PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR
Penulis : David KhanzBagian (97)Episode : Perlengkapan Bayi Membuat EmosiSejak awal, Hamizan agak ragu untuk mengikuti ajakan Bella. Karena setahu dia, hari itu memang tidak ada schedule apa pun terkait aktivitas pekerjaannya di luar kantor. Sampai kemudian dia diberitahu oleh sosok atasannya tersebut saat berada di tengah perjalanan.“ … Saya mau minta bantuan Anda untuk memilih perlengkapan bayi, Pak,” ujar Bella cukup mengejutkan.“Perlengkapan bayi?” tanya Hamizan mengulang kalimat perempuan di sampingnya itu. “B-bayi Ibu maksudnya?” Jantung lelaki tersebut mulai berdegup kencang.Bella tersenyum tawar di balik balutan jilbab lebarnya. “Iyalah, bayi dalam kandungan saya ini,” ujarnya seraya mengelus perut. “Buah hati saya dari seseorang yang begitu saya cintai ….,” imbuh kembali dia datar.Diam-diam Hamizan melirik ke samping melalui ekor matanya. Seketika di dalam hati, lelaki iPEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (98)Episode : Dilematis“Dik, kamu marah padaku?” tanya Hamizan melihat kilatan mata istrinya disertai helaan napas berat menahan emosi. “Yaa Allah, maafkan aku, Sayang, maafkan aku.” Dia kembali berusaha memaksa untuk memeluk tubuh Arumi. Kini lebih erat dari yang dilakukan pertama tadi. “Aku bener-bener gak kuasa buat nolak pemberian Bu Bella tadi, Sayang. Tolong, maafin aku.”Hamizan paham bahwa perasaan istrinya tersebut sedang sensitif, apalagi di masa-masa kehamilan seperti itu. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada Arumi dan harus senantiasa menjaga fisik maupun psikis yang bersangkutan.Mang Karta dan Bi Inah yang kebetulan melihat perdebatan kedua suami-istri itu, hanya bisa mengelus dada dan turut merasakan kesedihan.“Pak, kenapa nama Bu Bella disebut-sebut sama Den Izan dan Neng Arumi, ya?” tanya Bi Inah bingung. “Sepertinya permasalahan mereka berdua ada
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (99)Episode : Usia Kehamilan Bella dan Arumi"Kalo kamu sampe ngundurin diri, terus 'gimana dengan angsuran yang harus kita kembaliin sama Bu Bella, Mas?" tanya Arumi malah jadi bingung sendiri kini. "Belum lagi nanti biaya lahiran anak kita," imbuh kembali perempuan tersebut dengan suara lirih.Hamizan mendesah resah. "Itulah yang lagi aku pikirin selama ini, Sayang. Kalo mau jujur, aku sendiri sebenernya gak begitu nyaman sejak ada Bu Bella di kantor. Tapi … yaaa, mau 'gimana lagi? Kita masih banyak kebutuhan. Aku gak mungkin berhenti kerja begitu saja, 'kan?"Arumi menatap wajah suaminya. Dia mengiakan dan juga membenarkan apa diucapkan oleh sosok yang dia cintai itu. Kemudian merasa terenyuh dan lekas memeluk."Maafin aku, Mas. Maafin aku," kata Arumi. "Aku terlalu egois ya, Mas? Aku gak mikirin bagaimana perasaanmu selama ini."Jawab Hamizan, "Enggak,
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (100)Episode : Kegilaan Seorang BellaPercakapan mereka bertiga tidak sempat berlanjut, karena seorang asisten Dokter Hendrawan memanggil antrean pasien. Bella yang pertama kali masuk ketimbang Hamizan dan Arumi.. "Mohon maaf, saya masuk dulu ya, Pak-Bu Izan," kata Bella sembari melempar senyum pada Hamizan."Iya, Bu. Silakan … silakan," balas lelaki tersebut. Lantas menoleh ke samping, pada Arumi yang memasang raut wajah datar.Tinggal mereka berdua kini yang berada di depan ruangan praktik Dokter Hendrawan. Saling beradu tatap selama beberapa saat."Hhmmm, aku baru tahu kalo usia kandungan Bu Bella itu sama dengan kehamilanku, Mas," ujar Arumi memulai pembicaraan dengan suara nyaris berbisik, setelah Bella benar-benar menghilang di balik pintu. "Ini cuma faktor kebetulan atau memang proses awalnya sama, ya?""Proses awalnya sama 'giman
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (101)Episode : Rayuan BellaMenjelang sore, Indry masuk ke dalam ruangan kerja Hamizan dengan setumpuk berkas-berkas di tangan. Sampai-sampai perempuan itu tampak kepayahan membawa begitu banyak dokumen.“Apa itu, Bu?” tanya lelaki tersebut terkejut dan buru-buru bangkit dari kursi, hendak membantu sosok sekretaris itu. “Taruh saja sisanya di meja tamu, Bu,” titahnya sembari menunjuk tempat terdekat dari arah datang Indry.“Baik, Pak,” jawab perempuan tersebut. Lalu menaruh sisa berkas-berkas yang ada sesuai dengan permintaan Hamizan baru saja. Setelah itu dia pun menjawab, “Ini laporan-laporan bulan kemarin, Pak. Bu Bella minta pada Bapak untuk merevisinya kembali.”“Merevisi? Memangnya kenapa? Ada yang salah?” tanya Hamizan terheran-heran sembari memperhatikan tumpukkan dokumen di atas meja tamu.Menjawab Indry di antara tarikan napas kelelahan,
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (102)Episode : Awal Sebuah Ancaman“T-tolong … hentikan, Bu! J-jangan lakukan apa pun di sini! I-ingat, Allah itu Maha Melihat!” seru Hamizan terbata-bata, hingga badannya menggigil karena rasa takut yang teramat menyiksa.Bukannya mendengar dan menurut, Bella malah tambah menggila. Setelah menanggalkan balutan kain penutup kepala, kini berlanjut hendak membuka satu per satu kancing-kancing yang merekatkan belahan busana di depan dada.“Ayolah, Hamizan ….,” desah Bella kian mendekat disertai tatapan mata mengilap. “Aku juga punya hak untuk menuntutmu, Izan. Kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah kamu lakukan padaku.”Hak dan tanggung jawab? Demikian Hamizan berpikir di tengah dera ketakutannya. ‘Apa pula itu? Aku tidak pernah melakukan apa pun pada Bu Bella. Sumpah, demi Allah! Ini fitnah!’ katanya menjerit di dalam hati.Lelaki it
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (103)Episode : Baju Yang TerkoyakHamizan tersedu sedan sendiri di dalam kendaraan usai berbincang-bincang dengan Bella. Tubuhnya sampai menggigil disertai raut wajah mengernyit kuyu.“Yaa Allahu Rabbi … entah cobaan apalagi yang hamba terima ini?” ujar lelaki tersebut dengan hati perih laksana dicabik-cabik sembilu. “Hamba tahu, Engkau tidak akan memberikan sebuah ujian melebihi batas kemampuan hamba ini, t-tapi … t-tapi … ini begitu berat hamba rasakan kini, Yaa Allah.”Dia belum berani melanjutkan perjalanan pulang, karena dirasa kondisinya teramat lemah. Berulangkali pula lelaki tersebut menyebut-nyebut nama sang istri, Arumi, dan memohon maaf atas apa yang sedang terjadi kala itu.Kemudian perlahan-lahan mengambil ponsel yang tadi digunakan untuk berbicara dengan Bella. Mengutak-atik sebentar, lantas menjalan fitur pengunci layar menggunakan sidi
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (104)Episode : Tantangan Pertaruhan Dengan BellaPagi itu, perasaan Hamizan serba tidak menentu. Teringat akan percakapan semalam dengan Bella dan beberapa waktu mendatang harus—kembali—menemui perempuan tersebut di kantor. Hal itu berimbas sampai dia berada di ruangan makan dan kerap melamun saat menghadapi hidangan.“Kenapa, Mas? Sepertinya kamu lagi gak nafsu makan?” tanya Arumi yang sejak awal hendak menyantap sarapan pagi, kerap memperhatikan sikap suaminya. “ … Atau kamu ingin menu yang lain?”Hamizan terperanjat. Dia langsung menatap Arumi, lalu berganti ke arah Euis.“Ah, gak apa-apa, Dik,” jawab lelaki itu, jadi merasa tidak enak hati terhadap Euis yang sudah berlelah ria menyiapkan makanan sepagi tadi.“Maaf, Kak. Mungkin masakan Euis gak enak, ya?” Euis turut bersuara disertai raut wajah sedih.“Oh, b-bukan! Bukan karena itu, Euis. Masakan kamu enak, kok,” timpal Hamizan seraya menyuap sesendok nasi ke dalam mulut.
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (105)Episode : Tipu Muslihat Seorang Bella“Ayolah, Sayang ….,” bujuk Bella dengan nada mendesah manja. “Kamu berani menerima tantanganku ini, hhmmm?”Hamizan masih tetap berdiam diri, tidak ingin menjawab pertanyaan maupun membalas tantangan yang diberikan oleh Bella tadi.‘Hhmmm, dia sengaja memberikan dua pilihan itu dan berharap sekali aku memilih yang kedua, bukan? Dengan begitu, aku akan otomatis kalah dan dia menang. Selanjutnya akan menuntut aku buat menikahinya. Begitu, ‘kan? Hhmmm, licik sekali perempuan ini. Benar-benar tidak kusangka sama sekali,’ membatin lelaki tersebut sembari terus fokus dan mawas diri.“Enggak …,” kata Hamizan akhirnya menjawab juga. “Saya gak akan memilih keduanya.”‘Hhmmm, pengecut!’ ujar Bella di dalam hati. ‘Dia tidak berani mengambil satu pun. Padahal dengan memilih salah satunya saja, dia memang harus menjad