“Dokter Indah. Panggil Dokter Indah,” perintah Irene saat dia berhasil dikeluarkan dari mobil.“Bu Irene,” panggil seorang perawat yang melihat Irene masuk sambil di dorong di kursi roda.Irene hanya sempat melihat ke orang yang tadi memanggilnya tanpa bisa menjawab. Dia langsung dibawa masuk untuk di periksa keadaannya.Bram menyuruh pelayan kafe itu untuk memarkir mobilnya dulu lalu datang kepadanya lagi. Dia tidak bisa meninggalkan UGD karena takut dia akan dicari oleh pihak rumah sakit karena dia akan bertanggung jawab pada Irene.“Pak, ini kunci mobilnya. Tadi saya parkir di sebelah sana, biar gak kepanasan,” ucap pelayan itu.“Wali dari Ibu Irene,” panggil seorang perawat yang keluar dari ruang UGD.“Saya, Sus. Gimana keadaan Irene?” tanya Irene.“Bu Irene harus operasi secepatnya, Pak. Air ketubannya udah hampir habis. Tolong isi formulir dan selesaikan administrasinya segera ya, Pak.” Tanpa menunggu jawaban dari Bram, suster itu segera masuk kembali ke dalam ruang UGD.“I
“Bu Irene,” panggil Wati yang masuk ke dalam ruang perawatan Irene.“Wati, kamu ke sini sama siapa?” tanya Irene dengan suara yang lemah.“Sama Bu Diana. Bu Irene kok nggak bilang kami sih kalau mau melahirkan? Gimana ceritanya kok Ibu bisa tiba-tiba di sini?” tanya Wati ingin tahu bagaimana ceritanya Irene bisa melahirkan secara mendadak.“Air ketubannya pecah waktu lagi di cafe sama saya. Itu juga kita ketemunya baru banget dan mungkin Irene udah ngerasakan kontraksi sebelum datang ke cafe,” celetuk Bram yang masih ada di sana menemani Irene.“Oh ... jadi Bu Irene lagi sama pak pengacara ya. Untung aja ada pak pengacara ya, coba kalau Bu Irene sendirian. Saya nggak bisa ngebayangin gimana nasib Bu Irene.”“Wati, Tante Diana mana? Kok kamu ke sini sendirian,” tanya Irene yang sedari tadi tidak melihat kehadiran calon mertuanya itu.“Anu Bu, tadi Bu Diana kebetulan ketemu ama temennya, terus saya disuruh ke sini dulu. Mungkin Bu Diana mau nemuin temennya dulu,” terang Wati.“Te
Ibu gak percaya sama Devan?”Siska dan Sandra yang tadi sedang berbincang santai langsung kaget ketika mereka mendengar suara Devan dari arah belakang mereka duduk. Karena sedang asyik berbincang, mereka sampai tidak menyadari kedatangan Devan yang sepertinya mendengar ucapan terakhir dari Siska.“Maksud ibu nggak gitu, Van? Iya namanya kita waspada. Yang namanya khawatir kan tetap ada, Van. Tapi Ibu minta maaf kalau emang ucapan Ibu tadi salah,” ucap Siska meminta maaf pada menantunya yang kini sudah ikut bergabung duduk di sofa tengah.“Mas, kamu jangan salah sangka sama ibu. Ibu tuh nggak ada prasangka buruk sedikitpun sama kamu. Aku paham kok apa yang dibilang sama ibu tadi.” Sandra berusaha untuk menjelaskan agar Devan tidak terpancing emosinya.“Iya, aku ngerti kok maksud ibu kayak gimana. Tapi aku cuma pengen menjelaskan sekali lagi, kalau aku sangat yakin anak yang dilahirkan sama Irene itu emang bukan anak aku. Kalian berdua mau percaya atau enggak, itu hak kalian. Termasu
Hari ini Irene akan bersiap pulang kembali ke rumah bersama dengan bayinya. Meski badannya belum terlalu pulih, tapi Irene sudah ingin pulang karena dia tidak betah tinggal di rumah sakit.Meskipun Diana menyewakan Irene kamar yang terbaik di rumah sakit ini, namun tetap saja tinggal di rumah sakit itu tidak nyaman. Oleh sebab itu Irene lebih memilih untuk tidak menambah masa tinggalnya di rumah sakit dan melanjutkan pemulihannya di rumah saja.Wati sudah dibantu oleh sopir untuk mengemasi barang-barang Irene dan bayinya. Mereka harus mengepak barang pribadi Irene dan bayinya serta membawa beberapa buah tangan dari teman-teman Irene yang beberapa hari ini ramai datang menjenguk Iren. Meskipun Irene sifatnya tidak terlalu baik, namun ternyata masih ada berapa teman Irene yang peduli dengan ibu baru itu.“Bu, barangnya biar saya antar ke rumah dulu ya. Soalnya barangnya banyak banget dan mobilnya agak penuh,” ucap sopir meminta izin pada Irene.“Emangnya tadi nggak bawa mobil gede?” ta
“Biar saya yang simpan!” seru seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruang perawatan Irene.Mendengar ada suara orang lain di antara Suster Vera dan juga Irene, otomatis kedua orang itu langsung melihat ke arah pintu masuk kamar perawatan Irene. Tampak di depan mereka, ada Wati yang baru saja masuk sambil menggendong putri Irene.“Apa maksud kamu bilang kayak gitu?” tanya Irene yang tidak suka dengan tingkah lancang Wati.“Saya disuruh Bu Diana untuk megang surat hasil tes DNA itu, Bu. Kata Bu Diana, nanti suratnya langsung dikasihkan ke Bu Diana aja,” jawab Wati menjelaskan.“Kenapa harus nyuruh kamu yang ngasihin surat ini ke Tante Diana? Emangnya Tante Diana nggak percaya sama saya?” Irene tidak suka dengan pilihan kata-kata Wati karena dia merasa seperti sedang tidak dipercaya di saat ini.“Ya kan saya cuma nyampein pesannya Bu Diana aja, Bu. Kalau Bu Irene mau protes ... ya langsung protes ke Bu Diana aja.”Irene tampak tidak suka dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Wati
Malam ini para anggota keluarga Wijaya akan segera berkumpul di rumah lama Devan. Mereka akan melihat bersama-sama hasil dari tes DNA yang kini suratnya sudah ada di tangan Diana.Wanita paruh baya itu sudah menyuruh pengacaranya untuk mengamankan surat itu, agar tidak ada kecurigaan dari pihak Irene maupun Devan tentang kemungkinan perubahan isi dari surat tersebut. Dengan demikian, kedua belah pihak yang sedang berseteru merasa percaya pada Diana dan siap untuk menerima hasil keputusan malam ini.Tidak bisa dipungkiri lagi kalau suasana hati Sandra saat ini sedang tidak baik-baik saja. Meskipun dia sangat percaya kalau suaminya tidak mungkin melakukan hal buruk, meskipun pernah sedikit terpeleset sehingga rumah tangga mereka sempat berantakan, namun Devan bukanlah tipe orang yang mudah untuk berbohong.Meskipun Sandra baru mengenal sosok Devan setelah mereka menikah, namun Sandra sudah cukup mengenal sosok Devan ketika mereka menjadi dekat. Meskipun terkadang Devan lebih egois dan m
Edo segera mengambil tas koper yang sedari tadi dia bawa. Di depan semua orang, pengacara Diana itu segera membuka koper kerjanya lalu mengambil sebuah surat dari laboratorium milik Rumah Sakit tempat Irene melahirkan.Gesture semua orang kini berubah menjadi tegang. Semua menantikan surat yang sudah mereka tunggu sekian lama, bahkan sampai menguras banyak emosi.Sandra mencoba untuk tetap tenang dan santai. Dia tidak ingin mengikuti alur permainan Irene yang selalu membuatnya terpancing emosi. Sandra menggenggam tangan Devan dengan erat, untuk menunjukkan rasa dukungannya pada sang suami.Lembaran kertas hasil tes DNA sudah dipegang oleh Edo. Teguh jantung semua orang yang ada di sana sepertinya sudah mulai tidak stabil, karena mereka juga penasaran dengan hasil dari tes tersebut.“Saya sudah membaca hasilnya dan ....” Edo menggantung kalimatnya lalu melihat ke arah Devan.“Anak ini adalah anak pak Devan,” lanjut Edo.“Gak mungkin! Ini gak mungkin! Ini pasti bohong! Dia bukan anak
PLAAK!Semua orang kaget melihat Diana tiba-tiba menampar Bram yang hendak membela Irene. Mereka semua langsung terdiam dan bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya apa yang terjadi pada Diana saat ini.Wanita paruh baya itu seharusnya marah kepada Irene yang tampak semakin serakah setelah kejadian perseteruannya dengan Devan tadi. Tapi entah kenapa yang menjadi sasaran pemukulan Diana adalah Bram.“Bu Diana! Kenapa Ibu pukul saya? Emangnya saya salah apa?” tanya Bram tidak terima dengan perlakuan Diana.“Kamu tanya kesalahan kamu apa? Emangnya kamu masih belum tahu apa kesalahan kamu sebenarnya?” tanya Diana balik.“Saya salah apa emangnya? Emangnya salah kalau saya ngebela Irene sebagai klien saya. Bu Diana jangan sembarangan ngelakuin hal seperti ini ke saya ya, saya bisa ajukan tuntutan perlakuan tidak menyenangkan terhadap Ibu!” Bram melakukan perlawanan.“Tuntut saja kalau kamu berani. Maka saya akan balik menuntut kamu atas tuduhan perkongkolan dengan Irene!” tantang Diana bali
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p