Namun ketika akhirnya Gamal mulai beranjak pergi, aku langsung menyusul di mana Gamal melangkah masuk ke dalam kamar kami yang masih dipenuhi tumpukan kado yang masih belum kami sentuh.
Gamal menjadi tak bisa menyembunyikan emosinya ketika melihatku menerima pemberian dari kakaknya yang sekarang bingkisan berukuran sedang itu diremas dengan kesal oleh Gamal yang tampak jelas sangat tak suka dengan apa yang aku lakukan.
“Mas, kumohon jangan salah paham kalau menerima kado dari kakak kamu, aku melihatnya sebagai anak dari umi dan dia itu juga kakak kamu Mas.”
Aku berusaha menjelaskan alasanku.
Gamal masih bergeming. Namun setelah itu mulai melakukan hal yang tak terkira lain.
Gamal langsung merobek bingkisan berwarna biru itu, hingga terpampang di depan kami isi kado yang sudah diberikan oleh Tony tadi.
Ketika melihat Tony memberikan sebuah lingerie
Semalam Gamal tak bisa dihentikan. Dia menjadi semakin tak terkendali saat melihatku menjajal ‘baju-baju haram’ yang ia pilih sendiri.Alhasil di pagi hari aku merasa ngilu bahkan sedikit perih karena ulahnya.Terlebih suamiku itu memiliki stamina yang sangat prima yang kadang membuatku tak habis pikir.Karena aku masih cuti dari kampus, aku memilih menghabiskan waktu pagi ini dengan berjalan-jalan santai di area belakang rumah yang nyatanya memang sangat luas.Aku memilih menghindari Gamal sejenak, yang pagi ini harus memeriksa pekerjaan di ruang kerjanya. Jika aku berada di dekatnya, bisa dipastikan Gamal tidak akan bisa bekerja dengan baik.Tak ada kegiatan berarti yang bisa aku kerjakan. Ghana dan Ghara sudah berangkat sekolah sementara Abi Ali sudah pergi ke kantor, sedang Umi Risa dan bunda sekarang sedang menghadiri kajian di sebuah majelis di masjid terdekat.
Aku langsung menyergap tajam pada Gamal yang bahkan saat ini sedang memelukku.Sejenak aku malah terseret dengan sebuah praduga pada suamiku sendiri.“Janji yang mana sih?” Gamal bertanya dengan tegas.Setelah itu wajahnya mulai berubah memancarkan aura yang lugas.“Dengar ya Tante, aku tak pernah menjanjikan apapun pada anak Tante.”“Tapi Nita mengatakan sesuatu yang berbeda, di saat kamu selesai mengambil keuntungan dari anakku Nita.”Aku langsung terkesiap ketika mendengar kata-kata Tante Firna yang ambigu.Sementara saat ini wajah Gamal terlihat semakin tegang. Kernyitan gusar tersaji lugas di keningnya.“Apa yang sedang ingin Tante katakan,” sergah Gamal tegas.Tapi aku sontak menyergap wanita yang sekarang bahkan sedang menenteng tas birkin lim
“Sekarang katakan hal pertama apa yang harus aku pelajari dari kebiasaan keluarga Abi Ali?”Aku kembali mencecar Gamal yang malah memandangi wajahku dengan lekat.“Kamu pengen tahu apa pengen tahu banget?”Gamal malah mengerlingkan matanya sengaja memancing kekesalanku.“Mas, aku serius nih ...”Gamal malah tergelak ketika melihat gurat kesal di wajahku.“Habisnya kamu itu tegang banget, jangan tegang gitu dong sayang. Lagian keluargaku itu tak seseram yang kamu bayangkan.”Gamal kemudian menatapku dengan sungguh-sungguh.“Percayalah kamu cukup bersopan santun seperti biasa, soal bahasa, ada aku di sisi kamu, aku akan jadi penerjemah kamu. Lagipula sebagian keluargaku ada yang fasih berbahasa Indonesia.”“Tapi soal ada
[“Apa kamu tahu ke mana kira-kira Mas Gamal pergi sekarang?”]Aku menunggu jawaban dari seberang sana untuk beberapa saat.[“Apa Pak Adhi nggak bisa dihubungi Mala?”][“Aku sudah menelpon sejak tadi, sama sekali tak ada balasan, bahkan ponsel Mas Gamal tidak aktif. Tolong Tama katakan padaku kalau kamu tahu sesuatu.”]Terdengar helaan nafas panjang dari seberang sana.[“Aku sendiri nggak bisa memastikan Mala, ke mana Pak Adhi pergi malam ini.”][“Padahal besok, kami berencana untuk berangkat pagi ke Qatar,”] gumamku lirih.[“Coba aku akan tanyakan pada departemen keuangan barangkali mereka ada meeting mendadak malam ini. Nanti aku kabari lagi.”][“Baiklah, aku tunggu kabar dari kamu ya.”]Setelah itu aku langsung m
GAMAL POV“Jelaskan soal foto ini Mas!” desak Mala, yang membuatku langsung memusatkan perhatian padanya setelah dia menunjukkan foto kebersamaanku dengan Sherly.Aku berusaha untuk bersikap wajar, dan menanggapi cecaran istriku dengan senyuman.“Jangan nyengir kayak gitu Mas, kamu jadi nggak ganteng blass...”Mala kian mengunggah kekesalannya. Dia bahkan menyebutku nyengir di depannya, membuat senyumku langsung lenyap.Aku semakin tak bisa merahasiakan pertemuanku tadi dengan Pattinama, pria yang bahkan sekarang sudah menjadi mertuaku sendiri.Karena pertemuanku dengan pria itu pada akhirnya tidak menjadi baik, karena pria itu malah berakhir di rumah sakit saat jantungnya kambuh dengan mendadak setelah aku bersikap tegas di depannya dengan membatalkan semua poin perjanjian kerjasama.Bagaimana aku tidak murka, kalau nyatanya dia malah terungkap jelas sedang melakukan penipuan. Pattinama sudah melakukan markup gila-gilaan untuk biaya pembebasan lahan. Bahkan aku sempat mendapat lapora
“Katakan apa yang kamu minta?”Aku menunggu dengan penasaran apa yang akan diminta oleh Mala.Saat ini saja wajahnya menampakkan gurat keseriusan yang sebenarnya membuatku sangat resah.“Aku mohon jangan katakan kabar ini pada bunda. Jangan ada yang tahu soal dia yang sedang sakit.”“Iya, sayang, aku tak akan mengatakan apapun pada bunda.”Aku mengiyakan saja permintaan istriku. Aku bisa merasakan kecewa di hatinya yang membuatku langsung memaklumi atas sikapnya yang terlihat antipati dengan ayahnya sendiri.Aku tak akan menyalahkan Mala, jika dia tak bisa mudah untuk memaafkan ayahnya, bahkan sampai sekarang saja Pattinama tak pernah meminta maaf pada anaknya.Pria itu tak pernah menyadari kesalahannya bahkan tetap saja menyalahkan Mala, yang sebenarnya sudah difitnah oleh wanita yang sudah dinikahinya
Mala POVAku bisa merasakan jika sikap possesif Gamal kembali kambuh kala aku didekati oleh para sepupunya. Mereka memiliki wajah yang hampir mirip dengan Gamal. Memiliki penampilan yang good looking benar-benar gambaran pria idaman.Tapi pesona mereka tak akan pernah menggoyahkan aku. Bagiku tetap suami pria yang paling tampan di dunia.Meski aku sudah menegaskan pada Gamalku yang pencemburu kalau aku tidak akan tertarik dengan pria-pria mempesona itu, Gamal tetap saja memberikan perlakukan possesifnya termasuk melarangku menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para sepupunya sendiri.“Berapa lama kamu mengenal Gamal?”Salah seorang dari sepupu Gamal melontarkan pertanyaan padaku setelah kami menyelesaikan pesta resepsi yang kemegahannya menjadi pembicaraan di kalangan publik negara itu.Sejak awal ketika mereka mulai mendekatiku, Gamal semakin gencar menjauhkan aku dari saudara sepupunya sendiri.Pria itu sedikit memahami bahasa Indonesia, karena itu sepupu Gamal yang terlihat paling mu
“Kejutan apalagi sih Mas?” tanyaku.“Kamu mau tahu apa mau tahu banget.”Gamal malah menggodaku sembari tersenyum membuat ketampanannya bertambah besar.“Mau tahu banget,” jawabku cepat.Gamal langsung tergelak lebar.Segera setelah itu Gamal memberi isyarat pada salah seorang pelayan yang masih bertahan di sekitar kami dengan gerakan tangannya.Setelah itu mulai terdengar suara alunan musik yang lembut dan romantis, sebuah lagu berjudul Endless Love yang sangat melegenda.Aku sungguh tak menduga kalau suamiku bisa bersikap romantis seperti ini.Aku malah menjadi rikuh ketika Gamal bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan di depanku.“Apa ini kejutannya Mas?”“Aku akan menunjukkan kejutannya nanti setelah
Sungguh aku tak menduga kalau Sherly akan mengambil jalan pintas yang jelas begitu bodoh.Ketika mendengar berita kematiannya karena bunuh diri, aku benar-benar tak habis pikir.Jadi ini rencana yang sempat dia isyaratkan beberapa waktu lalu, ketika kami berbicara setelah pernikahan ayah dengan bunda.Sherly lebih memilih mati dengan masih mempertahankan kecantikan yang selalu ia banggakan."Sherly, bangun ... !"Lola terus meraung di samping jenazah putri kesayangan, alih-alih mengaji demi menentramkan jiwa anaknya yang sudah berpindah alam.Bunda yang berada di sampingku, hanya melirik sekilas pada mantan madunya. Beliau lebih memilih untuk kembali meneruskan membaca surat Yasin.Aku juga tetap khusyu dengan bacaanku, mengabaikan tangisan Lola yang sudah terasa sangat mengganggu.Sampai akhirnya Sisca mendekat untuk menenangkan. Ketika Lola masih saja menjerit histeris, pada akhirnya Sisca memaksa mamanya untuk beranjak pergi."Ma, ayo ke atas saja, Mama bisa sepuasnya menangis di s
“Kenapa, Mas?” Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. “Aku tak mau kamu tertulari penyakit kotor yang diderita wanita itu saat ini.” Aku terkesiap dengan wajah terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Gamal. “Maksud kamu apa Mas?” Gamal menatapku lurus. “Kemarin sebelum Tony berangkat ke Eropa untuk berobat, dia mengaku padaku kalau beberapa hari sebelum sakit dia sudah tidur dengan Sherly. Jadi aku menyarankan pada mantan saudara tiri kamu ini untuk melakukan pemeriksaan.” Gamal lalu menegaskan tatapannya pada Sherly yang sedang mendengus kesal padaku. “Perlu kamu tahu kalau sebenarnya Tony terinfeksi HIV, dan dia sekarang harus mendapatkan perawatan insentif di Jerman.” Sekarang malah Sherly yang tampak sangat terkejut dengan kedua matanya membeliak tajam ke arah Gamal.
Aku dan Gamal benar-benar tak lagi bisa menghindari permintaan Umi Risa. Pada akhirnya kami mengantar beliau ke rumah sakit menemui Tony yang sekarang tampak semakin melemah bila dibanding saat kami terakhir kali melihatnya beberapa hari lalu.Umi Risa terus saja menjatuhkan air matanya, menjadi sangat tega melihat keadaan putra pertamanya yang sangat kesakitan.Ketika melihat kedatangan Umi Risa bersama kami berdua, Tony yang kian tirus itu tampak sangat kaget bahkan hanya bisa terperangah untuk beberapa saat dengan tatapan yang agak menegas ke arah Gamal sebagai isyarat ketidaksetujuannya atas keputusan Gamal untuk membawa Umi Risa ke rumah sakit.“Aku sudah tidak bisa menutupinya terlalu lama dari Umi,” ucap Gamal seakan menjawab pertanyaan yang terlontar dari tatapan Tony yang tajam.Tony menjawabnya dengan sebuah tarikan nafas panjang sembari ia menggerakkan kepalanya ke samping sepe
“Lalu dia kenapa sampai menangis seperti itu?”Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku.“Kenapa kamu tak tanyakan saja sama dia?”Aku mendesah jengah melihat sikap suamiku yang masih saja sarkas dan sinis pada kakaknya yang bahkan sekarang masih saja menangis dengan sangat sedih.Aku langsung menegaskan tatapanku pada Gamal yang kemudian malah menanggapiku dengan kedikan di kedua bahunya.Tanpa menunggu lama aku langsung mendekati Tony, berusaha menenangkan pria itu sebisanya.“Jangan menakutkan apapun, percayalah Tuhan itu Maha Pengasih. Aku yakin kalau kamu bertobat dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan mengampuni kamu.”Setelah itu aku mulai mengambil sekotak tisu dari atas nakas dekat ranjang dan menariknya beberapa lembar untuk aku ulurkan pada Tony yang sekarang sudah menatap ke
“Siapa sih Mas yang sakit?”Aku semakin tak sabar dan terus penasaran.Tapi kemudian Gamal malah menarik nafasnya sangat dalam.“Kamu bilang kemarin aku harus memperbaiki hubunganku dengan kakakku.”Aku sedikit mengernyitkan dahi.“Jadi Mas Tony sekarang yang sedang sakit? Dia sakit apa?” Aku segera mengunggah tebakanku.Gamal malah melirik tajam ke samping ke arahku yang juga sedang melekatkan tatapanku padanya.“Udah aku bilang jangan panggil dia Mas ... “Aku mendesah jengah. Dalam keadaan seperti ini Gamal masih saja posesif dan di depanku malah seringkali bersikap terlalu manja seperti anak kecil.“Iya, iya maksud aku Tony, dia sakit apa?” tanyaku lagi.“Penyakit yang aku yakin pasti akan membuatnya insyaf
Semua orang bersungguh-sungguh saling tarik menarik tali tambang, benar-benar berusaha untuk menjadi pemenang.Aku bersama timku yang tampak sangat antusias berusaha untuk memenangkan perlombaan.Sementara pihak Ela juga tak mau mengalah.Semua gigih berjuang hingga akhirnya aku bersama timku berhasil mengalahkan tim Ela.Tapi meski aku menang aku kemudian malah tak bisa menyeimbangkan diri, dan jatuh tersungkur, yang tak pernah aku sangka malah membuat semua orang panik, termasuk juga Gamal yang langsung mendekat untuk membawa tubuhku ke dalam gendongannya.Sikap Gamal yang terlalu berlebihan malah membuatku risih sendiri terlebih saat melihat tatapan iri dari karyawan Gamal yang lain.“Mas, turunkan aku, aku nggak apa-apa!” sergahku kesal dengan kedua kakiku bergelinjang meminta suamiku untuk menurunkan aku dari gendongannya.
“Sayang bagaimana kalau kita mulai melakukan program kehamilan?” Aku terkesiap menjadi tak bisa menyembunyikan kegusaranku. “Program hamil Mas?” Gamal menatapku kian tegas. “Kenapa, apa kamu keberatan?” “Kan aku tadi sudah bilang aku nggak mau hamil dulu dalam waktu dekat ini.” Aku menegaskan kalimatku. Gamal langsung mengenyit lugas memandangku dengan sorot matanya yang tajam. “Sekarang katakan padaku apa alasan kamu menunda kehamilan?” “Aku masih belum lulus Mas. Bahkan sebentar lagi aku akan sangat sibuk dengan skripsi. Aku nggak mau menunda semua itu lagi Mas.” “Mala, kalau soal kuliah kamu bisa menjalaninya setelah kamu melahirkan, aku janji kehadiran anak kita nantinya tidak merepotkan kamu sama sekali.” Gamal kian gigih meyakinkan aku. Aku menggeleng masih bersikeras dengan cita-citaku. “Sayang, aku tidak menyalahkan kamu yang masih ingin mempertahankan cita-cita kamu. Tapi aku juga minta kamu mempertimbangkan tentang status kamu sekarang.” Aku mendesah pelan dan m
“Yakin Mas, akan mengabulkannya?”Aku masih berusaha untuk memastikan.Gamal langsung mengiyakan dengan anggukan pasti sembari ia mulai membelai rambutku yang baru saja mendapat perawatan di salon mahal, yang sekarang aromanya menjadi harum semerbak.Aku masih menelisiknya dengan ragu.“Udah sayang, katakan saja.”“Kalau aku minta Mas Gamal baikan sama Mas Tony, apa Mas Gamal mau melakukannya?”Gamal sontak mengangkat punggungnya padahal tadi bersandar dengan sangat nyaman di sandaran sofa.“Sejak kapan kamu manggil Tony dengan sebutan Mas, kamu hanya boleh manggil sebutan Mas, padaku saja?”Gamal malah marah dengan panggilanku pada Tony, kakaknya satu ibu itu.“Kan panggilan Mas itu buat seorang lelaki yang lebih tua dari kita.”&
“Jadi sekarang kalian tinggalkan rumah ini, dan jangan pernah kembali.”Gamal kian menegas dengan tatapan yang sekarang terlihat begitu tajam.“Soal Sisca, dia itu anak kamu jadi urus saja dia sendiri, lagipula sekarang Adeo Pattinama berada di dalam penjara dan sudah tak bisa melakukan apapun seperti yang sudah kamu katakan tadi.”Gamal membalik ucapan Lola, yang membuat wanita itu kian kesal karena ucapannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.“Jangan bebankan Sisca pada Mala, meski Sisca dan istriku saudara satu ayah bukan berarti dia harus mengambil alih semua tanggung jawab tentang Sisca.”Lola dan Sherly terdiam mereka tampak sangat geram karena telah dikalahkan oleh Gamal yang terus membelaku tanpa jeda.Pada akhirnya tak ada lagi yang bisa mereka lakukan lagi kecuali berbalik pergi bersama Sisca yang kemud