"Aku tidak keberatan. Mungkin aku bisa meminta ijin Tuan Caesar untuk membawa Malikha agar tetap terlibat dalam pembicaraan proyek ini, bagaimana menurutmu, Tuan Caesar?" Bruce mencoba peruntungannya dengan meminta ijin pada Aidan langsung untuk mengajak Malikha makan malam. Aidan hampir saja kelepasan untuk melayangkan satu pukulan ke wajah Bruce jika saja ia tidak ingat harus bersikap dingin."Malikha tidak pernah keluar malam sendirian kecuali denganku. Entahlah, apa aku bisa memberikan ijin. Aku pikir posisi Malikha tidaklah begitu penting untuk proyek ini," jawab Aidan menolak memberi ijin. Bruce mengangguk sambil tersenyum."Kalau begitu akan kuhubungi lagi CEO Grant untuk rencana makan malamnya. Dan untuk design yang sudah disetujui, aku rasa designer kami akan datang esok hari ke Estrela." CEO Grant mengangguk dengan senyuman tipis lalu melirik pada Aidan sekilas. Aidan hanya mengangguk saja dan kemudian sedikit mundur membiarkan CEO nya berbicara dengan Bruce mengenai kerjasa
15 menit kemudian, pertemuan dan perikatan kerja sama antara Noxtrot dan Orcanza telah disepakati. Saatnya Bruce dan Malikha kembali ke kantor mereka. CEO Nolan Grant kemudian mengantarkan Bruce dan Malikha ke depan lobi utama Orcanza Enterprise. Sementara dari taman samping lobi utama, Aidan berdiri memperhatikan gerak gerik keduanya. Bruce mengajak Malikha berjalan bersama keluar dari lobi dan menunggu mobil yang diparkir valet.Sikap Bruce pada Malikha seperti membuka pintu dan bahkan sempat meletakkan tangannya di punggung Malikha sewaktu menuntun Malikha masuk ke mobil, makin membuat Aidan kesal setengah mati. Malikha sendiri menanggapinya dengan tersenyum manis."Brengsek! Dia berani memegangnya!" umpat Aidan begitu kesal saat memata-matai keduanya dari balik dinding kaca di lobi Orcanza. Dengan napas tersengal dan rasanya kepalanya tersengat listrik ribuan volt, Aidan menggeram dan berkacak pinggang.“Tuan?” panggil Lucy membuat Aidan berbalik
Seumur hidupnya, ciuman manis penuh cinta hanya pernah dilakukan Aidan untuk Malikha. Sekalipun bibirnya selalu berkata jika ia membenci gadis yang sudah menjebaknya, bahkan membuat ia hampir kehilangan nyawa. Aidan tetap tak bisa mengubah hati kecilnya.Keinginan untuk memiliki Malikha bahkan jadi semakin besar saat ini. Ketika ada pria lain yang terlihat menaruh hati pada istrinya, Aidan jadi panik dan cemburu. Sangat cemburu sampai ia membatalkan seluruh niatnya untuk membalas Malikha.Aidan bukan orang yang sabaran ketika berada di ranjang, tapi Malikha membuatnya bertekuk lutut, tak agresif dan menyukai tiap tahapan manis yang membutuhkan lebih banyak waktu. Ciuman Aidan dari leher sampai ke tulang selangka serta remasan tangannya pada dada Malikha membuat wanita tersadar."Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Malikha setengah mendesah membuat Aidan berhenti. Aidan semakin menekan tubuh Malikha tapi Malikha kemudian malah memalingkan wajahnya. Hidung Aidan
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Aidan separuh pasrah separuh putus asa."Dalam sebuah hubungan, cinta dan benci itu memiliki porsi yang sama. Seseorang akan bisa mencintai lalu membenci dan sebaliknya. Hanya tinggal menegaskan di mana posisimu dan bicara pada pasanganmu. Kalian butuh bicara, berdua saja tanpa ada orang lain atau terbeban pada imaji menjadi pasangan yang di iri oleh banyak orang." Aidan mendengarkan Raphael dengan baik."Dia bahkan tidak mau berdua denganku, bagaimana aku akan bicara?" Raphael tertawa kecil."Aku baru dengar ada playboy yang tidak bisa menaklukkan istrinya sendiri. Ayolah, jika dunia mendengar, mereka akan tertawa." Aidan mendengus dan tersenyum mengangguk."Aku yakin kamu punya caranya. Bicaralah dengan hati yang terbuka, jangan mencari celah untuk membuatnya terus marah padamu. Jika tidak, masalahmu takkan selesai." Aidan makin menghela napas berat."Belakangan aku sangat menginginkannya tapi terlalu taku
Malikha hanya diam saja selama perjalanan. Sudah 16 tahun semenjak kejadian masa SMA dengan Aidan, Malikha tak pernah kembali ke LA. Ia jadi sedikit gugup dan terus menerus meremas jemarinya. Aidan ikut melirik dan melihat sikap tubuh tak nyaman Malikha namun ia membiarkannya saja.Tiba di mansion milik keluarga King, Caleb Konstantine adalah yang menyambut Aidan di depan rumah mewah itu. Keduanya langsung berpelukan karena lama sekali tak bertemu."Kenapa kamu sangat jarang datang ke New York?" tanya Aidan begitu melepaskan pelukannya."Mars mengurus King Enterprise di New York sedangkan aku ke bagian posisi di sini. Maaf Aidan aku akan meluangkan lebih banyak waktu untuk The Seven Wolves nanti," jawab Caleb masih merangkul Aidan."Ah, aku cuma dengar janji setiap hari!" sahutnya kesal. Caleb tertawa lalu matanya melihat Malikha yang berdiri agar jauh dari mereka. Dengan ramah Caleb menghampiri dan bersalaman."Hai, ayo masuk. Di dalam ada Jared d
Satu hal yang terus disesali oleh Malikha selama hidupnya, cinta pertamanya adalah anak laki-laki bodoh yang tak lebih dari sekedar remaja yang suka pamer dan bahkan tak memiliki kepribadian yang baik. Jason Holland mungkin sudah menjerat puluh gadis seusianya termasuk Malikha Swan yang terkenal karena kecantikannya yang seperti manekin hidup berjalan. Namun jika saja Malikha tak buru-buru terpana, mungkin kini kisahnya akan jadi lain.Dia bisa saja berteman dengan Aidan yang gemuk namun menggemaskan. Lalu mereka akan menjalin hubungan yang lebih baik atau mungkin lebih dari sekedar teman. Tak akan ada pernikahan dengan cinta palsu yang menyiksa setiap hari.Malikha sebenarnya menyukai Aidan dari dulu. Saat melihatnya jatuh dan ia ingin menolong adalah saat pertemuan manis yang akhirnya menjadi bumerang jika saja ia tak mendengar alasan Jason yang menjebaknya. Jason jelas-jelas memfitnah Aidan dengan mengatakan jika ia adalah seorang penguntit.Malikha yang lugu
Tiba di depan makam itu, Aidan masih menarik tangan Malikha ke depannya. Kini mereka berdua berdiri di depan pintu makam yang tertutup. Malikha mulai menangis terengah dan terisak menatap Aidan. Wajahnya benar-benar ketakutan mengingat ia pernah di kurung Aidan di dalam tempat penyimpanan anggur. Malikha kini memiliki ketakutan pada gelap dan tempat tertutup jadi makin pucat jika mengingat hal tersebut."Aku mohon, jangan masukkan aku ke dalam sana. Aku benar-benar menyesal," ujar Malikha terus menangis dan kali ini lebih kencang. Ia terus memohon. Aidan masih tak bergerak dan wajahnya kian melembut. Ia lalu mendekat dan ingin melepaskan semuanya."Apa aku bisa mempercayaimu lagi? Kamu pernah mengkhianatiku, apa aku bisa percaya padamu lagi?" tanya Aidan dengan matanya lirih pada Malikha yang sesegukan. Malikha tak menjawab dan tak tahu harus seperti apa."Apa kita bisa punya kesempatan untuk bisa bersama?" tanya Aidan lagi dengan nada suara yang makin mengecil.
Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami oleh Malikha. Kini ia malah bertemu dengan Jason Holland di LA. Dan Aidan pun ada di sini. Mata Malikha sebenarnya menyiratkan rasa teror namun ia berusaha tak terlalu terlihat."Lalu apa yang kamu lakukan di sini, Jason?" tanya Malikha mencoba menggorek informasi."Aku sudah kehilangan semuanya. Semua gara-gara si brengsek Aidan Orlando itu. Sekarang aku tinggal berpindah-pindah." Jason mendekat lagi lalu setengah berbisik."Dengar Malikha, kita bisa bekerja sama untuk menyingkirkan Aidan Orlando. Aku butuh teman untuk melakukan itu, Chris sedang dipenjara jadi yang tersisa hanya kamu, aku dan Ronald. Kita bertiga cukup untuk menjebak si brengsek itu," ujar Jason tanpa merasa bersalah. Malikha hampir sesak napas mendengarnya. Ia spontan menggeleng."Kita sudah bersalah dengan melakukan kejahatan dulu, tidakkah seharusnya kita berhenti. Untuk apa melakukan itu lagi." Jason jadi kesal pada respon Malikha. Menurutny