PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR
Penulis : David KhanzBagian (93)Episode : Rencana Jahat Bella“Apa?! Kamu hamil?!” seru Pak Waluyo seraya bangkit dari kursi kerjanya. “Astaghfirullah … astaghfirullah. I-ini apa ini? P-papah gak ngerti! Papa sama sekali gak ngerti, Bella!”Laki-laki tua itu memegang kening, lantas melangkah satu jarak kaki, balik lagi memutar badan, dan kembali duduk seperti semula. Dia tatap wajah anak perempuannya dengan lekat.“Dengan laki-laki mana kamu melakukannya? Katakan sama Papah, Bella! Katakan! Ah, astaghfirullahal’adziim ….” Kembali Pak Waluyo memegang kening. Kali ini sambil menopangnya dan tertunduk sejenak sambil memejamkan mata. “Ini gak mungkin. Kamu pasti sedang bercanda ‘kan, Nak? Ayolah, i-ini … katakanlah … uumhhhh, prank! Ya, prank! I-itu ‘kan, yang lagi kamu lakuin sekarang?”Lagi-lagi Pak Waluyo bangkit dan berjalan sambil memutari ruangan kerjanya, jelalatan seperti sedang mencari-caPEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (94)Episode : Obrolan Dengan Pak Waluyo Pak Waluyo tidak ingin mendesak Bella lebih jauh, dia teramat mengkhawatirkan keselamatan anak perempuan satu-satunya tersebut.‘Yaa Allah ….,’ membatin lelaki tua itu bersedih hati. ‘Ini semua memang salahku juga. Dari sejak belia, dia sudah terbiasa aku manjakan. Sampai-sampai, aku sama sekali tidak pernah diberi kesempatan untuk menolak apa pun yang anakku inginkan dari dulu.’ Dia menatap foto almarhumah istrinya di atas meja. ‘Andai saja kamu masih ada, tentu anak kita tidak akan seperti itu, Sayang. Tapi lihat, bagaimana kini? Aku telah salah mendidik Bella. Itu kulakukan, karena aku terlalu sayang sama dia. Aku tidak ingin kehilangan satu-satunya orang yang kucintai setelah kepergianmu ….’Kemudian Pak Waluyo teringat pada kejadian beberapa tahun silam, hanya karena masalah sepele, Bella pernah mencoba melakukan tindakan bunuh diri. Untunglah jiwa anak semata wayangnya tersebut
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (95)Episode : Masa Lalu Bella“Pernah apa, Pak?” tanya Hamizan penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh bapak dari Bellanca Aurora tersebut.Pak Waluyo menipiskan bibir. Sebentar kemudian tersenyum tawar terhadap sosok yang bersamanya tersebut.“Uummmhhh, begini maksud saya, Nak,” kata orang tua itu usai menghela napas berat. “Sebelumnya … Nak Hamizan ‘kan, pernah ngajuin pinjaman uang pada saya, tapi … sampai saat ini belum juga saya konfirmasi. M-maksudnya … bukan berarti saya—”“Mohon maaf, Pak, kalo untuk masalah itu, terus terang saya sudah mendapatkannya, kok,” tukas Hamizan mendengar kalimat Pak Waluyo terpatah-patah dan agak lama berungkap. “Bu Bella yang memberikan saya pinjaman. Itu pun berupa pinjaman lunak, tanpa bunga atau tambahan lainnya dan juga jatuh tempo yang gak terbatas. Alhamdulillah.”“Apa? Bella sudah memberikannya?” Pak Waluy
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (96)Episode : Pemata-mataTok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan di pintu ruang kerja Hamizan.“Iya, silakan masuk,” seru lelaki itu di saat sedang sibuk memeriksa berbagai dokumen di atas mejanya.Sebentar kemudian daun pintu pun terkuak dan muncul sosok Indry. Dia tersenyum dan membungkukkan badan memberi hormat sebelum lanjut melangkah masuk.“Permisi, Pak. Selamat siang,” ujar perempuan tersebut menyapa.Hamizan menjeda sebentar aktivitasnya, melihat ke depan, dan balas tersenyum. “Iya, selamat siang. Masuklah, Bu Indry,” titahnya seraya berdiri. “Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya laki-laki tersebut setelah sosok sekretaris Bella itu mendekat.“Maaf mengganggu, Pak,” kata Indry kemudian. “Bapak ditunggu Bu Bella di bawah.”“Di bawah? Di mana?” tanya Hamizan sembari mengernyit.“Di lahan parkir. Ditunggu sekarang ju
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (97)Episode : Perlengkapan Bayi Membuat EmosiSejak awal, Hamizan agak ragu untuk mengikuti ajakan Bella. Karena setahu dia, hari itu memang tidak ada schedule apa pun terkait aktivitas pekerjaannya di luar kantor. Sampai kemudian dia diberitahu oleh sosok atasannya tersebut saat berada di tengah perjalanan.“ … Saya mau minta bantuan Anda untuk memilih perlengkapan bayi, Pak,” ujar Bella cukup mengejutkan.“Perlengkapan bayi?” tanya Hamizan mengulang kalimat perempuan di sampingnya itu. “B-bayi Ibu maksudnya?” Jantung lelaki tersebut mulai berdegup kencang.Bella tersenyum tawar di balik balutan jilbab lebarnya. “Iyalah, bayi dalam kandungan saya ini,” ujarnya seraya mengelus perut. “Buah hati saya dari seseorang yang begitu saya cintai ….,” imbuh kembali dia datar.Diam-diam Hamizan melirik ke samping melalui ekor matanya. Seketika di dalam hati, lelaki i
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (98)Episode : Dilematis“Dik, kamu marah padaku?” tanya Hamizan melihat kilatan mata istrinya disertai helaan napas berat menahan emosi. “Yaa Allah, maafkan aku, Sayang, maafkan aku.” Dia kembali berusaha memaksa untuk memeluk tubuh Arumi. Kini lebih erat dari yang dilakukan pertama tadi. “Aku bener-bener gak kuasa buat nolak pemberian Bu Bella tadi, Sayang. Tolong, maafin aku.”Hamizan paham bahwa perasaan istrinya tersebut sedang sensitif, apalagi di masa-masa kehamilan seperti itu. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada Arumi dan harus senantiasa menjaga fisik maupun psikis yang bersangkutan.Mang Karta dan Bi Inah yang kebetulan melihat perdebatan kedua suami-istri itu, hanya bisa mengelus dada dan turut merasakan kesedihan.“Pak, kenapa nama Bu Bella disebut-sebut sama Den Izan dan Neng Arumi, ya?” tanya Bi Inah bingung. “Sepertinya permasalahan mereka berdua ada
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (99)Episode : Usia Kehamilan Bella dan Arumi"Kalo kamu sampe ngundurin diri, terus 'gimana dengan angsuran yang harus kita kembaliin sama Bu Bella, Mas?" tanya Arumi malah jadi bingung sendiri kini. "Belum lagi nanti biaya lahiran anak kita," imbuh kembali perempuan tersebut dengan suara lirih.Hamizan mendesah resah. "Itulah yang lagi aku pikirin selama ini, Sayang. Kalo mau jujur, aku sendiri sebenernya gak begitu nyaman sejak ada Bu Bella di kantor. Tapi … yaaa, mau 'gimana lagi? Kita masih banyak kebutuhan. Aku gak mungkin berhenti kerja begitu saja, 'kan?"Arumi menatap wajah suaminya. Dia mengiakan dan juga membenarkan apa diucapkan oleh sosok yang dia cintai itu. Kemudian merasa terenyuh dan lekas memeluk."Maafin aku, Mas. Maafin aku," kata Arumi. "Aku terlalu egois ya, Mas? Aku gak mikirin bagaimana perasaanmu selama ini."Jawab Hamizan, "Enggak,
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (100)Episode : Kegilaan Seorang BellaPercakapan mereka bertiga tidak sempat berlanjut, karena seorang asisten Dokter Hendrawan memanggil antrean pasien. Bella yang pertama kali masuk ketimbang Hamizan dan Arumi.. "Mohon maaf, saya masuk dulu ya, Pak-Bu Izan," kata Bella sembari melempar senyum pada Hamizan."Iya, Bu. Silakan … silakan," balas lelaki tersebut. Lantas menoleh ke samping, pada Arumi yang memasang raut wajah datar.Tinggal mereka berdua kini yang berada di depan ruangan praktik Dokter Hendrawan. Saling beradu tatap selama beberapa saat."Hhmmm, aku baru tahu kalo usia kandungan Bu Bella itu sama dengan kehamilanku, Mas," ujar Arumi memulai pembicaraan dengan suara nyaris berbisik, setelah Bella benar-benar menghilang di balik pintu. "Ini cuma faktor kebetulan atau memang proses awalnya sama, ya?""Proses awalnya sama 'giman
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (101)Episode : Rayuan BellaMenjelang sore, Indry masuk ke dalam ruangan kerja Hamizan dengan setumpuk berkas-berkas di tangan. Sampai-sampai perempuan itu tampak kepayahan membawa begitu banyak dokumen.“Apa itu, Bu?” tanya lelaki tersebut terkejut dan buru-buru bangkit dari kursi, hendak membantu sosok sekretaris itu. “Taruh saja sisanya di meja tamu, Bu,” titahnya sembari menunjuk tempat terdekat dari arah datang Indry.“Baik, Pak,” jawab perempuan tersebut. Lalu menaruh sisa berkas-berkas yang ada sesuai dengan permintaan Hamizan baru saja. Setelah itu dia pun menjawab, “Ini laporan-laporan bulan kemarin, Pak. Bu Bella minta pada Bapak untuk merevisinya kembali.”“Merevisi? Memangnya kenapa? Ada yang salah?” tanya Hamizan terheran-heran sembari memperhatikan tumpukkan dokumen di atas meja tamu.Menjawab Indry di antara tarikan napas kelelahan,