Derrrtt.Terdengar getaran ponsel yang beradu dengan body dashboard mobil. Sandra segera mencari sumber suara untuk melihat ponsel siapa yang mendapatkan notifikasi.“Ponsel mas Devan ketinggalan,” ucap Sandra yang melihat ponsel suaminya menyala.“Ada pesan dari siapa sih?” ucap Sandra yang segera meraih ponsel itu.Sandra membuka kunci ponsel milik Devan. Pria itu memang sudah memberitahu Sandra kode sandi semua ponsel dan juga kartu-kartu miliknya dan membiarkan Sandra mengaksesnya sendiri. Sandra menarik layar dari atas, untuk melihat notifikasi apa yang tadi masuk ke ponsel suaminya.Sandra mengedipkan matanya beberapa kali karena dia tidak percaya dengan apa yang tertulis di layar ponsel itu. Meskipun hanya sebagian kecil saja yang bisa dia baca, namun bagian terpenting dari pesan itu sudah muncul sehingga membuat Sandra tanpa sadar menarik dua sudut bibirnya membentuk sebuah senyum yang perlahan namun pasti senyum itu menjadi semakin lebar.“Mama. Serius ini mama yang kirim,”
Pagi ini rombongan dokter sudah masuk ke kamar rawat Irene. Mereka tersenyum melihat Irene yang tampaknya semakin stabil keadaannya, karena sejak kemarin malam tidak ada panggilan yang meminta bantuan tentang pendarahan lagi. Sepertinya Irene sudah tenang dan benar-benar tidak banyak bergerak lagi, yang akan menyulitkan dirinya sendiri.“Selamat pagi, Bu Irene,” sapa dokter kandungan yang menangani Irene.“Pagi, Dok,” jawab Irene sambil menggerak-gerakkan lehernya.“Gimana kabarnya hari ini, Bu? Apa semalam bisa tidur nyenyak?”“Bisa, Dok. Lumayan lah,” sahut Irene asal dengan sedikit ketus.“Pendarahannya gimana, Sus? Apa masih banyak?”“Sudah mulai berhenti, Dok. Pagi tadi saat saya ganti pembalutnya, darahnya juga sudah tidak banyak lagi. Saya harap hari ini akan berhenti,” lapor suster jaga yang membantu merawat Irene.“Baguslah. Perutnya masih sakit, Bu?” tanya dokter lagi.“Gak sih. Udah biasa aja.” Irene semakin ketus.“Bu Irene kemaren makannya banyak, Dok. Trus gak ba
“Apa? Apa kamu bilang?” tanya Bram yang kaget dengan apa yang dikatakan oleh Irene.“Aku mau tuntut Devan. Aku mau penjarakan dia,” ucap Irene mempertegas kata-katanya lagi.“Ren, kamu kenapa lagi sih? Kan udah aku bilang, gak mudah lawan orang kayak Deva. Dia orangnya duitnya banyak banget. Dan kamu tau sendiri gimana keadilan di negara ini kalo udah ngelawan orang yang berduit.” Bram mencoba untuk menyadarkan Irene.“Aku gak mau tau. Pokoknya kamu harus jadi pengacaraku. Liat ini,” ucap Irene sambil mengangkat lehernya dan menunjukkan bekas luka yang ada di lehernya.“Hah! Kenapa ini?” tanya Bram sedikit kaget.Bram melihat ada jejak kemerahan di leher Irene yang berkulit putih itu. Jejak itu amat terang sampai bisa memperlihatkan guratan berwarna merah yang saat ini belum terlalu legam warnanya.Bram berdiri lalu mendekat ke arah Irene. Dia ingin memastikan kalau itu adalah memar yany sesungguhnya, bukan hanya sebuah tipuan make up, seperti yang biasa Irene lakukan.“Ini ulah D
“Siapa ini, Wi?” tanya Raka sambil melihat ke arah seseorang yang ada di belakang Dewi.“Tamunya Pak Devan, Pak,” jawab Dewi.Raka melihat ke arah tamu tersebut, “Oh ... ya udah,” jawab Raka lalu dia segera kembali ke ruang kerjanya.Dewi segera mengajak tamu atasannya itu untuk segera masuk ke ruang kerja Devan. Tampak di depan mata Dewi pria tampan itu kini masih sibuk dengan berkas-berkas yang harus segera dia selesaikan sebelum pulang dari kantor.Dewi segera memperkenalkan tamu yang dia bawa pada Devan. Ternyata tamu itu memang sudah memiliki janji dengan Devan sebelumnya.“Terus proposal kemarin yang saya minta mana?” tanya Devan pada pria yang ada di depannya saat ini.“Ini, pak. Saya sudah memperbaiki semuanya dan Pak Samsul mengharapkan jawaban dari Pak Devan secepatnya,” jawab pria itu sekaligus menyampaikan pesan dari atasannya.“Oh, oke. Nanti akan saya pelajari secepatnya. Tapi saya minta maaf, kalau sekarang saya nggak bisa periksa. Saya harus pergi karena ada janji
Devan menjadi kesal setelah dia bertemu dengan pengacara Irene tadi. Dia tidak menyangka kalau Irene akan melakukan hal sejauh ini dan memanfaatkan keadaan yang sebenarnya terjadi karena ulahnya juga.Devan langsung melajukan mobilnya menuju ke kantor Sandra. Dia tidak ingin membuat istrinya itu menunggu terlalu lama, karena dia terlambat pergi setelah dihalangi oleh Bram. Devan langsung menginjak pedal gasnya agar Sandra tidak menunggunya terlalu lama.“Kok lama Mas, kena macet ya?” tanya Sandra ketika dia masuk ke mobil Devan.“Iya, kena macet di kantor,” jawab Devan yang kemudian segera melajukan mobilnya meninggalkan kantor Sandra.“Macet di kantor? Emang di kantor ada apa, Mas?” Sandra ingin tahu.“Gak usah di bahas deh. Lagi nggak mood buat ngebahas ini ... so, nggak usah dibahas dulu ya,” pinta Devan yang menoleh sebentar ke arah Sandra.Sandra melihat ke arah suaminya. Dia memoyongkan bibirnya karena penasaran dengan apa yang dikatakan oleh sang suami. Sepertinya ada suatu
“Itu anak saya,” ucap Hari sambil menunjuk ke suatu arah.Para tamu hari otomatis langsung melihat ke arah di mana saat ini jari telunjuk Hari tertuju. Mereka semua ingin mengetahui siapa sosok putra hari yang selama ini belum pernah mereka lihat.Tampak seorang pemuda sedang berjalan sambil sesekali menyapa orang-orang yang dia lewati. Pria muda itu memakai jas yang dia padukan dengan kemeja dengan dua kancingnya yang sengaja di buka hingga memamerkan dadanya. Macho, kata orang itu adalah gaya cowok yang sangat macho.“Nah ini anak saya, Pak Devan. Ini Niko, putra kedua saya.” Hari memperkenalkan anaknya pada Devan.“Oh ... ini anaknya Pak Hari yang selama ini tinggal di Jerman itu ya, Pak?” tanya Devan mencoba untuk mengingat.“Iya bener, selama ini dia nggak pernah mau pulang ke Indonesia dan milih untuk kerja di sana aja. Terus kakaknya ngasih ide ke saya untuk buatkan perusahaan sendiri yang sesuai dengan bidang kerjanya. Oleh sebab Itu kakaknya membagi perusahaannya agar sebag
“Mas,kamu gak lagi cemburu kan?” tanya Sandra yang ingin memastikan perubahan suaminya secara tiba-tiba itu.“Enggak, aku cuma ngantuk,” ucap Devan Berusaha tetap cuek.“Beneran cuma ngantuk?” Sandra tidak percaya“He em.”Sandra masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Namun karena Devan tampak sedang memejamkan matanya, sepertinya pria itu memang sedang tidak ingin diganggu.Sandra akhirnya memilih untuk membiarkan Devan tetap dalam posisi dan keadaan seperti itu. Sandra segera berpindah ke belakang depan untuk ikut berbaring dengan suaminya.Sandra mendekatkan tubuhnya sampai menempel di punggung Devan. Dia memberikan beberapa kecupan ringan sambil melingkarkan tangannya di pinggang sang suami.“Mas, menurut kamu tawarannya Niko tadi bagus nggak?” tanya Sandra sedikit berbisik.“Nggak tahu.” suara Devan mulai berubah menjadi lebih ketus.“Kok nggak tahu sih? Kan kamu udah lama terjun ke bisnis. Jadi pasti tahu mana yang lebih menguntungkan buat aku. Kira-ki
“Nomor siapa ini ya,” ucap Sandra sambil melihat ke arah ponselnya.“Suamimu akan segera masuk penjara!” ucap Sandra membaca pesan yang dikirim oleh nomor yang tidak dia kenal.Sandra melihat layar ponselnya lekat-lekat. Dia sampai memonyongkan bibirnya dan membaca pesan itu berulang-ulang.“Siapa, San?” tanya Siska yang masuk sambil membawa piring berisi tempe goreng.“Nggak tahu Bu, nggak jelas. Masa iya dia kirim pesan cuma bilang kalau sebentar lagi suamimu mau masuk penjara. Suaminya siapa coba? Nomornya aja Sandra nggak kenal,” ucap Sandra yang kemudian segera mengabaikan pesan yang masuk dalam ponselnya.“Gak usah di bales, San. Sekarang sering orang salah kirim kayak gitu. Hati-hati loh, sekarang lagi musim penipuan,” ucap Siska memberikan peringatan.“Iya Bu, ngeri orang sekarang tuh. Makin canggih tapi malah dipakai buat jahatin orang.”“Siapa yang jahatin orang, sayang?” tanya Devan yang baru saja keluar dari kamar.“Enggak kok, Mas. Ini loh ada orang kirim pesan ngga
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p