gubuk kami memang ditumbuhi pohon alba yang menjulang. Mereka Jammeliuk ditiup angin yang lumayan berhembus kencang. Daun-daun kuning pada rontok, menambah pekerjaan menyapu untuk esok pagi.Aku mengintip kedalam ruang tidur adikku yang remang. Ia tengah berbaring dalam gumpalan seprai yang ia jadikan selimut, meringkuk layaknya kepompong yang lucu.Kami sedang bertengkar, entah apa salahku tapi ia sudah mendiamkan ku selama dua hari. Jadi aku tidak bisa mendekat untuk berbaring bersamanya, atau sekedar membenarkan selimutnya yang berantakan. Dia benar-benar bisa sangat aktif ketika sedang tidur, aku sering dibuat geleng-geleng sendiri.Memilih untuk duduk di ruang depan, kulihat air meluncur dari seng yang menaungi teras depan rumah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   2. Peluk Rindu

    Ia memang beberapa kali masih mengirimiku pesan, meski sering aku abaikan. Akupun tak kuasa memblokir nomornya, takut sewaktu- waktu rinduku memuncak tak tertahankan dan aku tak bisa meneleponnya--untuk sekedar mendengar suaranya, atau hembusan napasnya yang berat itu.Sesungguhnya ia adalah lelaki dambaan sejuta wanita. Aku tak mengerti dan tak habis pikir mengapa sosok dengan kharisma sesempurna itu harus berada di tengah desa terpencil dan bukannya eksis di ibu kota untuk menjadi seorang superstar. Dengan wajah dan tubuh itu para desainer terkenal pasti akan berebut untuk menjadikannya model pakaian. Aku yakin baju rombeng-pun akan terlihat mahal jika dikenakan olehnya. Wajahnya akan mengisi setiap sampul majalah dan papan Billboard. Saluran televisi-pun pasti akan dibanjiri oleh iklan yang dibintanginya. Tapi lihatlah sekarang, pak Suryo malah berada di sini, di rumahku. Menikmati kopi hitam bersama bapak di teras. “Katanya kemarin atapnya rusak ya, Pak? kena angin?" sayup-sayu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   3. Terjebak

    Aku masih menunggu bus jurusan kota tujuanku sembari memainkan ponsel ketika seseorang duduk di sampingku. Wangi parfumnya merebak mengusik hidung, segera aku mengangkat wajah dan menoleh kearah kanan, dimana sosok wanita berbaju seragam pabrik ternyata lebih dulu telah menatapku.“Mbak Retno?”Sepasang mataku melebar. Kaget karena sosok itu adalah tetanggaku sendiri."Tumben ya, berangkatnya barengan,”sapaku canggung sembari menyimpan ponsel ke dalam tas.Memang jarang sekali kami bertemu di terminal. Biasanya jam berangkat mbak Retno agak siang, pun ia kerap membawa motor jika bekerja. Agak ganjil rasanya mendapati wanita itu sudah ada di terminal sepagi ini.“Iya. Motorku lagi di bengkel karena rusak jadi mau enggak mau harus naik bus.” ia memandangku dengan senyum kecil. Membuatku entah mengapa merasa aneh.”Kamu tadi di anterin siapa, Fi?”“Ba-bapak…,” jawabku spontan.“Lho, bapakmu kan enggak bisa naik motor, Fi…” Mbak Retno memandangku yang hanya bisa menampilkan wajah terkejut

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   4. Biarkan Angin Bertiup

    Mungkin sekarang jam sepuluh pagi karena matahari sudah begitu meninggi. Meskipun teriknya terasa menyengat kulit kepala namun hembusan angin yang menggoyangkan gerombolan ilalang juga rambutku yang terurai sungguh sangat membantu menyejukan.Aku terduduk sendirian di bawah pohon beringin yang rindang, di tepi bendungan desa yang sepi. Jika sore hari biasanya banyak para bapak-bapak yang sering memancing di sini, meskipun ikannya tak begitu banyak tapi mereka lebih suka menghabiskan waktunya di tempat ini sambil bersenda gurau. Ada kalanya juga dilanjuktan sambil bakar-bakar ikan hasil pancingan.Menghela nafas, kutengok layar handphone yang menyala menampilkan nama mas Suryo yang tengah memanggil. Aku tak mengangkatnya, masih ingin menenangkan diri. Toh aku sudah memberitahunya di mana keberadaanku sekarang. Seharusnya ia tak begitu khawatir.Karena pikiranku yang masih sangat kacau, aku tak jadi pergi ke kota. Pesan singkat sudah kukirimkan pada koh Ari bahwa aku tak bisa berangkat

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   5. Terlena Hingga Lupa

    Kami melewati pagi itu dengan bersenang- senang. Melupakan sejenak kejadian tadi pagi. Melupakan hubungan terlarang kami. Melupakan terik matahari yang membakar kulit, biar saja jadi gosong toh mas Suryo pasti tetap cinta. Ow, terdengar menggelikan bukan?Lelah bermain pasir dan basah kuyup kena air laut karena kami jatuh saat bermain kejar- kejaran, kami pun memutuskan untuk memasuki sebuah toko baju yang banyak berdiri di sekitaran pantai. Kami berencana memilih sepasang kaus couple. Lucu juga melihat pria yang biasa memakai pakaian semi formal itu menjadi lumayan kasual. Toh sebenarnya cocok dengan umurnya yang masih muda. Terkadang aku merasa kasihan dengan kehidupan yang ia jalani selama ini. Dari luar mungkin orang menganggapnya beruntung. Lahir di keluarga yang terpandang, memiliki bisnis tambang di luar pulau milik ayahnya, ibunya pun seorang pengusaha butik yang memiliki beberapa cabang yang sukses di berbagai kota. Untuk urusan materi ia tak pernah kekurangan. Tapi aku yaki

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28

Bab terbaru

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   80. Janji Seorang Suami

    Aku hanya menatap datar pria yang sedang nyengir lebar dihadapanku. Mau mengeluh tapi memang seperti itulah sikapnya. Tidak sabaran. Ini bahkan masih pukul enam pagi. Aku belum mandi dan hanya sempat mencuci muka. Hari minggu seharusnya untuk beres beres rumah dan aku bahkan belum melakukannya, bahkan belum memulainya. Adikku, Ratna bahkan masih ngorok di kamarnya. Tapi pria ini, Mas Suryo sudah berdiri di depan pintu rumah orang tuaku dengan dandanan rapi. "Mas, Ngapain? ""Mau jemput kamu lah, Yang. ""Ini masih jam berapa? " tanyaku menahan gemas. Pria itu hanya menggedikan bahu dengan santai, "lebih cepat, lebih baik. "Aku menghela nafas sembari mengusap wajahku dengan kedua tangan. Merasa sangat lelah padahal ini masih sangat pagi untuk merasakan itu. Apa ia tak takut dipukul lagi oleh bapak? Karena tak tega mengusirnya seperti semalam, akhirnya aku pun membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. Mas Suryo sempat akan memelukku namun aku segera mendorongnya

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   79. Masih Sangat Rindu

    "Jangan cemberut, " Ucapku sembari mengecup bibirnya yang manyun. Belum cukup untuk membuatnya tersenyum, aku menambah satu kecupan lagi. "Nanti gantengnya ilang, lho. ""Udah seminggu, Yang. " Aku tersenyum saat Mas Suryo mulai melarikan tangannya untuk meraih punggungku mendekat. "Enggak bakal cukup kalau cuma dikasih dua kecupan kecil. "Aku terkekeh. Menggosokan hidungku yang mungil pada hidungnya yang mancung seperti milik para pria eropa. "Puasa dulu, ya, " bisikku mendayu. "Kita masih ada di rumah bapak. ""Ya udah, ayo pulang sekarang. "Tapi sayangnya aku harus menggelengkan kepala. Bukannya tak mau--tentu saja aku mau, aku pun sangat sangat merindukannya--namun kondisi keluargaku masih kacau. Aku harus tetap ada di sini setidaknya sampai mereka lebih tenang. "Aku enggak bisa pulang sekarang, Mas, " Ucapku memulai dengan tenang. "Tapi aku janji aku bakal tetep pulang secepatnya buat kamu. Sabar sebentar lagi ya? "Mas Suryo menghela nafas. "Kapan? "Aku menggedikan bahu. "E

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   78. Terungkap

    Aku masih terisak dalam pelukan Mas Suryo saat bapak menyentak tanganku kuat untuk menjauh dari pria itu. "Enggak tau malu sekarang, ya? " Bapak mendesis sembari melotot. "Kalian itu bukan muhrim tapi sudah berani nempel kayak lem. Di depan orang tua pula! "Sekali lagi ia menyeretku, kali ini hingga aku berdiri dan meninggalkan Mas Suryo duduk di kursi sendirian. "Pak! " Aku mencoba melepaskan cengkraman bapak dari lenganku. "Sakit, Pak. Lepas! ""Masuk ke kamarmu sekarang! ""Enggak mau! ""Ngelawan kamu sama Bapak?! ""Tunggu dulu, Pak! " Akhirnya Mas Suryo berseru menghentikan perdebatan kami. Ia ikut beringsut berdiri dan melangkah pelan ke arahku. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak, " tuturnya saat telah saling berhadapan. Aku yang semula menatap wajahnya bingung langsung merasa was-was saat Mas Suryo balik menatapku sembari tersenyum tipis. Tanganku yang mulai gemetaran karena tahu apa maksud ucapannya kemudian pria itu genggam dengan erat. "Sebenarnya... ""Mas

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   77. Mengungkap Rahasia Yang Sesungguhnya

    Sudah sepuluh menit yang lalu bapak membukakan pintu. Meski tak ada suara pukulan atau perdebatan sengit seperti yang pikiran burukku bayangkan, namun tetap saja hatiku tak bisa tenang barang sedetik saja. Jantungku terus berdebar cepat, aku juga harus berkali-kali menarik nafas panjang agar tak bertambah panik. Aku sangat ketakutan sekarang, sampai telapak tanganku pun basah oleh keringat dingin. Aku sangat penasaran dengan apa yang bapak dan Mas Suryo bicarakan di ruang tamu. Tadi saat aku ingin membuka pintu, bapak langsung melarangku dan berkata untuk segera masuk kamar. Aku tentu saja langsung menyerukan ketidak-mauanku, namun bapak mempemperingatkanku bahwa ia akan mencincang tubuh Mas Suryo dengan parang miliknya jika aku tak menurut. Karena takut bapak benar-benar serius dengan ucapannya, tak ada yang bisa aku lakukan selain patuh. Namun tentu saja, itu hanya aku lakukan sebentar karena setelah bapak sudah duduk dan mengobrol dengan pria yang kucintai di depan sana, aku langs

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   76. Mengendap-Endap

    Ponselku bergetar beberapa kali sejak lima belas menit terakhir. Ada banyak pesan dari Mas Suryo yang menanyakan perihal kepulanganku ini. Meskipun sebelumnya aku sudah pamit dan mendapatkan izinnya untuk bermalam di rumah orang tuaku, nyatanya, pria yang kini menjadi suamiku itu masih saja belum sepenuhnya rela aku menginap. Setelah kami pindah dan menghabiskan waktu berdua, Mas Suryo memang jadi makin rewel dan manja jika ditinggal sebentar saja. Dan aku yakin sikapnya akan makin menjadi karena sejak tadi aku sama sekali tak membalas pesan darinya. Pikiranku masih begitu penuh dengan peristiwa kedatangan Mbak Melinda tadi sore yang mengejutkan semua orang. Bagaimana wanita itu dengan berani membeberkan semuanya di depan keluargaku. Bagaimana aku terpaksa membuka rahasia terbesarku sebagai seorang selingkuhan. Bagaimana bapak yang memerintahkan agar aku mengakhiri hubunganku dengan Mas Suryo. Semuanya berjejalan di dalam otak. Sangat menyesakkan seperti akan meledak.Aku tidak tau

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   75. Kesalahan Yang Terkuak

    Tidak. Nyatanya bapak tak memberikan tamparan seperti apa yang aku pikirkan. Pria paruh baya itu hanya diam dan membiarkan hanya ibuk yang melemparkan tanya. Dan dengan terpaksa aku pun menceritakan semuanya pada kedua orang tuaku. Hal hal yang selama ini aku sembunyikan dengan rapat tak bisa kucegah untuk terkuak. Aku membenarkan bahwa aku memang memiliki hubungan dengan Pak Lurah. Itu bahkan sudah berlangsung lama. Dan aku sama sekali tak memiliki niatan untuk mengakhiri hubungan ini. Apalagi sekarang kami sudah menikah--aku masih menyimpan rahasia ini karena aku tak ingin membuat keluargaku semakin syok. Hari ini sudah sangat buruk, kenyataan bahwa aku adalah seorang selingkuhan pria beristri, yang ironisnya adalah seorang Lurah di kampung ku sendiri, tentunya itu sudah sangat mengguncang batin kedua orang tuaku. Aku tak mau menambahinya lagi dengan statusku yang kini sudah menjadi istri Mas Suryo. Apalagi, kami hanya menikah siri, bahkan tanpa restu dari orang tua. Ini adalah s

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   74. Pertengkaran Yang Membara

    "Cukup! " Kali ini ibuk yang angkat bicara. Aku sampai terhenyak ketika ibuk berusaha bangkit meskipun aku tau beliau masih merasa lemas. Karena takut ibuku akan kembali tumbang seperti tadi, aku pun ikut berdiri di sisinya sembari menahan lengan ibuk. "Anda sudah keterlaluan! ""Kenapa? " Mbak Melinda tetap meninggikan nada suaranya meski yang ia hadapi kini adalah orang tua. Wanita itu bahkan tak segan untuk berkacak pinggang dengan angkuh. "Apa yang saya katakan tadi benar kan? Ibu kira dengan wajah anakmu yang tak seberapa cantik itu bisa memikat laki-laki kaya tanpa bantuan dukun? ""Saya membesarkan anak saya dengan tata krama dan juga agama yang kuat. Jadi Sufi tidak mungkin melakukan hal itu! Bu Melinda jangan sembarangan menuduh!""Jika memang seperti itu, lalu mengapa sekarang ia hidup sebagai perusak rumah tangga orang?! "Ibuk terdiam. Aku dan bapak pun tak mampu menjawab. Kami semua tergugu oleh pertanyaan itu. "Jika memang ia di ajari tata krama dan agama, mengapa ia se

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   73. Kejutan Yang Tak Terduga

    Langit sore itu sudah berwarna merah yang artinya senja akan tiba. Tak ada firasat apapun yang aku rasakan selama menyusuri jalanan yang di penuhi daun-daun kering. Aku dan ibuk hanya sesekali mengobrol. Membicarakan hal random seperti apa yang aku lakukan di kota. Apakah aku makan dengan baik selama ini, apakah aku pernah sakit, apakah aku tidur dengan cukup. Meskipun agak judes, tapi percayalah ibuk itu adalah orang yang sebenarnya sangat perhatian pada keluarga. Karena sudah mendapatkan izin dari Mas Suryo, malam ini pun aku berniat untuk menginap. Pria itu pun sudah beberapa kali mengirim pesan, mengingatkan aku harus menepati janji bahwa aku hanya tinggal selama semalam saja. Benar benar semalam saja. Ia menulis itu berulang kali seolah takut aku akan menetap di sini selama sebulan. Dasar bucin. Sampai di depan rumah aku dan ibuk terherna heran karwna ada mobil yang terparkir angkuh di halaman. Aku tak begitu familiar dengan mobil itu jadi aku oun tak bisa menebak siapa pemil

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   72. Tak Berkutik

    "Kamu apain anak saya, HAH?! "Dengan wajah super galak ibu berdiri berhadapan dengan Mbak Retno yang langsung mengkeret. Kedua tangan terbentang membentengiku yang masih terduduk di tanah. Sementara suara bentakan keluar dengan lantang dari mulutnya. Jika sudah menyangkut soal anak, ibuk memang tak main main membela. Dari dulu beliau tak mau diam saja jika anaknya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang lain. Apalagi jika itu dilakukan tepat di depan mata kepalanya sendiri, sudah pasti ibuk tak akan ada takut takutnya untuk balik membalas. "Kamu dorong Sufi? Beraninya kamu kasar kasar sama anak saya! " Satu jambakan mendarat di rambut mbak Retno yang langsung meronta-ronta. "Berani kamu ya! Mau mati hah?! " Mbak Retno melolong karena jambakan ibuk makin kencang. Aku yang merasa tak tega pada mbak Retno yang kesakitan, dan juga takut ibuk akan lebih kalap langsung berusaha berdiri untuk melerai. "Sudah, buk. ""Biarin, Ndok. Biar ibuk kasih pelajaran sama janda jahat ini. Biar

DMCA.com Protection Status