“Dasar bajingan!”Teriakan memaki Floryn terdengar diantara suara letupan jantung Alfred yang berdebar kencang. Pipi Alfred merah bersemu, hangat dan lembut bibir Floryn masih menempel di bibirnya.Respon marah Floryn berlawanan dengan Alfred yang kini bergerak tersipu malu akan tindakan yang dia perbuat sendiri.Alfred sama sekali tidak bermaksud akan mencuri sebuah ciuman dari Floryn, namun saat dia melihat kilatan marah mata Floryn diantara topengnya, bibir mungilnya yang mencebik menahan kesal, Alfred terpanah, dia tergoda dengan marahnya. Alfred tidak dapat mengontrol diri hingga akhirnya melakukan sesuatu yang selama ini ingin dia lakukan pada gadis itu.Alfred mengusap bibirnya, dia menatap polos Floryn tanpa rasa bersalah. “Bisakah kita melakukannya lagi?” tanya Alfred dengan serius.Floryn tercengang tidak menduga Alfred Morgan akan mengatakan sesuatu yang lebih tidak tahu malu setelah bertindak tidak bermoral kepadanya. “Enyahlah!” Floryn kembali memaki dan tidak lagi ber
Samantha terlihat kebingungan ketika dia menginjakkan kakinya di depan kediaman Floryn dan Julliet. Empat hari yang lalu tidaklah seperti ini, semuanya serba gelap sedikit gersang sebagaimana biasanya perumahan kumuh yang tidak terawat.Kurun dari empat hari dia tidak memperhatikan, pemandangan rumah kumuh yang dia lihat belasan tahun itu telah hilang entah kemana.Tangga panjang yang terdiri dari ratusan blok itu kini diterangi banyak lampu, dinding tembok berlumut telah dibersihkan menjadi baru, tidak terlihat lagi pemabuk yang bersemunyi di kegelapan.Pandangan Samantha teralihkan pada puluhan pot bunga yang terpajang dengan atap baru dan kokoh, tangga menuju lantai dua telah berubah dan memiliki pegangan besi yang lebih besar, saluran keran air berada di beberapa sudut tempat.Semua perubahan ini pasti membutuhkan banyak biaya, tidak mungkin Julliet dan Floryn mampu melakukannya, mereka berdua sangat miskin.Lantas siapa yang melakukannya? “Bibi,” sapa Julliet mengeluarkan kepal
Issabel keluar dengan tergesa, sekilas dia melihat kesekitar memastikan jika Emier belum pulang.Issabel sudah memeriksa kamera mobil, dia tidak menemukan petunjuk apapun selain sebuah tangan dengan pisau dapur. Dia terprovokasi oleh pesan anonym itu karena saat ini, hanya Rachel yang sedang terlibat masalah dengannya.Bukan suatu yang mustahil jika Rachel membayar seserang untuk membuntutinya dan mengganggu proses penjualan apartementnya.Ketukan langkah kaki heels terdengar tajam di lantai, Issabel langsung pergi menuju ke kamar Rachel yang berada di lantai dua. Tanpa mengetuk pintu, wanita itu langsung membukanya dan masuk ke dalam.Rachel yang tengah bersantai dengan buku majalahnya segera duduk. “Ibu, ada apa?” tanya Rachel dengan senyuman tidak nyamannya mendapatkan tatapan tajam tidak bersahabat dari Issabel.“Kau membayar seseorang untuk membuntutiku?” tanya Issabel dengan nada yang tajam.Kening Rachel mengerut tidak mengerti. “Apa maksud Ibu?”“Jangan berpura-pura tidak tah
“Kenapa kau belum tidur?” tegur Julliet melihat kedatangan Floryn ditengah malam hanya untuk mengembalikan laptop yang telah dia pinjam.“Aku tidak bisa tidur. Kau sendiri kenapa tidak bekerja?”Julliet menggeleng, menikmati sebatang rokok dengan segelas anggur. “Hari ini aku sedang datang bulan.”“Seharusnya kau berhenti merokok dan minum alcohol dulu, nanti perutmu keram,” nasihat Floryn.Julliet tertawa tidak terpengaruh oleh nasihat temannya.Floryn berdiri menyandarkan bahunya pada kusen jendela, malam akan segera berakhir kurang dari tiga jam lagi. Rumah bordil Samantha tampak masih beroperasi karena suara musiknya bisa sampai terdengar keluar.Melihat keterdiaman Floryn yang melamun untuk menghabiskan beberapa menit waktunya dengan memandangi malam dengan wajah yang pucat, Julliet akhirnya mematikan rokok di tangannya dan mendekat, berdiri di hadapan Floryn.“Flo, ada apa?” tanya Julliet menyentak keterdiaman Floryn.Floryn tertunduk menyembunyikan kesedihan yang sulit untuk
“Nona, maaf saya datang terlambat.”Nara terdiam berdiri besandar pada pagar balkon masih mengenakan gaun tidurnya, gadis kecil itu tengah melihat keramaian banyak orang asing yang terus berdatangan ke rumahnya. Orion, anjing peliharaannya terlihat asyik berlarian di sekitar kakinya.Floryn semakin mendekat, menyadari Nara yang selalu hyperaktif, kini terlihat tidak begitu bersemangat. “Nona, apa ada sesuatu yang mengganggu perasaan Anda?”Nara tetap diam, butuh waktu beberapa menit untuk Floryn menunggu Nara berkenan bicara.“Aku tidak suka bertemu para nona bangsawan,” ucap Nara menopang dagunya di kepalan tangan.“Mengapa?” tanya Floryn berhati-hati.“Mereka membosankan dan bermulut tajam,” jawab Nara terdengar menggerutu.Floryn tersenyum lembut, dia memahami betul perasaan Nara. Kalangan bangsawan selalu memiliki aturan etika dalam segala tindakan, Nara yang sudah berusia Sembilan tahun telah dianggap bukan anak-anak lagi, dia pasti dituntut berlaku anggun dan lebih bijaksana.Se
Hari ini, Nara menggunakan gaun selutut berwarna biru polos dengan topi besar yang berenda, rambut panjangnya terikat dihiasi oleh pita. Nara berjalan dengan tali pengekang di tangannya, membawa Orion untuk ikut serta karena para tamu juga membawa hewan peliharaan.Dibelakangnya, Floryn berjalan menjinjing sebuah keranjang rotan berisi maianan dan keperluan Nara.Pagi ini, mereka berdua akan pergi menuju villa keluarga Morgan yang terletak di pinggiran sungai. Villa itu berjarak hampir satu kilometer dari rumah utama. Jalan-jalan setapak dan berbatu khusus kuda berkelok dengan rumput-rumput liar yang tumbuh, sementara jalanan yang bisa dilalui mobil diteguhi oleh pohon-pohon bamboo melengkung ke jalan, pinggiran jalan terhalang oleh pagar kayu memungkinkan untuk hewan liar tidak bisa lewat sembarangan.Sepanjang jalan Floryn mengingatkan Nara tentang cara memberi salam pada beberapa tamu yang berasal dai negara berbeda. “Nona, Anda tidak lelah?” tanya Floryn.Nara menggeleng, sesek
Dua buah kapal yang membawa Nara dan anak-anak lainnya mulai kembali mendekat ke daratan, suara tawa mereka masih terdengar.Matahari yang bersinar cerah sudah mulai berada di puncaknya. Floryn memeriksa smartwatch, memastikan jika waktunya Nara pulang tidak terlambat, sudah waktuya Nara pergi tidur siang.Begitu Nara sudah kembali, dengan sigap Floryn merapikan pakaiannya yang sempat berantakan. “Anda menikmatinya Nona?” tanya Floryn.Nara mengangguk dengan senyuman cerahnya. Beberapa menit sebelum pergi ke tempat ini, Floryn mengumpulkan beberapa jenis makanan dari berbagai negara yang dibuat khusus Felix. Floryn menganjurkan Nara untuk membagikan permen cokelat, kue rumput laut dan kue cup keju.Anak-anak lebih suka makanan yang didominasi manis, asin dan gurih. Tampaknya rencana Floryn cukup berhasil membuat para tamu menyukai Nara. “Sudah waktunya Anda pulang, Nona. Anda harus beristirahat,” kata Floryn.“Aku rindu Alfred, ayo temui dia dulu,” ajak Nara melompat menuruni tangga
Floryn menggigit bibirnya menahan ringisan sakitnya kala gigi Nara menusuk permukaan kulitnya dengan kencang sampai membuat tulang ibu jarinya linu sakit berada dalam cengkraman gigitan. Nara kalap, dia tidak tahu bagaimana meluapkan kesedihan dan amarahnya yang menjadi satu, dan kini dia menjadi menjadikan tangan Floryn sebagai pelampiasan begitu kedua tangannya yang ingin memukul kepalanya sendiri ditahan Floryn.Air mata tergenang di pelupuk, mata Nara yang basah berkilau menatap gemetar Floryn yang menahan sakit dalam diam. Floryn segan menghentikannya, dibandingkan membiarkan Nara melukai dirinya sendiri, lebih baik Floryn yang terluka. Dia sudah dewasa, dan dia sudah terbiasa dilukai.Dua pengawal saling melirik terjebak kebingungan, mereka tidak tega melihat Floryn yang kesakitan, disisi lain mereka tidak tahu bagaimana cara menenangkan Nara agar dia berhenti menggigit Floryn.Darah mengucur terjatuh, menodai dagu Nara. “Hentikan Nara!” teriak Alfred menahan lengan Floryn da