Phoenix itu dengan tatapan yang tak dapat dimengerti memandang Elisa. Ia seakan-akan meminta bantuan pada gadis tersebut. Sementara itu, Elisa yang paham langsung melihat luka di sayap dan bagian kakinya. Terdapat goresan dari ranting-ranting pohon yang menyebabkan sayapnya sedikit berdarah. "Apa kau ingin membantuku?" Suara itu tiba-tiba muncul. Awalnya Elisa terkejut, tapi setelah itu ia kembali tenang. Dirinya ingat, jika mempunyai kekuatan untuk berbicara dengan hewan lain. Namun, dirinya tak membalas ucapan burung besar di hadapannya saat ini. Ia tak ingin burung tersebut mengetahuinya. "Kau tak perlu takut, aku mengetahui semua tentang dirimu," ujar phoenix tersebut. Kali ini Elisa tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Bahkan dirinya sedikit mundur saking kaget. Sementara itu, burung tersebut hanya terkekeh melihat tingkah gadis setengah penyihir dan serigala itu. "Kau berbicara denganku?" tanya Elisa. "Kau pikir siapa lagi yang ada di sini, apa ada orang lain!" tanya b
Kiana datang tergesa-gesa, tanpa tahu apa yang terjadi. Dia meninggalkan pekerjaannya dengan sembarangan, yang dipikirkannya hanya Elisa. Kiana khawatir saat mendengar bahwa Elisa tidak sadarkan diri setelah keluar dari hutan hitam.Dia sangat khawatir dengan keadaan Elisa. Gadis itu selalu membuatnya merasa takut, entah mengapa dia merasakan ikatan batin dengan gadis cantik tersebut. Mungkin karena dia sudah menganggapnya sebagai saudara sendiri.Elisa terbangun dan mendengar suara Kiana. Kiana langsung memeluknya dengan lega saat melihat bahwa Elisa baik-baik saja. Kiana bertanya, "Apa yang kau lakukan di hutan hitam? Kau tidak tahu bahwa kami semua sangat khawatir padamu!" teriak Kiana.Elisa hanya diam ketika dipeluk oleh Kiana. Dia bisa merasakan kekhawatiran Kiana padanya. Tidak hanya itu, wajah Kiana juga terlihat sangat takut."Aku baik-baik saja," ujar Elisa.Tiba-tiba, seorang wanita datang menghampiri Kiana. Kedua gadis yang masih berpelukan itu menoleh ke arahnya. Elisa ba
Daren menarik tangan Valeri agar menjauh dari kamar Elisa. Awalnya, Valeri tak ingin pergi, namun setelah beberapa menit dirayu, akhirnya wanita itu mau pergi bersama. Entah untuk apa raja dan ratu memanggil mereka. Sepertinya ada pemberitahuan penting.Saat itu juga, Valeri merasakan firasat buruk akan terjadi, entah pada dirinya atau pun Daren. "Ada apa ayah dan ibu memanggil kita? Apa mereka akan membuat kita menjadi sepasang kekasih?" tanya Valeri ketika berjalan menyusuri lorong istana."Dunno, I guess. If that's the case, shouldn't my woman be happy instead of sulking like she is now?" goda Daren dengan senyuman.Mereka berdua berhenti di tengah lorong untuk berbicara. Tindakan mereka tak mengherankan lagi bagi para omega yang bekerja di istana dan telah sering melihat tingkah lucu pasangan itu.Daren mencium bibir Valeri dengan penuh nafsu. Tangannya meremas gunung kembar yang beberapa hari ini tak tersentuh. Permainan yang diberikan membuat tubuh Valeri bergeliat tak menentu,
Valeri melepas pegangan tangan Daren dan melangkah maju. Dia menatap sang Ratu dengan tatapan berani. Dia sadar bahwa apa yang dilakukannya akan menyebabkan masalah besar, tetapi dia tidak ingin Daren bersama gadis yang lemah itu."Ratu, saya tidak menyetujui hal ini. Daren telah bersamaku terlebih dahulu. Bukankah kalian berdua telah berjanji akan menjadikanku Luna? Mengapa sekarang berubah? Apakah kalian pembohong?" sarkas Valeri masih menatap tajam ke arah kedua pemimpin tersebut."Valeri, apa maksudmu berbicara seperti itu? Kau tahu dengan jelas bahwa Daren sudah menemukan matenya," ucap raja dengan nada dingin.Cara bicara Valeri begitu tidak sopan, dan itu membuat raja tidak menyukainya. Dia menatap sang Ratu yang juga menatap wanita itu dengan tatapan tidak menyukai. Valeri sepertinya dengan sengaja membuat mereka berpikiran negatif tentang wanita itu."Aku tahu, tapi kalian sudah berjanji padaku untuk menjadikanku Luna, terlepas dari segalanya. Aku ingin kalian membuktikan jan
Elisa sudah bersiap-siap. Ia memakai celana agar bisa berlari jika ada sesuatu. Berdiri dan mengecek kembali semua perlengkapannya. Tidak lupa bercermin untuk memperbaiki penampilannya. Sebuah keranjang pun telah disiapkannya. Keranjang yang tak terlalu besar, tapi cukup menampung berbagai macam tanaman herbal untuk dibawa ke suatu tempat di mana ia dan Kiana akan membuat ramuan. Hari ini ramuan mereka sudah harus selesai karena besok kontes akan diadakan. Dirinya bersemangat dan sudah tak sabar lagi mencoba ramuannya besok.Hari ini ia dan Kiana akan pergi ke kota untuk mengambil tanaman di toko Ben. Elisa beruntung bisa sekelompok dengan Kiana. Dirinya tak perlu susah-susah untuk mendapatkan bahan-bahan yang langka. Tinggal berbicara dengan Ben saja, pria itu akan dengan senang hati mencarikan untuk mereka berdua.Tidak hanya itu, dirinya juga akan bertemu dengan seseorang nantinya. Pria bernama X tersebut meminta hanya menunggu di pinggir kolam lotus di ujung jalan. Oleh karena itu
"Hai Ben," sapanya Elisa ketika melihat pria itu sedang sibuk berbicara dengan seseorang yang tak jelas dilihat. Seseorang itu tepat berdiri di sejajar dengan rak, jadi Elisa tak bisa melihatnya dengan jelas. Yang ia tahu orang tersebut adalah wanita, terlihat dari gaunnya yang menjuntai ke bawah.Jangan bilang Ben sedang selingkuh? Namun, tak mungkin. Pria seperti Ben adalah seseorang yang baik. Lagipula tidak ada kurangnya dari Kiana, jadi tak mungkin pria itu berani melakukannya."Hai El," ujar Ben ketika melihat Elisa mendekatinya. Ia tersenyum menyapa gadis yang sebentar lagi akan menjadi seorang luna. Namun, senyumannya pupus ketika melihat raut wajah Elisa yang sedikit tak suka, dan ia tahu alasannya.Awalnya Elisa tersenyum bahagia, tapi setelah tahu siapa yang diajak bicara oleh Ben, membuatnya tak suka. Rasa kesalnya langsung terpancar begitu saja di wajah cantiknya tersebut. Dan ia yakin, jika Ben mengetahui hal tersebut."Hai sayang!" teriak Kiana dari samping. Entah sejak
Elisa menggunakan sedikit sihirnya untuk mengambil beberapa tanaman yang sudah disiapkan. Ia begitu malas untuk berjalan ke meja satunya, maka lebih baik menggunakan kemampuannya saat ini. Lagipula, ia hanya sendirian saat ini, jadi tak perlu khawatir ada yang melihat perbuatannya. Tangannya mengayun-ayun di udara seperti sedang menari, dan saat itu tanaman yang ditunjuknya melayang ke arahnya. Elisa tersenyum melihat tanaman itu mendarat dengan mulus."El, apa yang kau lakukan?" tanya Kiana tiba-tiba muncul dari belakangnya.Detik itu juga Elisa terkejut dan membeku. Ia sedikit takut jika Kiana melihatnya. Jika iya, bisa-bisa dirinya takjadi diangkat menjadi luna dan berakhir dipancung seperti dahulu. Ia menggelengkan kepalanya. Memikirkan saja membuat dirinya merinding seketika, apalagi merasakan untuk kedua kalinya."Kau mengagetkanku, Kia," ujar Elisa berusaha tenang agar tak dicurigai, "sejak kapan kau berada di sana?" tanyanya."Ada apa? Kau seperti takut ketahuan saja," tebak K
Kiana memperhatikan dengan seksama setiap tanaman yang ada di depannya, termasuk akar, batang, dan bunga. Dia pun bertanya kepada Elisa berapa banyak ramuan yang harus mereka buat."Kita hanya perlu membuat dua ramuan, tapi ramuan-ramuan tersebut berbeda. Tidak ada persyaratan bahwa semuanya harus sama, kan?" tanya Elisa kepada Kiana."Tentu saja. Kau sangat cerdas, El," ucap Kiana sambil memberikan dua jempol sebagai tanda penghargaan. Dia benar-benar mengagumi kecerdasan Elisa. Dia yakin mereka berdua akan berhasil memenangkan kontes ini."Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Kiana. Dia tidak ingin lagi menjadi bahan tertawaan bagi Elisa. Oleh karena itu, dia harus bertanya terlebih dahulu agar tidak membuat kesalahan yang sama.Jika ia kembali melakukan kesalahan, maka Elisa akan terus mengolok-oloknya setiap hari. Kiana tahu betul bahwa Elisa menunggu momen tersebut. Namun, dia tidak akan membiarkannya terjadi."Aku sudah menyusunnya. Pertama, ambil sari dari daun-dau
Tentu, berikut paragraf yang lebih rapi:Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belu
"Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D
Seorang pria sedang berdiri diam sejak tadi tanpa ada pergerakan. Gelar alpha terkuat yang melekat padanya tidak mempengaruhi keadaannya. Pria itu terus menatap gadis yang sedang tersenyum pada pria lain. Tatapannya begitu menakutkan, bahkan beberapa warrior di sekitarnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkannya. Daren melangkah mendekati gadis itu, tidak tahan dengan adegan yang menurutnya sangat tidak menyenangkan. Ia melangkah tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah sampai, ia dengan kasar menangkap leher rogue yang sedang terikat. Elisa yang berada di samping terkejut dan terhuyung beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan!" teriak Elisa saat menyadari apa yang dilakukan oleh Daren. Pria itu dengan kasar mencekik rogue yang tidak bisa bergerak. Daren menahan pria itu dengan tangan di lehernya sambil mengangkatnya dari tanah. Wajah rogue itu sudah pucat, tanpa ada darah yang mengalir. Matanya melotot seolah-olah ingin keluar dari lubangnya. El
Semua orang telah berkumpul di lapangan, termasuk Elisa dan anggota kerajaan. Mereka semua menantikan acara pengumuman kontes yang telah berlangsung selama satu minggu. Kinan juga sangat antusias pada acara ini. Semua peserta berkumpul dengan antusias untuk mengetahui siapa pemenangnya, termasuk Elisa dan Kiana yang berharap bisa menjadi yang terbaik.Elisa merasa bahwa hadiah yang dia dapatkan tidaklah penting. Yang dia inginkan adalah diakui kemampuannya oleh semua orang. Dia ingin mendapatkan penghormatan dan rasa takjub dari mereka. Meskipun dia telah menjadi Luna, tetapi masih ada rakyatnya yang belum sepenuhnya menerima keberadaannya sebagai pasangan pemimpin mereka."Hai, aku yakin kita akan menang, El," ujar Kiana mendekati Elisa dengan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Kebahagiaan itu menular pada Elisa dan membuatnya tersenyum bahagia. Mereka berdua yakin bahwa mereka akan menjadi pemenang. Tidak banyak rogue yang bertahan sampai akhir kontes, hanya beberapa yang berha
Warna air yang semula bening berubah menjadi sedikit kemerahan akibat darah yang menempel pada kain itu. Seorang gadis terlihat sangat telaten dalam membersihkan lukanya. Terkadang, raut wajahnya tampak lebih garang dari biasanya, dan mulutnya komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang membaca mantra. Sesekali, tangannya menyeka kulit pria itu dengan kasar."Pria sialan! Seharusnya kau mati, bukan tertidur. Hanya membuatku terbebani saja," ujar Elisa sambil memasukkan kain ke dalam air yang telah tercampur dengan darah Daren.Sudah tiga puluh menit Elisa berada di ruangan itu, hanya mereka berdua. Tak ada yang menemaninya untuk berbincang, yang membuatnya merasa bosan.Elisa mengambil kain lain untuk menyeka sisa-sisa air yang menempel di tubuh pria itu. Tangannya dengan kasar mengelap di daerah bahu."Ivy, kenapa kau histeris begitu? Ya ampun!" ujar Elisa, merasakan sakit kepala."Kau sangat tidak peka, El! Kau tidak melihat itu? Ya ampun, begitu seksi. Aku ingin menyentuhnya, El!
2 / 2Elisa masih menutup matanya, berpikir sejenak. Apa yang sedang terjadi? Mengapa ia tidak merasakan apa-apa? Apakah ia sudah mati? Setelah menghitung dalam hati, ia membuka matanya perlahan-lahan. Namun, alih-alih menemui keadaan yang diharapkan, ia merasakan kecupan di dahinya yang membuatnya terkejut. Ketika ia menatap, ia melihat Daren tersenyum padanya.Pedang yang tadi disentuh oleh Daren sudah jauh dari dirinya. Ia tidak mendengar suara benda itu jatuh atau tersingkir. Daren tiba-tiba saja terjatuh dan menabrak tubuh Elisa. Terkejut, Elisa langsung menangkap tubuh pria tersebut yang begitu berat. Namun, karena keterbatasan kekuatannya, Elisa tidak bisa menahannya dan akhirnya ikut terjatuh bersama Daren yang telah menutup matanya."Hei, jangan bermain-main!" bisik Elisa dengan suara bergetar di telinga Daren.Namun, pria itu tetap tak bergerak, semakin melemah. Elisa mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Daren, tetapi ia tetap tidak bereaksi. Bahkan semakin melemah."Apa kau
Teriakan dari para pejuang bergema di lapangan. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Alpha mereka terluka.Sementara itu, Elisa semakin menarik pedangnya untuk membuat luka semakin dalam. Berbeda dengan Elisa, Daren tetap tenang. Ia bahkan tampak menikmati gesekan pedang tersebut. Ia tidak memperdulikan darah yang mengalir dari lehernya."El! Berhenti! Kau akan membuat Daren kehabisan darah!" teriak Kiana yang telah memperhatikan pertarungan mereka berdua.Namun, Elisa tidak menghiraukannya. Tanpa sadar, tubuhnya terhuyung ke samping. Kiana mendorong gadis itu dengan kekuatan serigalanya. Ia tidak menyadari tindakannya.Ketika menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berlari mendekati Elisa untuk membantu gadis itu berdiri. Ia juga meminta maaf pada Elisa."El, apa yang terjadi padamu?" tanya Kiana ketika berada di depan gadis itu."Kia, kembalilah ke tempatmu. Aku akan menyelesaikan urusan dengan pria gila itu!" ejek Elisa sambil tetap menatap pria di hadapannya yang meremehkann
Daren sangat marah. Elisa belum ditemukan selama lebih dari satu jam. Ia telah menebas beberapa kepala prajurit yang gagal menjalankan tugasnya, termasuk dua pengawal yang telah diperintahkannya satu atau dua hari yang lalu. Tanpa ragu, ia mengayunkan pedang yang masih berlumuran darah prajurit tak bersalah. Para pejuang yang berkumpul di sana merasa cemas melihat teman-teman seperjuangan mereka mati sia-sia. Mereka merasa seperti menunggu kematian yang menjemput mereka, semakin dekat dan dekat."Mengapa kalian membiarkannya pergi begitu saja? Aku sudah mengatakan agar tidak meninggalkan luna kalian sendiri, bukan!" teriak Daren sambil mengayunkan pedang ke arah pejuang lain yang menunggu giliran. Suara pedang menyambar, dua kepala terlepas dan darah mengalir dari sayatan di leher mereka seperti air yang deras.Daren menghentikan gerakan pedangnya setengah ayunan. Ia merasakan aroma yang dikenalnya dengan baik. Aroma vanilla dan kayu manis yang memikatnya. Daren menoleh ke arah sumber
Greg sibuk bermain dengan para rogue yang semakin banyak menyerangnya, tetapi bukannya takut, ia malah menyeringai dengan senang hati. Meskipun begitu, ia bingung dari mana datangnya mereka semua. Sepertinya mereka tidak pernah habis. Mati satu, muncul lagi yang lain. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan bekas cakaran dari para rogue, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk membunuh mereka. Meskipun sudah dua hari bertempur, ia tetap tidak kelelahan. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Daren bahkan bisa bertempur selama seminggu hanya untuk mempertahankan wilayahnya.Tiba-tiba, suara sang beta mengganggu Greg. Seketika itu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa rogue bahkan sempat melukainya. Greg mundur sedikit dan menggeram marah pada mereka. Main-mainnya telah hilang. Kali ini, dia akan menyelesaikan semuanya dalam sekejap. Dia bahkan mengaum keras sehingga terdengar oleh seluruh kaum werewolf yang ada di sana. Tanpa menunggu lagi, dia menerjang rogue-rogue di sana.Dia mencakar d