Perjalanan itu tidak memakan waktu lama karena mereka pergi menjelang tengah malam. Mobil yang melaju dengan kecepatan sedang itu perlahan segera memasuki desa. Namun tiba-tiba Galih memilih untuk memutar balik dan mencari penginapan di dekat kota. Sekar mulai terbangun dari tidurnya, Ia terkejut melihat Galih memarkirkan mobilnya tepat di depan motel. Tanpa ekspresi lelaki itu keluar dari mobil dan diikuti olehnya dengan wajah kebingungan. "Pak, kenapa kita berhenti disini?" Bisik Sekar dengan wajah khawatir, pikirannya dihantui hal-hal negatif. Ia masih trauma dengan kejadian bersama Aldo kala itu. "Kita harus beristirahat dulu, butuh strategi untuk masuk desa itu lagi, kita tidak boleh gegabah karena yang akan kita lawan bukan jin biasa, hal itulah yang dibisikkan oleh khodamku," Jawab Galih dengan wajah serius. Ia nampak lelah setelah berjam-jam mengendarai mobil. Berbeda dengan Sekar yang tidur terlelap. Sekar akhirnya terdiam, mencoba melihat kondisi dan berpikir positif
Sinar matahari di kala siang itu terasa begitu panas hingga membuat tubuh terasa terbakar. Rasa panas yang menyengat mampu menerobos dinding hati siapaun yang tengah diselimuti amarah, termasuk Sekar. Ia merasa tertipu karena mengira tragedi itu telah usai. Nyatanya malah membawa pada permasalahan yang lebih kompleks, yakni mencari kelima sukma teman-temannya yang terkunci di desa terkutuk. Sekar melangkah dengan penuh amarah. Matanya seolah memberikan sinar yang mampu membunuh siapapun yang melihatnya, ia seperti tak segan untuk mengotori tangannya asal teman-temannya bisa kembali seperti dulu kala. Galih yang berada disampingnya hanya bisa tersenyum melihat reaksi Sekar yang seakan ingin membunuh siapapun di hadapannya. "Kamu tenang saja, aku sudah punya ide agar mereka mau membantu kita," Bisik Galih pada perempuan itu sambil memegang bahunya seolah berupaya memadamkan amarahnya. Sekar melihat sekilas pada Galih, hatinya yang dipenuhi amarah perlahan mereda, ia hanya mengangg
Sekar melongo melihat adegan di depan matanya. Bagaimana bisa Sujito yang terlihat sombong dan mencoba mempermainkan mereka tiba-tiba bertekuk lutut pada Galih yang disebutnya raja jawa? apakah tubuh dosen muda itu telah sepenuhnya dikuasai oleh khodamnya? "Tunggu... Aku tidak mengerti kenapa kau harus berlutut pada Galih? Memang siapa raja jawa hingga kau harus berlutut padanya?" Tanya Sekar yang masih duduk di sofa itu, tentunya ia takkan ikut berlutut seperti yang dilakukan Sujito. "Raja jawa adalah salah satu jin terkuat dari golongan putih, kesaktianku tidak sebanding dengannya," Balas Sujito masih dengan kondisi berlutut. "Sekarang jelaskan padaku mengapa teman-temanku masih ditawan sukmanya di tempat ini? Bukankah aku sudah membebaskan mereka saat aku bertarung dengan sundel bolong penguasa kampung ini?" Sekar bertanya sambil terheran-heran mengapa kejadian seperti ini terulang kembali. "Mereka ditipu oleh Ki Ageng, pada dasarnya ketiga lelaki itu tidak menyelamatkan si
Terdengar Suara pintu yang perlahan dibuka dari luar. Sekar dan Galih sebenarnya telah terbangun dari tidurnya namun mereka berpura-pura tidur. Terdengar derap langkah kaki mendekati tubuh kedua insan manusia yang seolah-olah terlelap. "Cepat kalian pindahkan mereka ke dalam mobil, ritual malam ini tidak boleh gagal!" Perintah Sujito pada beberapa laki-laki yang datang bersamanya. Mereka adalah anak buah Ki Ageng. Para lelaki itu mulai memindahkan tubuh Galih dan Sekar ke dalam mobil. Mereka diletakkan dengan posisi duduk di salah satu sudut kursi mobil yang muat untuk enam orang tersebut. Dalam perjalanan yang terasa panjang itu, Sujito tak henti-hentinya bercerita. "Sepertinya anak buah tuanku telah berhasil menangkap kedua khodam itu, daritadi aku tidak merasakan kehadirannya," Ujarnya dengan penuh senyuman, Sang Sopir yang diajak bicara hanya mengangguk kepalanya tanda ia setuju dengan apapun yang didengarnya. Dalam perjalanan itu Sujito terus berbicara tentang apa yang
Genderuwo sang penguasa hutan nampak terdesak, ia terus menerus mendapat serangan bertubi-tubi dari Pesinden dan Raja Jawa. Ia terus berupaya menangkis serangan-serangan yang seolah tak berkesudahan itu. Tubuhnya mulai merasa kelelahan, darah mulai mengucur dari bekas luka akibat serangan kedua khodam itu. Pertempuan sengit itu akhirnya berakhir dengan kemenangan kedua khodam yang awalnya saling bersitegang akibat perbedaan pandangan. Kemenangan itu memberikan kelegaan bagi pemenang namun tidak bagi penghuni istana. Istana kacau balau dan mereka bingung harus kemana, ibarat anak ayam kehilangan induknya. Mereka hanya bisa menatap kedua khodam itu dengan rasa takut, khawatir mereka akan menjadi korban selanjutnya. "Wahai kalian, penghuni hutan terkutuk dan anak buah dari genderuwo yang telah mati. Ketahuilah, aku telah mengalahkan raja kalian dan mengambil alih kekuasaannya!" Teriak raja jawa, suaranya menggema hingga menimbulkan rasa takut bagi siapapun yang mendengarnya. "Kalian
Sekar tersipu malu mendengar pernyataan Galih. Seolah bak gayung bersambut, kedua insan itu ibarat sedang dimabuk asmara. Mereka kerapkali saling memandang dengan pipi merah merona. Sambil Sesekali mengusap-usap rambut gadis berkulit kuning langsat itu dengan hangat. Sang gadis tersipu malu sambil sesekali menundukkan pandangan. Suasana romantis itu membuat Sulastri muak, ia berdecak kesal karena peringatannya tidak digubris oleh Sekar. Sulastri tidak menyukai Galih karena ia tahu kekurangannya, yakni lemah syahwat. Bagaimana mereka akan memadu kasih di ranjang jika sang lelaki tidak perkasa? ia memilih pergi daripada melihat keromantisan yang membuatnya muak. Berbeda dengan raja jawa, ia sangat menikmati pemandangan romantis itu. Baginya persoalan asmara tuannya bukanlah ranahnya untuk ikut campur. Sang khodam itu tahu jika tuannya adalah pria yang tulus. Sepanjang hidupnya, ia selalu fokus belajar dan berbakti pada orang tuanya. Hal itu dibuktikan dengan kesuksesannya di usia mud
Aryo mengendarai mobilnya dengan perlahan sambil menengok kanan-kiri mencari tempat yang nyaman untuk singgah. Adzan Maghrib telah berkumandang menandakan matahari segera terbenam. Namun jalan di kota itu kian padat karena berbarengan dengan orang pulang ke rumah setelah seharian bekerja demi sesuap nasi. Setelah berkeliling kota lebih dari satu jam lamanya, akhirnya Aryo menemukan penginapan yang nampak bersih dan rapi. Penginapan itu terlihat sederhana dan tidak terletak di tempat yang strategis sehingga nampak sepi. Ia bergegas turun dari mobilnya, mengecek apakah masih bersedia menerima tamu untuk menginap atau tidak. Setelah Aryo menyelesaikan proses transaksi, ia segera mengajak Sekar untuk bermalam disana. Gadis itu nampak kelelahan dengan sesekali menguap sambil berjalan sempoyongan. Lelaki itu segera memapahnya, khawatir sang gadis tiba-tiba pingsan. Beberapa orang yang berlalu-lalang mulai menatap gerak-gerik keduanya. Mereka sesekali berbisik sambil menatap sang gadis
Keduanya tengah terbuai dalam panasnya gelora asmara hingga mereka nampak telah kehilangan akal sehat. Cinta itu telah membangkitkan gairah seksual untuk terus berlanjut hingga keduanya semakin tak berdaya terperosok dalam dosa besar yang dipoles dengan kenikmatan duniawi. Tiba-tiba Aryo teringat dengan janji suci saat mereka masih SMA. Kala itu Sekar menangis pasca mengalami pelecehan oleh kakak kelasnya. Gadis itu bercerita ketika ia pulang sekolah, tiba-tiba dicegat beberapa pria yang tak dikenalnya. Ia diseret menuju gudang sekolah yang sepi. Untungnya peristiwa naas itu diketahui satpam sekolah hingga ia masih bisa terselamatkan, kesuciannya tidak terenggut akibat ulah para pria tak bertanggung jawab. Sejak saat itu Aryo bertekad untuk terus menjaga dan melindungi Sekar dari ulah lelaki manapun yang mencoba mencelakainya. Pintasan ingatan itu telah menyadarkannya untuk mengakhiri pergumulan panas itu. "Sekar, aku mencintaimu tapi aku tak ingin kita terlalu jauh" Bisik Aryo d
Galih dan Aryo segera membawa Sekar ke rumah sakit, mereka terus berdoa dan berharap jika yang dilakukan belumlah terlambat. Gadis itu masih pingsan tak sadarkan diri. Wajahnya memucat dan tubuhnya dingin.Sesampainya di rumah sakit, Sekar segera dilarikan di UGD kala itu jam masih menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Kedua lelaki itu nampak kelelahan dan tertidur di kursi ruang tunggu.Keesokan paginya, terdengar suara lelaki yang berhasil membangunkan mereka berdua."Permisi, siapa wali pasien atas nama Sekar?" tanya dokter pada kedua lelaki yang nampak saling berebut dan mengaku sebagai pacar.Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang kian mendekat, terlihat dua orang sedang berjalan menuju depan ruang UGD."Saya ibunya, bagaimana kondisi anak saya dok?" tanya sang ibu yang nampak panik, ia datang bersama anak lelaki yang merupakan adik kandung Sekar.Sang ibu mendapat kabar saat Aryo tengah perjalanan menjemput Sekar, ia terus mengirim pesan pada sang adik lelaki agar bersiap jika
Aryo yang tengah dirasuki Diandra mulai melakukan aksi heroiknya, ribuan pedang dan peluru tak mampu menembus tubuhnya seolah ia telah memiliki kemampuan tak terkalahkan. Lelaki itu terus membantai lawannya tanpa ampun, terlihat puluhan orang telah tumbang dengan beberapa kali pukulan.Galih segera mendekat ke arah Sekar namun ia terhalang Nendra. Terjadi perdebatan sengit diantara keduanya sebelum baku hantam terjadi."Kau! Lelaki brengsek! ini balasan atas persahabatan kita selama ini! kenapa kau tega!" teriak Galih mengungkapkan segala kekesalannya, ia tak menyangka orang yang dianggap saudara kini menjadi musuh yang begitu kejam!"Kau jangan pernah bicara saudara padaku! apa kau tahu rasanya kehilangan kedua orang tua, hah?!" sahut Nendra tak kalah bengisnya, ia nampak tak merasa bersalah malah terkesan adu nasib."Lantas apa aku yang harus bertanggung jawab untuk itu? apa kau lupa siapa yang membantumu saat kau tak punya uang untuk sekedar makan atau membayar uang spp? katakan si
Sekar yang masih lemas, mulai mencoba untuk bangkit dari tempat duduknya, Ia melihat Nendra sedang keluar dari mobil untuk mengambil uang di ATM. Namun, saat ia mulai menginjakkan kakinya keluar mobil, langkahnya tertahan oleh tubuhnya yang terasa berat, akhirnya dia ambruk. Gadis itu mulai membuka matanya, tubuhnya nyaris tak bertenaga namun ia mencoba untuk memperhatikan sekitar, terlihat mobil yang tengah ia tunggangi masih melaju dengan kecepatan sedang. "Kenapa kau mencoba kabur? bukankah sudah ku katakan kau tak akan bisa lari dariku?" Ujar Nendra sambil menyeringai, ia tahu bahwa kabur darinya adalah kesia-siaan. "Kenapa bapak melakukan ini padaku? apa salahku?" sahut Sekar dengan penuh kesedihan, ia tak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir setragis ini. Dalam benaknya, Sekar terus menerus berdoa, ia berharap Tuhan segera menolongnya. Namun, ia merasa doanya tak juga didengar sebab ajalnya terasa sudah dekat, padahal ia enggan untuk pergi. Akhirnya ia terus menerus meman
Sekar yang sejak pagi telah bergulat dengan tenaganya yang kian menipis, mencoba menghubungi Aryo pacarnya atau Galih sang dosen. Ia merasa tubuhnya terasa berat sehingga sulit untuk digerakkan, seolah ajalnya telah dekat. Ia mencoba mengambil ponsel yang ada di meja sebelah ranjang namun gagal, ia malah terjatuh ke lantai dengan posisi terlentang. "Sekar, apa yang terjadi? Mengapa kamu tiduran di lantai?" Sapa Galih yang tiba-tiba memasuki kamarnya. Tatapannya terlihat penuh kekhawatiran, ia mencoba membopong Sekar agar terbangun dari tempat ia terjatuh. "Terima kasih, Pak Nedra...." ucap Sekar lirih, ia tak bisa banyak berkata-kata sebab merasa tak bertenaga. "Ayo kita pergi agar kamu bisa makan dan memulihkan tenagamu," ajak Nendra sambil menuntun Sekar secara perlahan menuju restoran. Setibanya di restoran, Nendra memesan bubur ayam untuk Sekar agar tenaganya kembali pulih. Namun ketika gadis itu mulai menyantap apa yang dimakannya, perutnya terasa menolak, ia malah memunta
Sekar terbangun dengan napas tersengal, keringat dingin membasahi pelipis dan tengkuknya. Terdengar irama jantung yang berdetak kencang, seolah baru saja ia dikejar sesuatu yang tak kasat mata. Sekujur tubuhnya terasa berat, seakan sisa mimpi buruk masih mencengkram dan terasa mengerikan. Dalam mimpi itu, Sekar tergeletak di tengah lingkaran tanah lapang yang berbau anyir. Cahaya redup dari lilin-lilin hitam berkedip tak menentu, menampilkan sosok-sosok berjubah gelap yang menggumamkan mantra dengan suara yang bergema di seluruh penjuru. Ia ingin berlari, berteriak, tapi kakinya seolah terpaku ke tanah. Seseorang mendekat. Wajahnya samar, tapi sorot matanya menusuk jantung. Sekar melihat bayangannya sendiri memantul di mata mereka—bukan sebagai manusia, melainkan sebagai tumbal. Sekar meronta, berusaha melepaskan diri, tapi semakin keras ia melawan, semakin erat cengkeraman itu. Lalu, ada cahaya merah menyala, suara jeritan nyaring yang bukan berasal darinya lalu ada tombak yan
Sudah seminggu Sekar bekerja di restoran milik Nendra, teman Galih. Semua nampak baik-baik saja. Restoran itu selalu ramai dengan pelanggan yang datang silih berganti. Sekar terlihat lelah namun semangatnya tidak pudar. Ia sebagai karyawan serabutan harus mampu membagi waktu kuliah dan kerja. Sekar mulai bekerja saat ia telah selesei dengan urusan kuliahnya, awalnya memang tidak mudah sebab ia seringkali kelelahan. Namun, berkat semangat juang yang tinggi ia berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Galih seringkali mampir untuk pesan makanan atau sekedar melihat Sekar yang sedang bekerja. "Wah, rutin nih jengukin calon istri," goda Nendra pada sahabatnya. Ia tidak heran melihat kelakukan sahabatnya sebab Galih memang tipe yang mencintai secara ugal-ugalan. Waktu mereka masih berkulih, Nendra menjadi saksi saat Galih jatuh bangun mengejar dosen yang ia kagumi. Namun, ketika tahu sang dosen telah bersuami, ia mundur perlahan sebab tak ingin menghancurkan rumah tangga ses
Sekar merasa bersyukur saat problemnya dengan ibu kos telah usai. Wanita dan suami keduanya itu terlihat pasrah ketika pihak kepolisian membawa keduanya menuju kantor polisi. Wanita itu hanya memandangi Sekar dengan penuh kebencian, ia tak terima jika berakhir dalam jeruji besi. Ia merasa sudah bersusah payah mencapai semuanya namun harus kandas seketika itu juga. Tatapan mata yang menyala mengisyaratkan ia akan kembali membalaskan dendam pada perempuan yang pernah menjadi salah satu penghuni kosnya. Sekar seolah membalas tatapan wanita itu tanpa rasa takut, baginya kebenaran diatas segalanya. Ia yang tumbuh tanpa kasih sayang ayah sebab ayahnya telah meninggal saat masih kanak-kanak, merasa bahwa kebenaran juga bagian dari tanda kasih sayang antar manusia. Oleh karena itu, saat ia tahu jika sang ibu adalah dalang di balik khodam sinden yang selalu mengikutinya, hatinya terasa hancur. Sosok ibu yang begitu ia teladani, hormati dan sayangi tak berbeda seperti sang nenek yang penuh am
Sekar dan Galih segera menuju rumah mantan ibu kosnya untuk melakukan negosiasi. Keduanya optimis mampu mengubah pikiran sang ibu kos sebab mereka memiliki bukti bahwa Sekar tidak bersalah. Kasus ini berbeda dengan kasus KKN lalu yang memakan banyak korban dan terdapat banyak saksi bahwa yang dilakukan Sekar adalah bentuk penyelamatan diri. Ia terdesak karena diserang anak buah Ki Ageng hingga ia tak segan untuk membalas setiap kekerasan yang dialami. Kasus kesurupan yang kembali terjadi pada Sekar saat ini adalah murni pengaruh dadi arwah nenek penunggu kos yang memiliki dendam pada menantunya yakni sang ibu kos. Maka penyerangan yang dilakukan Sekar ialah dalam kondisi tak sadar dan bukan kesengajaan meski sulit dibuktikan karena tidak ada saksi mata. Kalaupun ada, saksi mata hanya tau bahwa Sekar kesurupan dan tiba-tiba menyerang ibu kos sehingga hal ini mudah dijadikan kasus kriminal oleh sang ibu kos yang merasa dirugikan. Kos itu terlihat sepi seolah tak ada penghuninya. Seka
"Ibu, sudahlah, jangan ikut campur urusanku, aku lebih tau mana yang terbaik untukku!" Teriak Galih, ia sudah merasa cukup bersabar atas segala intervensi sang ibu, sudah saatnya ia menemukan kebahagiannya sendiri. "Ibu tahu yang terbaik untukmu! kau tidak bisa bersama gadis ini! khodam pesinden tidak cocok dengan khodam raja jawa! Dia bisa melemahkan kekuatan keluarga kita!" Teriak sang ibu tak mau kalah, ia merasa lebih tahu segalanya daripada apa yang dipikirkan anak lelakinya. "Ibu sudahlah, aku lelah, tolong beri aku kesempatan kali ini saja untuk membuktikan pada ibu kalau aku bisa menemukan jodohku tanpa bantuan ibu," sanggah Galih dengan suara merendah, ia sebenarnya cukup lelah dan ingin beristirahat, terlihat matanya memerah dan berair tanda ia ingin tidur. Sekar hanya terdiam melihat perdebatan antara ibu dan anak. Ia diam membisu tak berani menatap ibu dari dosen penyelamat, apalagi membalas semua ucapannya. Sang ibu yang memiliki naluri kuat, memilih untuk beranja