PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR
Penulis : David KhanzBagian (55)Episode : Kabar GembiraPada pagi hari itu, beberapa ratus meter lagi tiba di depan kantor, tiba-tiba Hamizan merasa laju sepeda motornya tidak stabil. Lekas laki-laki itu menarik pedal rem untuk berhenti di pinggir jalan.‘Yaa Allah, ada apa dengan motorku? Kempes ban mungkin, ya?’ Dia bertanya-tanya sendiri. Lantas segera turun dari atas kendaraan untuk memeriksa sebentar. Benar saja, kondisi ban belakang kempes. ‘Aduh, tanggung banget. Sebentar lagi nyampe.’Laki-laki itu mengamankan posisi berdiri motor dengan menurunkan penyangga tunggal. Kemudian merogoh saku baju untuk mengambil ponsel dan melihat tampilan waktu di layar.‘Kalau ditambal sekarang, mana ada waktu. Agak jauh pula tempat tambal ban. Duh, ‘gimana ya sekarang?’ membatin Hamizan di antara rasa bingung yang melanda.Akhirnya dengan sangat terpaksa, dia menuntun sepeda motornya hingga mePEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (56)Episode : Di Balik Kegagalan HamizanKabar menggembirakan itu pun langsung disampaikan kepada Arumi begitu Hamizan pulang. Tentu saja perempuan tersebut menyambutnya dengan penuh sukacita.“Berarti kita gak perlu cari pinjaman uang itu ‘kan, Mas?” tanya Arumi dengan benak penuh harap. “Mungkin harus lebih bersabar saja sambil nabung ya, Mas?”Hamizan mengangguk. “Ya, seperti itulah, Dik. Mudah-mudahan saja kita bisa segera mewujudkannya. He-he. Aamiin.”Entahlah, bagi pasangan suami-istri ini, memiliki keturunan adalah lebih penting ketimbang mempunyai tempat tinggal sendiri. Padahal usia pernikahan mereka sudah memasuki ke-5 tahun.Lantas, apakah pengharapan Hamizan akan perkembangan karirnya di kantor berbuah manis? Kenyataannya tidak. Dari hasil seleksi yang telah dilakukan, dia tidak terpilih ke dalam tim khusus kantor.“Saya minta maaf, Pa
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (57)Episode : Rencana Bellanca Aurora“Kamu gak sholat, Nak?” tanya Pak Waluyo pada Bellanca Aurora, putri semata wayangnya. “Waktu Maghrib cuma dikit, loh.”Jawab perempuan itu diiringi gelengan kepala, “Enggak, Pah. Bella lagi halangan.” Padahal pada saat itu, Bella sama sekali tidak sedang dalam masa haid. Dia hanya merasa malas saja, juga dera lelah yang mengalungi sekujur badan.Pak Waluyo membulatkan bibir sesaat, lalu kembali duduk di sofa. Tidak jauh dari keberadaan Bella sendiri.“Malam ini kamu nginep di sini ‘kan, Nak? Sudah lama sekali kamu gak lagi tidur di rumah sendiri,” ucap lelaki tua itu beberapa saat kemudian. “Semenjak almarhum Mamahmu meninggal dan kamu memilih buat hidup mandiri, Papah jadi sering kesepian.” Lalu dia menyapu pandangan ke sekeliling ruangan rumah. “Tempat seluas ini, gak lagi kayak dulu. Sepi. Paling cuma ada Bi Odah, Mang Sukri
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (58)Episode : Misi Khusus Pertama BellaHari itu, Bella sengaja datang mengunjungi bekas kediaman sahabat ayahnya, yakni keluarga almarhum Bapak Subagyo dan almarhumah Ibu Sulasmini. Diterima oleh Bi Inah dan Mang Karta dengan penuh rasa sukacita.“Kenapa Ibu Bella gak nelepon kami dulu, Bu?” tanya Bi Inah. “Kalo tahu begini, tentu kami akan menyiapkan—”“Jadi kalian berdua belum pada makan?” tukas Bella tanpa ingin mendengarkan sapaan sosok wanita tua tersebut lebih lanjut. Terkesan dingin dan sombong.Bi Inah dan Mang Karta saling berpandangan sesaat.“Bukan begitu maksudnya, Bu,” ucap Mang Karta, kali ini turut berbicara menggantikan istrinya. “Mungkin Ibu ingin kami buatkan masakan.”Bella melihat-lihat sesaat akan kondisi pada ruangan di rumah tersebut. Kemudian mengangguk-angguk dan membalik badan menghadapi kedua suami-istri tua itu tadi.“Sudah berapa lama kalian bekerja pada keluarga Pak Subagyo dulu? Saya dengar-de
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (59)Episode : Rencana Menggapai ImpianArumi memandangi wajah suaminya dengan lekat. Kabar tentang kegagalan dalam perekrutan tim khusus yang disampaikan, sedikit membuat perempuan tersebut turut merasa kecewa. Namun mau bagaimana lagi, semuanya memang harus terjadi dan mau tidak mau mesti diterima dengan lapang dada.“Gak apa-apa, Mas, mungkin memang bukan rezeki kita,” ujar Arumi mencoba menenangkan hati sang suami. “Insyaa Allah, kalo kita mau bersabar dan tetap berusaha dengan baik, Allah akan memberikan jalan terbaik bagi kita.”Hamizan manggut-manggut. Lalu balik menatap istrinya.“Maafin aku ya, Dik. Aku masih belum bisa memperjuangkan impian kita ini,” ujar lelaki tersebut dengan nada lirih. “Tapi aku yakin,” imbuhnya kembali dengan nada optimis, “Allah itu Maha Kaya. Gak ada sesuatu pun yang mustahil bagi-Nya. Jika Allah berkehendak, kun fayakun … pastilah akan terjadi dengan izin-Nya. Insyaa Allah … Insyaa Allah.”
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (60)Episode : Perjalanan Meraih Impian“Assalaamu’alaikum,” ucap Hamizan uluk salam begitu tiba di rumah bersama Ammar. Tidak lantas membuka pintu rumah, tapi menunggu hingga Arumi sendiri yang bergegas menyambut.Tidak berapa lama, terdengar jawaban dari dalam rumah dari sosok istri Hamizan tersebut.“Wa’alaikumussalaam ….,” jawab Arumi dari dalam rumah. “Tunggu sebentar!” serunya kemudian. Kemudian pintu pun terkuak, disusul dengan seraut wajah cantik berhijab, muncul berseri-seri. “Mas Izan, ayo masuk.”Tidak lupa, Arumi meraih tangan suaminya dan menyalaminya dengan takzim. Berlanjut pada peluk-cium hangat menyertai.“Ini … Pak Ammar. Temen yang aku ceritain tadi, Dik,” kata Hamizan memperkenalkan teman kantornya pada Arumi.“O, iya … saya istrinya Mas Izan, Pak,” kata Arumi memperkenalkan diri, seraya menghaturkan salam dari kejauhan tanpa men
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (61)Episode : Sosok Tua Bergelung Rambut MemutihMenjelang siang, Ammar sudah tiba hendak menjemput Hamizan di rumah kontrakan dengan membawa sepeda motor. Sebelum masuk, terlebih dahulu menelepon untuk memastikan bahwa temannya tersebut tidak sedang melakukan aktivitas pribadi.“Masuk saja, Mar. Kami berdua sudah siap-siap, kok,” jawab Hamizan melalui sambungan telepon.Tidak lama setelah itu, suami Arumi tersebut tampak keluar dari dalam rumah. Dia melambaikan tangan memanggil Ammar yang berada agak jauh dari pekarangan rumah.“Mau masuk dulu atau ….” Belum selesai Hamizan berkata, langsung dipotong oleh teman berkacamata minusnya itu.“Saya nunggu di luar saja deh, Zan. Kalian berdua sudah pada siap-siap ini, ‘kan?” tanya Ammar usai menyalami Hamizan.“Seenggaknya minum dululah,” ujar Hamizan setengah meminta. “Masuk, yuk.”Balas Ammar bersikukuh, “Gak usah. Saya nunggu di sini saja. Lebih adem. He-he.”Hamizan pun akhirny
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (62)Episode : Antara Percaya Atau TidakArumi mencekal lengan suaminya dari belakang. Sorot mata serta wajah sosok wanita tua di hadapan mereka, sungguh tidak nyaman dipandang mata.“Tenang saja, Dik. Mungkin Nenek ini yang dimaksud sama Ammar itu,” ujar Hamizan dengan nada berbisik, mencoba menenangkan istrinya. “Dia kerabat dari istrinya Ammar itu, kok.”Arumi tidak ingin beradu tatap dengan sosok yang dimaksud tadi. Saat berbicara pun, sengaja memalingkannya ke arah lain.“Apa kita enggak salah mendatangi orang, Mas?” tanya Arumi berbisik di dekat daun telinga Hamizan. “Aku merasa ada yang aneh dengan Nenek itu.”“Ssttt …,” Hamizan mendesis. “Jangan suudzon dulu. Kita tunggu saja sampai Ammar selesai sholat, Dik.”Mereka menoleh ke arah beranda rumah, dimana pada saat itu Ammar baru saja menyelesaikan ibadah salat Zuhur. Laki-laki berkacama
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (63)Episode : Hampir TersesatArumi keluar dari kamar khusus Mbah Wening dengan raut wajah penuh amarah.“Kita pulang sekarang juga, Mas!” ujar perempuan tersebut pada Hamizan yang sedang duduk mengobrol bersama Ammar di balai beranda depan.Percakapan kedua lelaki itu sontak terhenti. Lantas spontan sang suami menoleh dan bertanya, “Kenapa, Dik? Ada apa? Pengobatannya sudah beres?”Bukannya menjawab, Arumi malah bergegas turun dari atas panggung rumah. Dia memburu kendaraan bermotor yang diparkir tidak jauh dari sana.“Sebentar ya, Mar,” ucap Hamizan pada temannya, lalu ikut turun dan mengikuti Arumi. “Ada apa sih, Dik?” tanya lelaki tersebut kemudian. “Kamu diapain sama si Mbah itu?”Arumi mendengkus. Masih juga tetap tidak menjawab pertanyaan suaminya seperti tadi. Terkecuali merengek untuk meminta pulang pada saat itu pula.Hamizan bingung. Namun di dalam hatinya berbisik bahwa—sesuatu pasti—telah terjadi sesuatu di dala