Share

7. Kena Omel

Pagi datang begitu cepat. Aku merasa baru saja terpejam dengan mata sembab saat tiba-tiba alaram berbunyi nyaring mengagetkanku yang tengah mengarungi mimpi. Jam setengah enam, aku melirik layar handphone dan segera bangkit.

Meregangkan badan kemudian duduk menyandar pada kepala ranjang beberapa saat sejenak untuk mengumpulkan nyawa.

Menguap beberapa kali karena rasanya masih sangat mengantuk, segera saja aku berhenti bermalas-malasan dan bangkit menyeret kaki menuju kamar mandi. Mungkin aku harus mandi air dingin agar kembali segar bugar.

Beberapa menit kemudian aku telah berpakaian rapi. Menggunakan jeans biru juga baju seragam warna biru lembut dengan logo unik di bagian dada kiri, khas toko buku milik koh Ari tempatku mencari nafkah. Aku sedang menyisir rambut panjangku sembari menatap cermin saat kudengar ponselku yang tergeletak di kasur bergetar. Layarnya yang menyala terang menampilkan beberapa pesan dari aplikasi chating. Penasaran, segera kuraih smartphone murahan itu dan melihat siapa pengirim pesan di pagi yang cerah begini.

Namun setelah aku mengetahuinya, aku segera melempar kembali ponsel malang itu dan beranjak tanpa membaca ataupun membalasnya. Aku sedang tak ingin merusak pagiku dengan mood yang turun karena sosok lurah yang entah sedang apa di sana.

Mengibaskan tangan dengan heboh seolah mengusir aura negative, aku kemudian menepuk pipi agar tetap semangat. Rambut yang tergerai kuraih dan kukuncir tinggi, membiarkan beberapa anak rambut menjuntai agar terlihat lebih natural.

Karena kemarin sudah bolos, maka hari ini aku harus bersiap untuk di ceramahi, atau yang terburuk mendapat hukuman lembur di akhir pekan membersihkan gudang.

Memikirkan betapa berantakan dan kotornya ruangan besar yang telah lama tak terjamah itu membuatku langsung bergidik. Semoga koh Ari memberiku sedikit kemurahan hati.

Melirik jam yang terpasang di pergelangan tangan, mataku melebar saat kulihat sudah hampir pukul setengah delapan lebih. Dengan terburu buru kuraih semua keperluanku kedalam tas selempang dan kupakai sambil berlari setelah berhasil mengunci pintu. Tuhan, jangan sampai hari ini aku terlambat. Si pria Cina bisa mencekiku!

***

Gedung berlantai dua dengan desain modern yang terletak tepat di jalan besar sudah di depan mata. Untung masih sepi, padahal aku sudah panik dan harus berlari sepanjang perjalanan dari kost. Dadaku sesak bukan main , maklum, karena jarang olahraga jadi cepat ngos-ngosan. Keringat pun bercucuran membasahi dahi. Aku berjalan pelan menaiki tangga depan toko dan berhenti sebentar di depan pintu kaca. Sekedar membenahi penampilan dan menyiapkan nyali bertemu bos.

Mengelap telapak tangan yang basah pada celana jeans, kudorong pintu terbuka. Dan sosok dewasa berkacamata langsung menyambutku. Koh Ari sudah berdiri tegap di depan area kasir. Menatapku datar namun menekan. Aku langsung berjalan kearahnya sembari nyengir tak enak.

“Jadi?”

“Maaf, Koh… kemarin enggak enak badan. Jadi enggak bisa masuk.”

“Engak enak badan?” aku mengangguk pelan. ”Tapi bisa mantai, ya? Hebat, lho!” mataku melebar. Bagaimana mungkin koh Ari bisa tau? Jangan-jangan…

"Suryo bahkan mengirim gambar selfi kalian waktu pakai baju pasangan. Bikin panas hati saja!” pria Cina itu sedikit menggeram. Tentu saja kesal setengah mati karena iri. Maklum, dia baru saja bercerai dua bulan lalu. Duda yang masih segar, ditinggal istri selingkuh karena terlalu sibuk mengelola toko bukunya ini.

“Maaf, Koh,” aku mengatupkan kedua tangan di depan dada. “saya janji enggak akan bolos dan bohong lagi.” Meskipun mas Suryo dan koh Ari adalah saudara jauh sekaligus teman dekat sejak kuliah, aku benar-benar tak menyangka mas Suryo akan menumbalkan foto kami hanya untuk membuat pemilik toko ini iri. Mereka memang jahil satu sama lain, koh Ari pun sudah tau hubungan kami sedari awal, meskipun tak banyak berkomentar karena memang mas Suryo sepertinya sering curhat sehingga tahu keadaannya. Tapi tentu saja pria itu tetap atasanku. Aku tidak bisa memperlakukannya seolah kami akrab layaknya seperti aku memperlalukan mas Suryo, dan rasanya sangat canggung ketika pria cina itu bahkan tahu kegiatan kami kemarin. Apa mas Suryo tak tahu apa itu privasi? aku tak habis pikir. Tapi ya sudahlah, sudah terjadi.

“Kamu saya maafkan,” jawab koh Ari membuat mataku berbinar.

“Terimakasih, koh-“ belum selesai aku berbicara , koh Ari sudah mengangkat sebelah tangannya untuk menginterupsi.

“Saya enggak perduli kamu pacar temen saya atau bukan, tapi kamu tetep saya hukum, ya,” ucapnya sembari membenarkan kacamatanya yang melorot. Aku langsung lemas. ”Weekend enggak usah pulang. Jadi anak rajin bersihin gudang.” Rasanya aku ingin menangis. Minggu ini benar-benar kacau.

***

Memang bukan rahasia lagi jika bolos di hari senin akan mendapat hukuman. Karena memang saat hari senin toko selalu paling banyak diserbu pengunjung. Pembeli yang datang biasanya sangat ramai dan membuat karyawan kewalahan, karena kebanyakan stok alat-alat tulis dan buku baru memang datang di hari itu. Meski memiliki empat orang pekerja, rasanya mereka masih membutuhkan yang lain, tapi koh Ari tak pernah mau mendengar usulan kami, dan santai saja ketika melihat kami harus kesana kemari melayani pembeli. Malah ia terlihat bahagia melihat karyawannya menderita.

‘Buang-buang uang’ begitu katanya. ’Dan bukankah malah sehat jika semua orang terus bergerak sepanjang hari? kalian akan mengeluarkan banyak keringat. Tanpa kalian sadari saya membuat kalian sehat. Jadi ayo makin semangat semuanya!’ aku yakin sih, bukan hanya aku yang ingin mencekiknya saat koh ari mengatakannya dengan lantang saat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status