“Tinggallah denganku di sini,” ulang Ned.
Mata indah itu melebar mendengar ucapan Ned.“Kakak, aku... Ini tidak benar.” Qiana kebingungan memikirkan cara untuk menolaknya.“Kenapa? Kau takut?” Ned memajukan badannya, menatap penuh minat pada raut yang kebingungan itu.“Aku... aku... Aku harus menjaga ibuku. Ibuku sedang di rumah sakit dan tak ada yang menjaganya.” Qiana merasa lega menemukan alasan bagus untuk menolak. Tinggal dengan lelaki ini? Dia bahkan merasa gelisah meski hanya bersamanya beberapa menit.Ned menyeringai mendengar alasan Qiana. Dia mengetukkan jarinya di permukaan meja dan berujar, “Begitu?”Qiana mengangguk cepat mengiyakan.“Bagaimana kalau aku menemukan seseorang yang bisa menjaga dan merawatnya lebih baik darimu? Apa kau mau tinggal denganku?”“Ibu akan bertanya-tanya....” Kini Qiana ketakutan. Ned tampak serius dengan perkataannya. Dan Qiana telah berjanji untuk mematuhinya.“Qiana mengkerut dalam pelukan Ned. Lelaki itu seenaknya meletakkan lengan di bahu kecilnya dan menariknya agar lebih dekat. Qiana bisa merasakan aroma segar dari tubuh besar itu.“Kakak....” Qiana menggeliat melepaskan diri. “Aku ingin mandi. Rasanya gerah sekali.”Ned mengangkat alisnya. Dia menyukai ide itu. Rasanya dia tidak sabar melihat penampilan gadis itu setelah mandi.“Ikuti aku.” Ned bangkit dan beranjak kembali ke kamar yang tadi dia tinggalkan. Waktu tak merasakan pergerakan di belakangnya, dia berbalik.“Kenapa masih di situ? Kau bilang ingin mandi.”Qiana masih berdiri di dekat sofa, enggan mengikuti Ned yang berjalan ke kamar.“Aku... aku tidak membawa baju ganti.” Qiana di jemput di tempat kerjanya. Padahal dia sudah menyiapkan barang-barangnya di rumah sakit.“Aku sudah menyuruh orang menyiapkan baju untukmu. Jadi mandilah segera. Aku sudah memesankan makan malam untuk kita.” Ned menjadi tidak sabar.
Senyum Qiana menjadi masam. Dia turut berhenti melangkah. Tergagap bertanya pada lelaki di depannya. “A... ada apa? Apa kau lupa sesuatu?”Ned bergerak maju beberapa langkah. Hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa senti saja. “Qiana Neilson. Sebelum kau sempat berpikir terlalu jauh, aku akan memperingatkan. Jangan coba-coba bermain denganku. Karena aku pasti akan menghukummu.”“Ehm,” Qiana berdehem mengurangi perasaan gugupnya mendengar peringatan dari Ned. “Tentu saja. Mana berani aku bermain-main dengan Kakak. Aku sangat serius.”Mereka saling tatap sejenak. Ned dengan pandangan mengancam. Qiana dengan mata polosnya. Ned yang lebih dulu memalingkan wajah. Dia melanjutkan langkahnya ke ruang makan. Seorang pelayan telah menata meja dan menyiapkan makan malam. Wanita itu melirik sekilas pada Qiana dan melanjutkan pekerjaannya. Sebuah gosip baru, pikirnya. Tuan Zavier memiliki peliharaan baru. Bukankah biasanya gadis-gadis
Qiana terbirit-birit masuk ke walk in closet. Memilih sebuah gaun tidur yang tidak transparan dengan tali kecil di bahu. Setelahnya dia dengan enggan keluar dari sana.Ned menunggu sambil duduk di tepi ranjang besar di tengah ruangan. Dia mengangkat wajahnya pada sosok ramping yang melangkah dari balik pintu. Lalu tersenyum puas pada pemandangan di depannya.Qiana memeluk dirinya seperti orang kedinginan. Tapi sebenarnya itu merupakan upaya untuk menutupi sebagian tubuhnya dari tatapan Ned meski sia-sia.“Kemarilah,” ujar Ned dengan rasa tertarik yang penuh. Dia memberi isyarat dengan tangannya agar Qiana mendekat.“Kakak, aku sangat mengantuk sekarang. Jadi dimana aku mesti tidur?” Qiana berusaha mengalihkan pembicaraan.Jangan katakan kau ingin kita tidur di sini, di kamar yang sama, ranjang yang sama! Qiana was-was dalam hatinya.“Menurutmu?” Ned kembali kesal.“Karena sepertinya kau tidak memiliki kamar yang lain, ja
Qiana terbangun dengan perasaan linglung. Dia menatap sekeliling dan baru tersadar sesaat kemudian bahwa dia sedang berada di kamar Ned. Entah kenapa dia tidak terjaga sekali pun. Dia tertidur nyenyak sepanjang malam saat sebelumnya dia berpikir takkan bisa tidur.Tapi dimana lelaki itu? Dimana Ned?Hari masih terlalu pagi. Apa mungkin Ned bangun cepat? Saat Qiana berniat turun dari ranjang, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Ned masuk masih dengan pakaian yang sama dengan tadi malam.“Kau sudah bangun?” tegur Ned sambil melangkah masuk. Lalu dengan seenaknya melepas baju di.depan Qiana kemudian melemparnya sembarang.“Kakak... kau... kenapa melepas bajumu.” Disuguhi pemandangan mendebarkan seperti itu, Qiana menjadi panik sendiri.Ned melihat sekilas pada Qiana sambil mengerutkan alis. “Apa aku tidak boleh melepas baju di kamarku sendiri?” “Tapi... tapi....” Qiana memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Meskipun begitu b
Qiana pergi ke rumah sakit setelah membersihkan diri di toilet kampus. Meskipun begitu dia tidak bisa menghilangkan jejak penyerangan itu di tubuhnya. Masih ada aroma tidak sedap yang tersisa. Tanpa mempedulikan pandangan orang-orang yang dilewatinya, Qiana menuju ruang perawatan ibunya. Di dalam dia terkejut dengan kehadiran seseorang.“Tuan Jackson, apa yang anda lakukan di sini?” Qiana menatap keheranan pada Adam yang sedang duduk di sebuah kursi dekat ranjang.Ibu Qiana terlihat senang ketika bercakap-cakap dengan Adam. Senyum terlihat tidak henti-hentinya menghias wajah wanita itu.“Jangan terlalu formal. Aku sudah bilang, panggil saja aku Adam.” Adam mengendus bau yang tidak nyaman dari kehadiran Qiana. “Apa yang terjadi? Baumu seperti baru tercebur di selokan?” Adam mengernyitkan hidungnya. Merasa terganggu penciumannya. “Dan kenapa dengan dahimu?”Ada goresan luka bekas kuku di atas alis Qiana sebelah kiri. Audie sempat
Qiana mengernyit waktu dokter yang dipanggil Ned ke kamarnya mengoleskan obat luka di keningnya yang tergores.Hanya luka kecil, kenapa orang ini begitu repot memanggil dokter? Tanpa diobati pun akan sembuh dengan sendirinya nanti. Qiana bergumam ribut di dalam hati. Bibirnya tertekuk menahan keinginan untuk protes.Di depan sana, Ned duduk di sofa sambil menumpang kaki. Di pangkuannya tergeletak beberapa dokumen. Dia sedang menandai bagian-bagian di dalamnya dengan sebuah pulpen. Mencoret-coret tidak jelas, menurut Qiana.Entah kenapa makin lama, Ned makin menyebalkan. Bagaimana dia bisa tahu tentang keributan tadi pagi tanpa beranjak dari hotel? Apa benar seperti yang pernah dikatakan Beatrice tempo hari, tuan Zavier memiliki banyak mata?“Bukan luka yang serius,” ujar sang dokter sambil menempel plester menutup luka Qiana.Ned mengangkat wajahnya dari dokumen di tangan. Saat itu matanya bertemu dengan pandangan Qiana yang diam-diam men
“Eh, bukankah itu Audie?” Qiana bergumam dalam keterkejutannya. Meski mereka adalah seteru, dia tidak berharap Audie sesial itu.“Apa mungkin....” Qiana pernah mendengar tentang gosip dunia gelap yang dikuasai Ned. Ada banyak kekejaman yang hanya menjadi dongeng tapi tidak pernah terbukti. Apa mungkin masalahnya bisa jadi seserius ini? Ned membalas perbuatan Audie yang sudah menindas kekasihnya.Tanpa berpikir panjang, Qiana pergi ke ruang kerja lelaki itu. Dia mengetuk sebentar dan masuk setelah sebuah suara mengijinkan.Ned tenggelam dalam pekerjaannya. Dia tidak mendongak untuk melihat siapa yang datang. Mungkin karena dia sudah bisa memastikan orang yang mengetuk pintu.“Ada apa? Apa kau memutuskan untuk bersenang-senang denganku?” Ned masih tidak melihat pada Qiana.Qiana mengabaikan ocehan ambigu Ned. “Apa kau sudah mendengar kalau Audie kecelakaan?”“Siapa Audie? Aku tidak kenal.” Ned malah balik bertanya.“Dia ga
Audie baru saja kembali dari kamar mandi dengan dipapah ibunya, nyonya Cadmael ketika pintu ruang perawatan VIP itu terbuka. Tuan Cadmael masuk dengan wajah merah karena marah. Di belakangnya, Aaron Cadmael mengiringkan langkah ayahnya. Wajahnya terlihat muram.Begitu melihat Audie, lelaki tua itu langsung melayangkan sebuah tamparan ke wajah Audie. Gadis itu terlempar ke atas tempat tidur. Dia tidak percaya kalau ayahnya bisa melakukan hal seperti itu padanya.“Louis, apa yang kau lakukan? Putri kita baru saja mengalami kecelakaan, tapi kau menamparnya? Kau.. kau bahkan tidak pernah memukulnya sebelumnya!” Nyonya Cadmael histeris. Dia mencoba menghalangi niat suaminya yang sudah hendak melayangkan sebuah pukulan lagi.“Biarkan aku menghajar gadis liar ini!” Tuan Cadmael menepiskan tangan istrinya yang memegangi tangannya. Dia memburu ke depan ke arah Audie yang sudah menangis menahan kesakitan.Untunglah Aaron berhasil menahan serangan ayahnya pa
Tanpa menoleh, Charles berkata, “Kapan kau mengetahuinya?”“Saat itu kau sedang sibuk dengan perusahaan. Jadi aku tidak memberitahu.” Laura mengira akan mendapatkan respon yang mengejutkan dari Charles. Tak disangka suaminya hanya menanggapi dengan dingin. Tidakkah dia seharusnya senang bahwa Qiana yang ternyata benar putri kandungnya menikah dengan orang paling berpengaruh di kota Yardley? Barangkali saja gadis itu mau menolong mereka untuk bisa kembali bangkit.Karena tak mendapati tanggapan yang diharapkan, Laura melanjutkan. “Kupikir ini adalah keberuntunganmu. Cobalah kau temui Qiana....”“Jadi, Diana tidak bersalah. Dia tidak pernah berselingkuh. Bukti-bukti itu palsu dan merupakan hasil rekayasa seseorang.” Charles memotong perkataan Laura dan berbicara seperti orang melamun.“Soal itu aku tidak tahu. Kau yang mendapatkan buktinya dari seseorang.” Charles mendapatkan kiriman amplop berisi foto-foto bukti perselingkuhan Diana dengan seorang lelaki asing. Meski Diana telah memb
Sebuah pesta pernikahan megah tengah ditayangkan di sebuah saluran televisi. Bukan cuma di satu stasiun, tapi semua stasiun televisi menyiarkannya.Benarkah hari ini pernikahan Ned Zavier? Bukankah undangan yang dikirimkan Qiana juga menuliskan tanggal yang sama yaitu hari ini?Allison tidak pernah lagi menonton berita atau membacanya di internet. Begitu juga dengan orang-orang di rumah. Mereka sekeluarga trauma dengan pemberitaan di luar sejak Allard Corp dinyatakan bangkrut. Jadi dia benar-benar tidak tahu berita-berita terkini.Layar menampilkan gambar yang diperbesar. Pasangan yang serasi. Yang lelaki tampan menawan. Wanitanya cantik menarik.Sebentar! Sepertinya dia mengenal pengantin wanitanya.Allison bahkan mendekatkan mukanya ke etalase, memastikan bahwa seseorang di layar itu memang dikenalnya.Qiana?! Benarkah itu adalah si gadis pembual? Bagaimana bisa?Kedua tangan Allison gemetar menekan kaca etalase. Meski dalam riasan pengantinnya yang memukau, Allison samar-samar bis
“Ibu.” Darla memeluk ibunya berusaha membujuk. “Tuan Harrison benar, ini hanya salah paham. Lagipula tidak ada yang terjadi dengan menantumu.”Queena Zavier punya sifat keras kepala. Bahkan suaminya sendiri kewalahan menghadapi jika istrinya mulai mengamuk. Darla sedikit khawatir karenanya. Diam-diam memberi isyarat pada Loco agar pergi menjauh.“Tapi dia hampir mencelakai menantuku. Sekarang malah berani menggandeng putriku. Kau pikir semudah itu mendapatkan gadis dari keluarga Zavier?” Queena menarik Darla ke belakangnya, menjauhkannya dari sisi Loco Harrison.“Nyonya, aku minta maaf kalau membuat Nyonya kesal. Lain kali aku akan lebih hati-hati. Soal Darla, kami saling mencintai. Aku harap, Nyonya bisa merestui hubungan kami.” Loco bahkan sedikit membungkukkan badannya menyatakan kesungguhan dan penghormatannya. Hal yang jarang dia lakukan.“Ibu, berbaik hatilah.” Darla merengek pada ibunya. Dulu dia sering melakukannya untuk meluluhkan hati wanita itu. “Selama ini tuan Harrisonlah
Waktu dua bulan terlewati tanpa terjadi sesuatu yang berarti menurut Qiana. Dia berusaha menghindari masalah yang kadang masih mencoba menyentuhnya karena kesalahpahaman. Selain untuk menjaga agar tidak membuat ibu mertuanya khawatir dan bertindak di luar nalar, dia juga tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.Queena Zavier sempat mendengar cerita penjebakan diri Qiana dan berkata akan membawa pasukan dari pulau untuk menghabisi pelaku dan seluruh keluarganya. Menurut Queena, kesalahan juga harus menjadi tanggung jawab keluarga pelaku karena telah memberi pendidikan yang salah. Untunglah akhirnya dengan memelas Qiana berhasil membuat ibu mertuanya membatalkan rencananya. Qiana tidak bisa membayangkan seandainya itu benar terjadi, akan ada banyak korban berjatuhan.Dan Ned, kenapa lelaki itu diam saja mendengar ibunya memiliki rencana itu?“Kau sudah jadi menantu kesayangannya. Lagipula memang sejak dulu tidak pernah ada yang bisa menghentikan ke
“Ibu!” seru Qiana nyaris histeris. Untunglah mereka tidak sedang dalam posisi yang memalukan. Kalau tidak, dia tidak tahu harus ke mana mesti menyembunyikan muka. Ned sendiri tidak menampakkan keterkejutan pada wajahnya. Dia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari ibunya. Apalagi meski tidak memastikan waktunya, tapi ibunya pernah mengatakan akan datang secepatnya.Queena Zavier masuk dan langsung menghampiri Qiana sementara sang menantu tampak masih belum pulih dari rasa terkejutnya.“Qiana, apa Ned memperlakukanmu dengan baik?” Queena memeluk Qiana dengan penuh sayang.Qiana hanya bisa mengangguk seperti ayam mematuk umpan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana bisa ibu mertuanya ini masuk ke kamar mereka tanpa mengetuk. Dia harus benar-benar mengingatnya nanti agar selalu mengunci pintu bila sedang bersama Ned.“Baguslah. Kalau tidak, aku akan menyuruhnya kembali ke pulau. Kalian lebih baik tinggal di sana agar aku bisa mengawasinya setiap hari.”Mendengar akan disuruh
Lagi-lagi kelima lelaki tertawa bersamaan. Mereka pikir Qiana kaget dengan jumlah uang yang mereka sebutkan.“Jadi, apa kau sanggup memberi kami sepuluh kali lipatnya?”“Aku akan berikan. Tapi tidak sekarang. Aku tidak membawa uang kontan,” ujar Qiana mencoba menghentikan niat mereka. Uang bukan masalah lagi, kan?“Manis, tidak usah membual. Dari penampilanmu, kami bisa menilai kalau kau bahkan tidak memiliki uang sebanyak seribu dollar. Kau katakan akan membayar kami sepuluh kali lipat yang berarti seratus ribu dollar? Apa kau sedang bermimpi? Lebih baik menyerah saja.” Si lelaki bercambang ikut mendekat.Qiana menggengam erat tas yang melingkar di bahunya. Diam-diam meraih ponsel dari dalam tas, bermaksud menelpon Ned. Namun seseorang menarik tasnya dan melemparkannya ke suatu tempat di ruangan. Kemudian Qiana merasa seseorang menyeret dan menghempaskannya ke sofa.“Apa yang kau lakukan... aaakh!”Seseorang menindih Qiana, berusaha menciumi gadis itu. Qiana berontak sekuat tenaga,
“Menurutmu?” Qiana balik bertanya. Dia sebenarnya malas menghadapi Emilia.“Aku tahu kau tidak sepolos kelihatannya. Dari awal kau datang, tuan Asher telah tertipu oleh penampilanmu. Tapi tidak denganku. Aku sudah gatal ingin memberimu pelajaran. Sayang tuan Asher mencegahku.”“Kau yakin bisa memberiku pelajaran? Tuan Asher yang manajer saja tidak mampu menyentuhku, apalagi kau yang cuma asistennya.” Qiana bangkit dari duduknya. Meski tingginya sedikit lebih pendek dari Emilia, nada dinginnya sanggup membuat nyali Emilia menciut.Ya, jika tuan Asher tidak sanggup membereskan setan kecil ini, apalagi dia yang hanya asisten manajer. Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia bisa begitu berani meski baru bekerja tiga hari.Keduanya saling tatap dengan perasaan yang berbeda. Emilia dipenuhi kebencian, sedangkan Qiana justru merasa kasihan. Dia yakin gadis di depannya ini telah jadi alat pemuas nafsu Lew Asher dengan imbalan promosi jabatan. Sekarang Emilia kehilangan orang yang bisa diandalk
“Tuan Anderson, aku yang minta maaf karena tidak memberitahu anda. Aku sama sekali tidak bermaksud mengganggu pekerjaan anda. Hanya sedikit bosan. Biasanya dari siang sampai malam aku bekerja. Sekarang ini aku merasa terlalu menganggur. Jadi kupikir mungkin aku bisa bekerja di sini.” Qiana tertawa pelan. “Apa menurut Tuan seragam ini pantas untukku?” Qiana menunduk sesaat merapikan seragamnya.Henry tidak bisa menahan tawanya. Menurutnya nyonya muda ini sangat lucu. Dia tampak imut dalam seragamnya. Seandainya dia memakai seragam siswi SMU pun, mungkin akan sulit dibedakan dengan siswi lainnya.“Nyonya terlihat cocok memakai apa pun.” Henry memberi komentar sopan. “Oya, Nyonya, silakan duduk. Saya akan menyuruh Alma membuatkan minuman.”“Apa aku boleh duduk di kursi kerja Tuan?” Qiana meminta dengan antusias.“Tentu Nyonya. Cobalah. Suatu hari Nyonya juga akan duduk di sana.” Henry tersenyum melihat tingkah Qiana yang mulai berputar-putar di kursinya.“Aku tidak berminat. Pasti akan s
“Tuan, itu tidak membuktikan apa-apa,” ujar si petugas keamanan. “Lagipula, kalaupun benar, kita tidak bisa menemukan sidik jarinya di sana karena sudah tertimpa sidik jari Tuan.”Sialan! Lew benar-benar meledak sekarang.“Pergi kalian dari sini! Orang-orang tidak berguna. Aku akan mengajukan komplain ke atasan kalian bahwa kalian tidak bisa bekerja dengan benar.” Lew berkata lantang dan menunjuk ke arah pintu ke luar.Ketiga petugas tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka segera pergi setelah saling pandang satu sama lain. Begitu tidak ada siapa pun di kantornya, Lew memandangi pisau yang tadi diletakkannya di atas meja. Ada perasaan dingin yang melintas di hatinya. Perutnya mual. Dia segera melempar pisau itu ke dalam laci dan terduduk lelah di kursinya.Gadis itu terlalu berani. Dia bahkan masih punya nyali untuk tetap tinggal di kantor ini.Lew mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Dia mencoba memikirkan sesuatu untuk tetap mendapatkan gadis itu dan memberinya pelajaran lalu m