Tanpa memikirkan akibatnya, Elsa mengambil beberapa ramuan yang sudah ada di meja. Mela yang masih tak tersentuh karena perkelahian mereka tadi. Ramuan yang dia yakini adalah sebuah obat, bukan racun. Walaupun racun, itu tak masalah baginya.Dia tak tahu ramuan untuk apa itu. Yang jelas, dirinya membutuhkan hal itu sekarang. Dia mencampurkan semuanya ke dalam satu wadah, setelah itu pergi meninggalkan Kiana.Sementara itu, Kiana melihat hal yang aneh pada Elsa dan segera mengejarnya. Dia sepertinya tahu apa yang akan dilakukan gadis itu. Untuk itu, dirinya segera berteriak memanggil nama Elsa. Namun, terlambat. Baru saja keluar dari ruangan itu, dia sudah melihat semuanya."Akhh. Apa-apaan kau!" teriak Daren.Kejadian yang sempat terpikir olehnya pun benar-benar terjadi. Dia terlambat menghentikan Elsa. Di sana, di depannya sudah ada Elsa dengan amarah. Gadis itu menyiramkan ramuan yang dibawanya tadi. Di tangan hanya ada tabung yang kosong. Wajah Elsa begitu membuat orang takut. Namu
"Apa yang terjadi pada Daren?" tanya Ratu khawatir pada putranya tersebut. Ia berjalan mendekati anaknya dengan rasa cemas, mengelus rambut putranya dengan lembut. Meskipun mereka sering bertengkar, hati seorang ibu tetap khawatir saat anaknya terluka bahkan tak bisa bangun seperti sekarang. Apalagi Daren adalah putra satu-satunya, hanya pria itu saja yang bisa meneruskan dirinya dan keluarga.Wajah pucat Daren begitu terlihat jelas. Pria itu tertidur di ranjangnya dengan perut yang diperban, seolah luka bakar yang menyebar akibat sebuah belati. "Ada apa dengan luka itu?" tanya Ratu lagi pada tabib yang sedang mengobati putranya.Ia melihat putranya yang terbaring lemah, perasaan sedih membuat matanya berkaca-kaca. Setetes demi setetes pun keluar dari matanya. "Itu karena racun, Ratu. Ramuan yang tertumpah di tubuh Alpha membuatnya sedikit terbakar," jawab sang tabib.Tabib tersebut melihat ke arah Elisa, sementara Elisa hanya diam melihat hal itu. Ia tahu maksud dari pria itu. Elisa
"Apa yang terjadi pada Daren?" tanya Ratu khawatir pada putranya tersebut. Ia berjalan menghampiri anaknya dengan rasa iba, mengelus rambutnya dengan lembut. Meskipun mereka sering bertengkar, hati seorang ibu tetap khawatir saat anaknya terluka bahkan tak bisa bangun seperti sekarang. Apalagi Daren adalah putra satu-satunya. Hanya pria itu saja yang bisa meneruskan dirinya dan keluarga. Wajah pucat Daren begitu terlihat jelas. Pria itu tertidur di ranjangnya dengan perut yang diperban, seolah-olah luka bakar yang menyebar. Padahal itu hanya karena sebuah belati saja."Ada apa dengan luka itu?" tanya Ratu lagi pada tabib yang sedang mengobati putranya. Ia melihat putranya yang terbaring lemah, perasaan sedih membuat matanya berkaca-kaca. Setetes demi setetes pun keluar dari matanya."Itu karena racun, Ratu. Ramuan yang tertumpah di tubuh Alpha membuatnya terbakar sedikit," jawab sang tabib. Tabib tersebut melihat ke arah Elisa, sedangkan Elisa hanya diam saja melihat hal itu. Ia tahu
Elsa hanya diam, merasakan sensasi yang diberikan oleh pria itu sebelum tak sadar bahwa pria itu sudah pergi dari kamar."Arrghh! Suara itu begitu mengagetkan," terkejutnya. Dia langsung menoleh ke arah sumber suara dan benar saja, Daren mulai sadar. Elisa tetap diam di tempatnya, meskipun matanya tetap waspada terhadap gerakan Alpha."Apa yang kau lakukan padaku tadi?" teriak Daren ketika ingat apa yang telah terjadi padanya sebelumnya."Seharusnya kau berterima kasih padaku, bukan malah bersikap seperti ini sekarang!" sarkas Elisa, tanpa rasa hormat, sambil menatap Daren.Pria itu menatap Elisa dengan tajam, tapi dia tidak takut. Dia bahkan dengan tenang membalas tatapan tajam pria berhati batu itu. Jika dia tahu hal ini akan terjadi, dia tidak akan memberikan ramuan itu pada pria sinting itu.Tiba-tiba, saat keduanya saling menatap, seseorang menerobos masuk tanpa izin. Keduanya langsung menoleh ke arah suara. Seorang wanita yang Elisa bisa ditebak datang mendekati mereka, dengan w
Hutan Hitam, tempat yang menyeramkan bagi semua kaum werewolf. Tidak ada yang berani mendatanginya, bahkan hanya sekedar lewat di perbatasan. Hanya beberapa serigala saja yang berani memasuki hutan tersebut, terpaksa untuk mencari tanaman herbal langka atau berburu Rouge.Namun, tidak bagi Elisa. Entah apa yang membawanya ke sana saat ini. Dia tidak merasa takut atau trauma karena kejadian lalu yang sempat menimpanya. Awalnya, ia hanya ingin keluar dari istana untuk menghilangkan kejenuhan. Namun, ia pun tidak tahu kenapa langkahnya membawanya ke sana. Langkahnya terus saja berjalan sampai ke perbatasan Lotus pack dan hutan Hitam, seolah ada yang membawanya."Kau ingin masuk ke dalam sana?" tanya Ivy."Aku tidak tahu kenapa kita bisa berada di sini," jawab Elisa.Ia pun sama bingung dengan serigala pasangannya. Mereka berdua memikirkan hal yang sama. Namun, setelah itu, Elisa memiliki ide."Hei, apa kau ingin masuk ke dalam hutan menyeramkan itu?" tanya Ivy.Sedangkan Elisa tidak menj
Burung dengan ekor panjang yang menjuntai di ujung bulunya sedang merentangkan sayapnya. Nama burung itu adalah Phoenix, burung besar dengan bulu merah dan ekor keemasan yang memancarkan nuansa merah tua.Phoenix diyakini sebagai simbol keabadian dan kembali setelah kematian. Burung Phoenix dapat hidup selama lima ratus tahun. Setelah mencapai batas usianya, burung ini akan membakar dirinya sendiri dan berubah menjadi abu. Dari abu tersebut, Phoenix akan bangkit kembali. Karena itulah Phoenix juga dikenal sebagai burung kehidupan setelah kematian.Elisa beruntung bisa menyaksikan proses kelahiran Phoenix yang baru. Burung itu duduk dengan tenang sambil menunggu sarangnya terbakar. Aroma rempah-rempah seperti kayu manis tercium oleh indera penciuman Elisa."Wow, dia terbakar," bisik Elisa melalui pikiran kepada Ivy saat melihat api perlahan membakar burung itu. Bagi orang awam, pasti mereka akan menganggapnya menyakitkan dan merasa kasihan. Namun, bagi mereka yang tahu, pandangan merek
Daren merasakan sesuatu yang berbeda saat Inl. Tubuhnya tiba-tiba saja kepanasan seperti sedang berada di antara api yang ingin melahapnya. Dia tahu apa itu. Ini pasti ulah gadis itu."Apa yang dilakukan Elisa kali ini?" tanya Daren dengan nada amarahnya. Meskipun begitu, dia tetap merasa khawatir pada gadis tersebut, terutama karena panas semakin terasa saat ini.Dia segera mencari keberadaan gadis tersebut dan memerintahkan beberapa omega dan prajurit untuk mencarinya di dalam istana."Maaf Alpha, Luna tak ada di istana," mindlink salah satu omega yang mencari keberadaannya memberi tahu.Saat itu juga, Daren bangkit dari tempat tidurnya. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan luka dan rasa sakit tubuhnya. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah Elisa, gadis lemah yang selalu membuat masalah saat sendiri.Tiba-tiba, seorang prajurit mendatanginya begitu dia berada di luar kamar. Dia terkejut dengan ucapan prajurit tersebut."Alpha, kami menerima berita bahwa di hutan hitam sedang terjadi ke
Phoenix itu dengan tatapan yang tak dapat dimengerti memandang Elisa. Ia seakan-akan meminta bantuan pada gadis tersebut. Sementara itu, Elisa yang paham langsung melihat luka di sayap dan bagian kakinya. Terdapat goresan dari ranting-ranting pohon yang menyebabkan sayapnya sedikit berdarah. "Apa kau ingin membantuku?" Suara itu tiba-tiba muncul. Awalnya Elisa terkejut, tapi setelah itu ia kembali tenang. Dirinya ingat, jika mempunyai kekuatan untuk berbicara dengan hewan lain. Namun, dirinya tak membalas ucapan burung besar di hadapannya saat ini. Ia tak ingin burung tersebut mengetahuinya. "Kau tak perlu takut, aku mengetahui semua tentang dirimu," ujar phoenix tersebut. Kali ini Elisa tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Bahkan dirinya sedikit mundur saking kaget. Sementara itu, burung tersebut hanya terkekeh melihat tingkah gadis setengah penyihir dan serigala itu. "Kau berbicara denganku?" tanya Elisa. "Kau pikir siapa lagi yang ada di sini, apa ada orang lain!" tanya b
Tentu, berikut paragraf yang lebih rapi:Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belu
"Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D
Seorang pria sedang berdiri diam sejak tadi tanpa ada pergerakan. Gelar alpha terkuat yang melekat padanya tidak mempengaruhi keadaannya. Pria itu terus menatap gadis yang sedang tersenyum pada pria lain. Tatapannya begitu menakutkan, bahkan beberapa warrior di sekitarnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkannya. Daren melangkah mendekati gadis itu, tidak tahan dengan adegan yang menurutnya sangat tidak menyenangkan. Ia melangkah tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah sampai, ia dengan kasar menangkap leher rogue yang sedang terikat. Elisa yang berada di samping terkejut dan terhuyung beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan!" teriak Elisa saat menyadari apa yang dilakukan oleh Daren. Pria itu dengan kasar mencekik rogue yang tidak bisa bergerak. Daren menahan pria itu dengan tangan di lehernya sambil mengangkatnya dari tanah. Wajah rogue itu sudah pucat, tanpa ada darah yang mengalir. Matanya melotot seolah-olah ingin keluar dari lubangnya. El
Semua orang telah berkumpul di lapangan, termasuk Elisa dan anggota kerajaan. Mereka semua menantikan acara pengumuman kontes yang telah berlangsung selama satu minggu. Kinan juga sangat antusias pada acara ini. Semua peserta berkumpul dengan antusias untuk mengetahui siapa pemenangnya, termasuk Elisa dan Kiana yang berharap bisa menjadi yang terbaik.Elisa merasa bahwa hadiah yang dia dapatkan tidaklah penting. Yang dia inginkan adalah diakui kemampuannya oleh semua orang. Dia ingin mendapatkan penghormatan dan rasa takjub dari mereka. Meskipun dia telah menjadi Luna, tetapi masih ada rakyatnya yang belum sepenuhnya menerima keberadaannya sebagai pasangan pemimpin mereka."Hai, aku yakin kita akan menang, El," ujar Kiana mendekati Elisa dengan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Kebahagiaan itu menular pada Elisa dan membuatnya tersenyum bahagia. Mereka berdua yakin bahwa mereka akan menjadi pemenang. Tidak banyak rogue yang bertahan sampai akhir kontes, hanya beberapa yang berha
Warna air yang semula bening berubah menjadi sedikit kemerahan akibat darah yang menempel pada kain itu. Seorang gadis terlihat sangat telaten dalam membersihkan lukanya. Terkadang, raut wajahnya tampak lebih garang dari biasanya, dan mulutnya komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang membaca mantra. Sesekali, tangannya menyeka kulit pria itu dengan kasar."Pria sialan! Seharusnya kau mati, bukan tertidur. Hanya membuatku terbebani saja," ujar Elisa sambil memasukkan kain ke dalam air yang telah tercampur dengan darah Daren.Sudah tiga puluh menit Elisa berada di ruangan itu, hanya mereka berdua. Tak ada yang menemaninya untuk berbincang, yang membuatnya merasa bosan.Elisa mengambil kain lain untuk menyeka sisa-sisa air yang menempel di tubuh pria itu. Tangannya dengan kasar mengelap di daerah bahu."Ivy, kenapa kau histeris begitu? Ya ampun!" ujar Elisa, merasakan sakit kepala."Kau sangat tidak peka, El! Kau tidak melihat itu? Ya ampun, begitu seksi. Aku ingin menyentuhnya, El!
2 / 2Elisa masih menutup matanya, berpikir sejenak. Apa yang sedang terjadi? Mengapa ia tidak merasakan apa-apa? Apakah ia sudah mati? Setelah menghitung dalam hati, ia membuka matanya perlahan-lahan. Namun, alih-alih menemui keadaan yang diharapkan, ia merasakan kecupan di dahinya yang membuatnya terkejut. Ketika ia menatap, ia melihat Daren tersenyum padanya.Pedang yang tadi disentuh oleh Daren sudah jauh dari dirinya. Ia tidak mendengar suara benda itu jatuh atau tersingkir. Daren tiba-tiba saja terjatuh dan menabrak tubuh Elisa. Terkejut, Elisa langsung menangkap tubuh pria tersebut yang begitu berat. Namun, karena keterbatasan kekuatannya, Elisa tidak bisa menahannya dan akhirnya ikut terjatuh bersama Daren yang telah menutup matanya."Hei, jangan bermain-main!" bisik Elisa dengan suara bergetar di telinga Daren.Namun, pria itu tetap tak bergerak, semakin melemah. Elisa mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Daren, tetapi ia tetap tidak bereaksi. Bahkan semakin melemah."Apa kau
Teriakan dari para pejuang bergema di lapangan. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Alpha mereka terluka.Sementara itu, Elisa semakin menarik pedangnya untuk membuat luka semakin dalam. Berbeda dengan Elisa, Daren tetap tenang. Ia bahkan tampak menikmati gesekan pedang tersebut. Ia tidak memperdulikan darah yang mengalir dari lehernya."El! Berhenti! Kau akan membuat Daren kehabisan darah!" teriak Kiana yang telah memperhatikan pertarungan mereka berdua.Namun, Elisa tidak menghiraukannya. Tanpa sadar, tubuhnya terhuyung ke samping. Kiana mendorong gadis itu dengan kekuatan serigalanya. Ia tidak menyadari tindakannya.Ketika menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berlari mendekati Elisa untuk membantu gadis itu berdiri. Ia juga meminta maaf pada Elisa."El, apa yang terjadi padamu?" tanya Kiana ketika berada di depan gadis itu."Kia, kembalilah ke tempatmu. Aku akan menyelesaikan urusan dengan pria gila itu!" ejek Elisa sambil tetap menatap pria di hadapannya yang meremehkann
Daren sangat marah. Elisa belum ditemukan selama lebih dari satu jam. Ia telah menebas beberapa kepala prajurit yang gagal menjalankan tugasnya, termasuk dua pengawal yang telah diperintahkannya satu atau dua hari yang lalu. Tanpa ragu, ia mengayunkan pedang yang masih berlumuran darah prajurit tak bersalah. Para pejuang yang berkumpul di sana merasa cemas melihat teman-teman seperjuangan mereka mati sia-sia. Mereka merasa seperti menunggu kematian yang menjemput mereka, semakin dekat dan dekat."Mengapa kalian membiarkannya pergi begitu saja? Aku sudah mengatakan agar tidak meninggalkan luna kalian sendiri, bukan!" teriak Daren sambil mengayunkan pedang ke arah pejuang lain yang menunggu giliran. Suara pedang menyambar, dua kepala terlepas dan darah mengalir dari sayatan di leher mereka seperti air yang deras.Daren menghentikan gerakan pedangnya setengah ayunan. Ia merasakan aroma yang dikenalnya dengan baik. Aroma vanilla dan kayu manis yang memikatnya. Daren menoleh ke arah sumber
Greg sibuk bermain dengan para rogue yang semakin banyak menyerangnya, tetapi bukannya takut, ia malah menyeringai dengan senang hati. Meskipun begitu, ia bingung dari mana datangnya mereka semua. Sepertinya mereka tidak pernah habis. Mati satu, muncul lagi yang lain. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan bekas cakaran dari para rogue, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk membunuh mereka. Meskipun sudah dua hari bertempur, ia tetap tidak kelelahan. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Daren bahkan bisa bertempur selama seminggu hanya untuk mempertahankan wilayahnya.Tiba-tiba, suara sang beta mengganggu Greg. Seketika itu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa rogue bahkan sempat melukainya. Greg mundur sedikit dan menggeram marah pada mereka. Main-mainnya telah hilang. Kali ini, dia akan menyelesaikan semuanya dalam sekejap. Dia bahkan mengaum keras sehingga terdengar oleh seluruh kaum werewolf yang ada di sana. Tanpa menunggu lagi, dia menerjang rogue-rogue di sana.Dia mencakar d