Qiana terbangun dengan perasaan linglung. Dia menatap sekeliling dan baru tersadar sesaat kemudian bahwa dia sedang berada di kamar Ned. Entah kenapa dia tidak terjaga sekali pun. Dia tertidur nyenyak sepanjang malam saat sebelumnya dia berpikir takkan bisa tidur.
Tapi dimana lelaki itu? Dimana Ned?Hari masih terlalu pagi. Apa mungkin Ned bangun cepat?Saat Qiana berniat turun dari ranjang, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Ned masuk masih dengan pakaian yang sama dengan tadi malam.“Kau sudah bangun?” tegur Ned sambil melangkah masuk. Lalu dengan seenaknya melepas baju di.depan Qiana kemudian melemparnya sembarang.“Kakak... kau... kenapa melepas bajumu.” Disuguhi pemandangan mendebarkan seperti itu, Qiana menjadi panik sendiri.Ned melihat sekilas pada Qiana sambil mengerutkan alis. “Apa aku tidak boleh melepas baju di kamarku sendiri?”“Tapi... tapi....” Qiana memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Meskipun begitu bQiana pergi ke rumah sakit setelah membersihkan diri di toilet kampus. Meskipun begitu dia tidak bisa menghilangkan jejak penyerangan itu di tubuhnya. Masih ada aroma tidak sedap yang tersisa. Tanpa mempedulikan pandangan orang-orang yang dilewatinya, Qiana menuju ruang perawatan ibunya. Di dalam dia terkejut dengan kehadiran seseorang.“Tuan Jackson, apa yang anda lakukan di sini?” Qiana menatap keheranan pada Adam yang sedang duduk di sebuah kursi dekat ranjang.Ibu Qiana terlihat senang ketika bercakap-cakap dengan Adam. Senyum terlihat tidak henti-hentinya menghias wajah wanita itu.“Jangan terlalu formal. Aku sudah bilang, panggil saja aku Adam.” Adam mengendus bau yang tidak nyaman dari kehadiran Qiana. “Apa yang terjadi? Baumu seperti baru tercebur di selokan?” Adam mengernyitkan hidungnya. Merasa terganggu penciumannya. “Dan kenapa dengan dahimu?”Ada goresan luka bekas kuku di atas alis Qiana sebelah kiri. Audie sempat
Qiana mengernyit waktu dokter yang dipanggil Ned ke kamarnya mengoleskan obat luka di keningnya yang tergores.Hanya luka kecil, kenapa orang ini begitu repot memanggil dokter? Tanpa diobati pun akan sembuh dengan sendirinya nanti. Qiana bergumam ribut di dalam hati. Bibirnya tertekuk menahan keinginan untuk protes.Di depan sana, Ned duduk di sofa sambil menumpang kaki. Di pangkuannya tergeletak beberapa dokumen. Dia sedang menandai bagian-bagian di dalamnya dengan sebuah pulpen. Mencoret-coret tidak jelas, menurut Qiana.Entah kenapa makin lama, Ned makin menyebalkan. Bagaimana dia bisa tahu tentang keributan tadi pagi tanpa beranjak dari hotel? Apa benar seperti yang pernah dikatakan Beatrice tempo hari, tuan Zavier memiliki banyak mata?“Bukan luka yang serius,” ujar sang dokter sambil menempel plester menutup luka Qiana.Ned mengangkat wajahnya dari dokumen di tangan. Saat itu matanya bertemu dengan pandangan Qiana yang diam-diam men
“Eh, bukankah itu Audie?” Qiana bergumam dalam keterkejutannya. Meski mereka adalah seteru, dia tidak berharap Audie sesial itu.“Apa mungkin....” Qiana pernah mendengar tentang gosip dunia gelap yang dikuasai Ned. Ada banyak kekejaman yang hanya menjadi dongeng tapi tidak pernah terbukti. Apa mungkin masalahnya bisa jadi seserius ini? Ned membalas perbuatan Audie yang sudah menindas kekasihnya.Tanpa berpikir panjang, Qiana pergi ke ruang kerja lelaki itu. Dia mengetuk sebentar dan masuk setelah sebuah suara mengijinkan.Ned tenggelam dalam pekerjaannya. Dia tidak mendongak untuk melihat siapa yang datang. Mungkin karena dia sudah bisa memastikan orang yang mengetuk pintu.“Ada apa? Apa kau memutuskan untuk bersenang-senang denganku?” Ned masih tidak melihat pada Qiana.Qiana mengabaikan ocehan ambigu Ned. “Apa kau sudah mendengar kalau Audie kecelakaan?”“Siapa Audie? Aku tidak kenal.” Ned malah balik bertanya.“Dia ga
Audie baru saja kembali dari kamar mandi dengan dipapah ibunya, nyonya Cadmael ketika pintu ruang perawatan VIP itu terbuka. Tuan Cadmael masuk dengan wajah merah karena marah. Di belakangnya, Aaron Cadmael mengiringkan langkah ayahnya. Wajahnya terlihat muram.Begitu melihat Audie, lelaki tua itu langsung melayangkan sebuah tamparan ke wajah Audie. Gadis itu terlempar ke atas tempat tidur. Dia tidak percaya kalau ayahnya bisa melakukan hal seperti itu padanya.“Louis, apa yang kau lakukan? Putri kita baru saja mengalami kecelakaan, tapi kau menamparnya? Kau.. kau bahkan tidak pernah memukulnya sebelumnya!” Nyonya Cadmael histeris. Dia mencoba menghalangi niat suaminya yang sudah hendak melayangkan sebuah pukulan lagi.“Biarkan aku menghajar gadis liar ini!” Tuan Cadmael menepiskan tangan istrinya yang memegangi tangannya. Dia memburu ke depan ke arah Audie yang sudah menangis menahan kesakitan.Untunglah Aaron berhasil menahan serangan ayahnya pa
Qiana kini mengerti permasalahannya. Dia percaya dengan kata-kata Beatrice tadi pagi di kelas. Persoalannya memang tak seremeh yang dia bayangkan. Jadi memang Ned pelakunya. Kalau tidak, mana mungkin kedua orang ini merendahkan diri berlutut memohon pada Nick untuk bertemu Ned.“Nona, tolong kami. Perusahaan kami akan benar-benar bangkrut dalam beberapa jam lagi. Tolong sampaikan permohonan maaf kami pada tuan Zavier.” Tuan Caldmael kini bahkan meneteskan airmatanya.Bukan main! Seorang presdir sekelas Louis Caldmael yang kerap dihormati orang-orang, kini berlutut di kaki Qiana, berharap gadis itu mau menyampaikan permohonan maaf mereka.Bagaimana mungkin hati Qiana tidak luluh melihatnya?“Ba... baik. Aku akan coba sampaikan. Tapi aku tidak bisa berjanji apa-apa,” ujar Qiana iba. “Kalian pulang saja. Dan berdoalah semuanya akan kembali normal.Qiana tidak tahu harus mengatakan apa pada keduanya. Semua ini terlalu mengejutkan baginya. Dipikirkan bagaima
“Kakak, aku bisa memasak untukmu!” ujar Qiana bersemangat, mematahkan ekspektasi Ned yang liar.Untuk beberapa saat Ned mengamati wajah yang kelihatan senang itu. Mata Qiana berkedip-kedip lucu seperti tak menghiraukan kekecewaannya.“Apa itu penawaran terbaikmu?”Qiana mengangguk sekuatnya. “Kau lelaki pertama yang akan mencicipi masakanku. Aku belum pernah memasak untuk lelaki mana pun sebelumnya.” Sejujurnya Qiana belum pernah memasak apa pun selain air dan mie instan. Tapi dia membuatnya terdengar menarik bagi Ned.“Hm, ciuman pertama. Masakan pertama. Cukup menarik juga.” Ned bergumam sendiri.Muka Qiana langsung memerah. Ned seperti hendak mengingatkannya pada kejadian di klub saat lelaki itu menciumnya. Bagaimana dia bisa yakin itu ciuman pertama Qiana?“Jadi, apa Kakak setuju?” Qiana mengabaikan ucapan Ned barusan. Fokuslah Qiana! Jangan terpancing!Ned tampak berpikir keras, mendatangkan kekhawatiran b
“Ehem. Kakak, maaf ada sedikit masalah. Karenanya agak lama. Tapi kurasa kau tidak akan kecewa.” Qiana membuka tudung saji dan meletakkan piring berisi potongan steak dan sayuran ke atas meja lalu menatanya di depan Ned.Dia juga menuang segelas air putih untuk lelaki itu.“Silakan. Steak Sirloin panggang ala Qiana.” Qiana mengulas senyum terbaik yang bisa diberikannya.Ned menghela napas. Steak itu terlihat lumayan. Ada juga tambahan potongan kentang, wortel dan buncis. Baunya juga mirip steak sungguhan. Ned menyebutnya sungguhan, karena tidak yakin pada rasanya.“Kau tidak ikut makan?” tanya Ned seraya meraih pisau dan garpu. “Tidak. Aku sudah kenyang.” Qiana sedikit meringis saat mengatakan itu. Sebenarnyalah dia lebih dari kenyang. Entah berapa potong steak hangus yang dia habiskan. Itu cukup lumayan. Jauh lebih enak dari sepotong roti isi telur yang sering disantapnya. Sekarang perutnya terasa hendak meledak.Ned mulai mengiris. Dagingnya sed
“Kakak, apa kau baik-baik saja?” Qiana menanyakan itu tanpa berani melihat pada Ned. Dia duduk di pinggir ranjang yang berlawanan dengan Ned. Ned sendiri sudah berbaring dan memejamkan matanya. Dia seperti tidak mendengar pertanyaan gadis itu.“Apa kau marah padaku?” Qiana mulai melirik sedikit pada Ned. Lelaki itu terlihat lebih menakutkan bila sedang diam.“Aku minta maaf. Steaknya memang sedikit asin. Tapi percayalah, aku memasaknya dengan setulus hati dan sepenuh jiwaku. Aku tidak pernah memasak sebaik itu.” Qiana meringis teringat betapa bergaramnya steak yang dimakan Ned. Mungkin karena itulah Ned jadi murka. Mungkin karena tekanan darahnya sedang tinggi setelah mengkonsumsi makanan asin terlalu banyak.Tapi mungkin juga lelaki itu tidak sedang marah. Barangkali saja dia hanya sangat mengantuk. Qiana bergumam di dalam hati.“Kakak...”“Bisakah kau tidak menggangguku? Aku cukup beruntung tidak tewas setelah makan steak bera