Share

136. Daddy Kalian

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 19:21:23

“A-apa maksudmu?” Yara tersentak kala mendengar ucapan Oliver barusan.

Apa pria itu bilang?

Tidak pernah menceraikannya? Kenapa bisa?

“Aku bilang....” Oliver menjeda kalimatnya seraya mendekatkan wajah mereka. Namun, Yara segera memalingkan muka ke samping saat bibir mereka nyaris bertemu. Bibir Oliver kini berakhir di pipi Yara. Oliver mendekatkan bibirnya ke telinga Yara, berbisik, “Aku nggak pernah menceraikanmu, Yara. Surat gugatan cerai darimu nggak pernah aku tandatangani dan kata cerai belum keluar dari mulutku.”

Raut muka Yara seketika berubah menegang. Ia mendorong dada Oliver keras-keras hingga pria itu berhasil mundur dari hadapannya. Mata Yara menatap Oliver dengan tajam. Lalu mendengus kasar.

“Jangan membohongiku, Oliver,” desis Yara, “kamu sudah bahagia dengan Zara, seharusnya kamu sudah menceraikanku karena aku dan Zara kakak beradik yang nggak boleh kamu nikahi secara bersamaan!”

Satu sudut bibir Oliver kembali terangkat. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya dan mengelu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Amryna Rosyadah
Airell : jd uncle itu daddy yg gak sayang sm kami..?!? Oliver :....?!?!?! Yara : kikuk..kikuk.. Wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
eksa viera
penasaran sangat ya hon wkwkwk
goodnovel comment avatar
Ambarwati Ambarwati
wow kereen oliver...maju terus pantang mundurrr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   137. Penolakan

    “Oliver...!” desis Yara seraya menatap Oliver dengan tatapan tajam. Ia tak setuju dengan ide Oliver yang langsung mengakui siapa dirinya di hadapan Arthur dan Airell.“Daddy?” Arthur tiba-tiba bertanya sambil menelengkan kepala. “Jadi Uncle adalah daddy kami?”Yara tertegun menatap bagaimana raut muka putranya yang penuh harap itu. Lalu Yara menatap Oliver dan berbisik dengan tajam, “Ingat, Oliver. Mereka anak-anakku! Kamu nggak berhak ikut campur urusan kami.”Oliver langsung menoleh. Dan seketika itu juga Yara menyesal telah mendekatkan bibirnya ke telinga Oliver, karena saat pria itu menoleh wajah mereka nyaris bertemu.Namun, Oliver tidak memberi tanggapan apapun pada ucapan Yara barusan. Pria itu hanya menatap Yara sambil tersenyum samar. Kemudian Oliver berjongkok di hadapan Arthur dan Airell.“Iya, aku daddy kalian berdua,” ucap Oliver sekali lagi dengan tatapan lembut, ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   138. Menjemput Anak-Anak

    Marshall terdiam mendengar kata-kata Oliver yang diucapkan dengan nada penuh semangat dan kebahagiaan itu. Ia berusaha mencerna kabar yang baru saja disampaikan sepupunya. Marshall menaruh gitar dan berjalan ke arah balkon kamarnya. Setelah beberapa detik hening, suara Marshall terdengar kembali. “Kamu serius? Yara dan anak-anak?” tanya Marshall memastikan. “Maksudmu—“ “Mereka kembar! Laki-laki dan perempuan,” potong Oliver di seberang sana. “Yara dan anak-anak kami, mereka ada di sini. Aku bahkan memeluk Arthur, maksudku anak laki-lakiku, dia anak pertama. Arthur memanggilku Daddy.” Lagi-lagi Marshall terdiam. Oliver terdengar begitu bahagia menyampaikan kabar tersebut, tanpa tahu bahwa Marshall yang sudah menyembunyikan mereka selama ini. Dan jika Oliver tahu mengenai fakta tersebut, Marshall bisa memastikan sepupunya itu akan murka padanya. Membayangkan ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   139. Pulang Denganku, atau....

    “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Oliver?” Yara terkejut kala melihat Oliver berada di hadapan anak-anaknya. Dari mana pria itu tahu sekolahan Arthur dan Airell? Ah, Yara lupa. Oliver adalah orang yang bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Bahkan, jika tanpa bantuan Marshall, Yara mungkin sudah ditemukan di Swiss oleh Oliver sejak beberapa tahun lalu—itupun jika Oliver mencarinya. Namun, Yara tidak yakin pria itu akan mencarinya sampai sedemikian rupa. “Aku ke sini untuk menemui anak-anak kita, dan tentu saja aku juga ingin menemui kamu, Yara.” Kata-kata Oliver mengeluarkan Yara dari keterdiamannya. Ia menatap Arthur dan Airell bersamaan tanpa menghiraukan ucapan Oliver barusan. “Arthur, Airell, ayo pulang. Mommy nggak telat, ‘kan?” “Tidak, Mom,” jawab Airell yang mendadak berubah ceria saat melihat Yara. “Tapi Mommy keduluan sama Daddy,” timpal Arthur. Yara menatap Oliver dengan tatapan dingin, sebelum akhirnya ia membawa anak-anaknya men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   140. Masih Merindukanmu

    “Bunga dari siapa?” Oliver hendak mengambil secarik kertas dari atas bucket bunga mawar tersebut, akan tetapi dengan cepat Yara menepisnya. “Bukan urusanmu,” timpal Yara dengan ketus. Ia lalu beranjak pergi menuju lantai dua, sementara si kembar sudah berlari lebih dulu ke ruangannya. Oliver mengikuti Yara dengan langkah tenang. “Apa bunga itu dari tunanganmu yang tidak sah itu?” Yara mendengus. “Bukankah sudah aku bilang itu bukan urusanmu, Oliver?” tukas Yara sambil terus berjalan dengan cepat demi menghindari Oliver. “Ingat, kamu masih istriku, Yara.” Terdengar ada nada cemburu dalam nada suara Oliver. “Siapapun laki-laki yang kamu anggap tunanganmu, hubungan kalian tetap tidak sah. Itu artinya laki-laki itu sedang berusaha merebut istri milik laki-laki lain. Aku nggak akan tinggal diam.” Yara tidak member

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   141. Bukan Janji Kosong

    “Kumohon, biarkan aku ada di hidupmu lagi. Aku hanya ingin memastikan kamu dan anak-anak bahagia.” Yara tertegun ketika ia mendengar ungkapan yang terdengar tulus itu dari mulut Oliver. Ia melanjutkan kembali kunyahan di dalam mulutnya sambil menghela napas berat. Namun, belum sempat Yara menanggapi ucapan Oliver, ponselnya tiba-tiba berdenting. Yara mengecek pesan yang masuk lalu membacanya dengan kening berkerut. [“Selamat siang, Mom. Untuk pembayaran SPP, DSP dan uang tahunan Arthur dan Airell sudah lunas sampai akhir tahun. Hari ini ayahnya Arthur dan Airell datang ke sekolah. Terima kasih.”] Pesan itu membuat Yara terhenyak. Ia mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, ke arah Oliver yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. “Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Oliver kala ia mendapati tatapan tajam dari Yara. “Kenapa kamu melakukannya?” Suara Yara terdengar dingin. “Melakukan apa?” Tampak kerutan di kening Oliver. Ia meraih ponsel Yara dan membaca pesan ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   142. Sunflower

    Siang itu Yara baru selesai menjemput Arthur dan Airell dari sekolah dan mengantarnya sampai ke rumah. Setibanya di kantor, ia langsung berjibaku dengan pekerjaan. Saat sedang menatap layar laptop, pikiran Yara tiba-tiba melayang ke kejadian kemarin siang saat Oliver mengatakan bahwa pria itu akan datang lagi besok, besoknya lagi dan besok besoknya lagi. Yara mendengus pelan sambil tersenyum kecut. “Terus saja berbohong, Oliver,” gumamnya sambil kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop, yang menampilkan konsep panggung untuk acara The Luxe Hotels—yang sudah disepekati bahwa mereka akan memakai konsep yang ditawarkan Infinity Events. Yara berpikir, Oliver tidak serius dengan ucapannya. Karena buktinya, siang ini Oliver tidak datang menjemput si kembar lagi ke sekolah dan tidak datang pula ke kantor. Yara mengusap wajahnya dengan kasar sambil bergumam, “Kenapa aku jadi mengharapkan dia datang?” “Bu Yara, boleh saya masuk?” tanya Fina sambil mengetuk pintu. “Hm. Masuk, Fin!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   143. Aku, Kamu dan Anak-Anak Kita

    Yara menyandarkan bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada. Matanya memperhatikan Oliver yang sibuk mengaduk sup di dapur, dengan lengan kemeja tergulung hingga ke siku.Beberapa saat yang lalu Yara akan memasak makan malam untuknya dan untuk si kembar. Namun, Oliver yang keras kepala itu melarang Yara memasak dan akhirnya ia sendiri yang membuatkan makananan, meski sebelumnya Yara sudah mengusir Oliver untuk pergi dari rumah. Akan tetapi Oliver tetaplah Oliver, pria keras kepala yang tidak tahu malu.“Oliver, kamu tahu? Aku punya batas kesabaran.” Yara akhirnya bersuara sembari menghampiri meja makan.Oliver menoleh, menatap Yara dengan tatapan dalam meski sesaat. “Aku tahu,” jawabnya santai, kini ia menuangkan sup ke mangkuk. Pria itu tampak nyaman berada di dapur kecil Yara. “Tapi untuk saat ini kamu belum mencapai batas itu, ‘kan?”Yara menghela napas panjang. “Aku nggak butuh kamu di sini. Aku bisa urus semuanya sendiri,” ucapnya dengan nada suara tegas.“Arthur dan Airell

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   144. Airell Punya Daddy

    “Airell nggak punya ayah!” seru seorang anak lelaki berbadan gempal dengan nada mengejek. “Iya! Airell nggak punya ayah! Nggak pernah dijemput ayahnya!” Anak laki-laki yang lain ikut menimpali sambil tertawa. Sepertinya mereka tidak tahu kalau Airell pernah dijemput ayahnya. Bibir Airell memberengut, kedua ujung alisnya saling bertaut. Ia berkacak pinggang, menahan marah. “Kata siapa aku nggak punya ayah? Punya, kok! Wlee!” Airell menjulurkan lidahnya ke arah dua anak laki-laki itu dengan kesal. “Mana? Kalau punya ayah, suruh jemput kamu sekarang!” tantang si anak laki-laki gempal. Airell diam. Ia menatap cincin di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Di saat seperti ini, Airell mengharapkan kehadiran Oliver. “Airell, jangan tundukkan kepala kamu, Sayang.” Mendengar suara seseorang yang terdengar lembut, Airell pun mendongakkan wajahnya. Matanya langsung berbinar-binar melihat siapa yang datang. “D-Daddy?!” seru Airell tiba-tiba, yang membuat Oliver seketika menghentikan langka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 7. Ending

    Oliver duduk dengan punggung tegak di atas sunbed, netra hitam di balik kacamata hitamnya memperhatikan Yara yang sedang mengajari Avery berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pantai. Deburan ombak sesekali terdengar dari kejauhan, diiringi bunyi sekawanan burung camar yang sesekali melintas di udara. “Sial! Apa yang laki-laki itu lakukan?” desis Oliver pada dirinya sendiri saat melihat seorang lelaki tak dikenal menghampiri Yara dan mengajaknya mengobrol. Tidak bisa dibiarkan. Detik itu juga Oliver berdiri, dan sempat bicara pada si kembar Arthur dan Airell yang tengah bermain pasir di sebelahnya, “Arthur, Airell, tunggu di sini sebentar.” Oliver bergegas menghampiri Yara setelah mendapat anggukkan dari kedua anaknya. “Maaf, ada kepentingan apa Anda dengan istri saya?” tanya Oliver pada lelaki itu tanpa basa-basi sambil menekankan kata ‘istri saya’. Lelaki yang hanya mengenakan celana selutut itu tersenyum canggung dan tampak terintimidasi oleh tatapan tajam Oliver. “Oh, t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 6.

    “Kak Zio!”“Yeay! Kak Zio datang! Aku kangen Kak Zio!”Arthur dan Airell berlari menghampiri Zio. Zio berjongkok, merentangkan kedua tangan dan memeluk si kembar secara bersamaan.“Aku juga kangen kalian,” ucap Zio sambil tertawa bahagia.Arthur yang pertama kali melepaskan diri dari pelukan itu. “Kak Zio, ayo lihat adik aku. Avery cantik, lho!”Mendengar ucapan Arthur, Airell pun cemberut. “Memangnya aku tidak cantik?”“Cantik, sih. Tapi sedikit.” Arthur tertawa jahil.“Arthur...!” rengek Airell dengan bibir yang semakin memberengut.Zio tersenyum dan menggenggam tangan Airell. “Kamu cantik, Airell. Nggak ada yang ngalahin cantiknya kamu.”Mata Airell seketika berbinar-binar. “Sungguh?”“Hm! Aku serius.” Zio mengangguk. “Kalau begitu ayo kita lihat Avery. Di mana dia sekarang?”Airell tersenyum ceria, ia menarik tangan Zio sambil berkata, “Avery lagi sama Daddy. Ayo!”Melihat interaksi mereka bertiga, Yara pun tersenyum penuh haru. Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun merindukan Zio.“Zi

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 5.

    “Oliver, kamu baik-baik saja?” Marshall menelengkan kepala, menatap wajah sepupunya yang terdapat lingkaran hitam di bawah matanya. “Kamu sepertinya kurang tidur.”Oliver mengembuskan napas panjang. Ia duduk dengan tegap di sofa, tepat di hadapan Marshall. “Menurutmu aku bisa tidur nyenyak? Setiap malam Avery selalu bangun dan saat siang dia tidur nyenyak.”Avery William adalah nama untuk anak ke tiga Yara dan Oliver. Nama itu Oliver sendiri yang memberikannya.Mendengar keluhan Oliver, Marshall tertawa puas. “Gimana dengan Yara?”“Aku membiarkan dia tidur kalau malam. Lagian Avery selalu ingin bersamaku. Seolah-olah dia tahu kalau dulu ayahnya nggak menemani kakak-kakak dia waktu masih bayi.” Oliver tersenyum kecil, hatinya berdenyut nyeri kala membayangkan Yara melewati masa-masa mengurus bayi kembar sendirian.“Mengurus satu bayi saja sudah repot, apalagi dua,” timpal Marshall, “kamu tahu maksudku?”Oliver mengembuskan napas. “Aku tahu. Kamu nggak perlu menambah rasa bersalahku kar

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 4.

    Oliver terduduk lemas di kursi yang ada di koridor rumah sakit. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya acak-acakan. Dan kedua lengannya tampak merah, dipenuhi bekas gigitan dan cakaran. Oliver melamun. Seakan-akan sibuk dengan dunianya sendiri, hingga Oliver mengabaikan keadaan di sekitarnya.Jingga keluar dari ruangan bersalin. Ia prihatin melihat kondisi Oliver yang tampak terguncang. Lalu menghampirinya.“Oliver, kenapa kamu diam di sini? Yara dan bayi kalian menunggu di dalam,” ucap Jingga dengan lembut.Ya, Yara sudah melahirkan beberapa saat yang lalu ditemani Oliver. Setelah bayinya berhasil dilahirkan dengan selamat dan sempurna, Oliver pun keluar dari ruangan itu dan duduk termenung sendirian.“Oliver...,” panggil Jingga saat Oliver tidak merespons ucapannya.Oliver tetap bergeming. Melamun dengan tangan gemetar.Jingga menghela napas panjang. Ia duduk di samping putranya, lalu menggenggam tangannya yang terasa dingin.Saat itulah Oliver keluar dari lamunannya dan menatap Jingga deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 3.

    “Oliver, perutku sakit banget.”Bisikan Yara tersebut berhasil menghentikan Oliver yang sedang berbincang-bincang dengan kliennya. Oliver langsung menoleh pada Yara dan melihat wanita itu tengah mengerutkan kening seperti menahan rasa sakit.“Sayang, perut kamu sakit?”Yara mengangguk. “Sakit banget,” katanya sembari mencengkeram lengan Oliver kuat-kuat.Raut muka Oliver seketika berubah menegang. Tangannya menangkup pipi Yara dan berkata dengan tegas, “Kita ke rumah sakit sekarang!”Tanpa basa-basi, Oliver segera mengangkat Yara ke pangkuan. Sikapnya itu mengundang perhatian dari orang-orang di sekitar mereka. Namun Oliver tampak tidak peduli. Saat itu juga ia membawa Yara keluar dari ballroom dengan ekspresi panik yang gagal ia sembunyikan.“Oliver, jangan terlalu khawatir. Sekarang sakitnya sudah hilang lagi, kok,” kata Yara, berusaha menenangkan Oliver yang kini tengah mengemudi dengan tatapan kalut.“Sayang, mana bisa aku nggak khawatir,” sergah Oliver sembari mengusap wajah deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 2.

    “Oliver, sudah kubilang, aku bisa melakukannya sendiri. Astaga....”“Tidak! Selama aku bisa melakukannya untukmu, akan kulakukan!” tegas Oliver, sebelum akhirnya pria itu memangku Yara ke kamar mandi.Yara memutar bola matanya malas, tapi ia tidak menolak lagi. Karena sekali lagi Yara menegaskan, Oliver adalah pria yang tidak menerima penolakan.Sejak awal kehamilan, Oliver selalu memberi perhatian lebih dan memanjakan Yara. Apalagi saat kehamilan Yara sudah membesar seperti sekarang, Oliver bahkan tidak mengizinkan Yara melakukan aktifitas yang sedikit berat. Pria itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. memenuhi segala kebutuhan Yara dan melayaninya dengan sepenuh hati.Oliver sering berkata pada Yara bahwa ia ingin menebus kesalahannya di masa lalu yang tidak menemani Yara sewaktu kehamilan si kembar.“Jangan lihat aku. Aku malu,” protes Yara saat Oliver sudah melepaskan seluruh kain yang membungkus tubuhnya.Oliver tersenyum kecil. “Apa yang membuat kamu malu, Sayang?” tanya

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 1.

    “Daddy! Mommy! Ada tamu!”“Shit!” Oliver mengumpat sambil memejamkan matanya sejenak kala mendengar seruan Airell di luar sana.Namun, hal itu tidak menyurutkan gairah Oliver. Ia berusaha menggerakkan dirinya dengan selembut mungkin agar tidak menyakiti istrinya yang kini berada di hadapannya. Posisi wanita itu memunggunginya.“Oliver...,” desah Yara sambil mencengkeram sprai erat-erat. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan desah agar tidak keluar lebih keras lagi. “Airel bilang... ada tamu.” Yara berkata dengan napas terengah-engah. “Itu pasti Zara, dia sudah... datang.”“Ssstt!” Oliver menarik dagu Yara agar menoleh ke arahnya. Lantas dilumatnya bibir sang istri dengan rakus tanpa menghentikan gerakannya. “Jangan hiraukan, Sayang. Fokus saja padaku,” bisik Oliver sesaat setelah ia menjauhkan bibir mereka berdua.“Daddy! Mommy! Ada Aunty Zara!” seru Airell lagi, kali ini diiringi ketukan pintu.

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   211. Satu-satunya Untukku (Last Chapter)

    Lapangan basket yang biasanya dipenuhi suara bola memantul dan teriakan semangat, kini telah berubah menjadi tempat makan malam romantis yang memukau. Lampu-lampu kecil berkelap-kelip menggantung di sepanjang tiang ring basket, menciptakan suasana hangat dan romantis. Sebuah meja bundar berlapis kain putih dihiasi lilin-lilin kecil serta rangkaian bunga matahari—bunga favorit Yara. Kursi-kursi tertata rapi, dan di tengah meja, terdapat dua set hidangan yang tertata indah. Dan alunan musik romantis terdengar merdu. Yara berdiri mematung di tempatnya, matanya membulat dan bibirnya sedikit terbuka, ia tak mampu menyembunyikan kekagumannya. Oliver yang berdiri di sampingnya, hanya tersenyum melihat ekspresi istrinya itu. “Kamu suka?” tanya Oliver dengan suara lembut. Yara mengangguk perlahan dan keluar dari keterpakuannya. “Oliver... ini keren banget. Kamu benar-benar menyulap lapangan basket jadi tempat makan malam seindah ini?” Oliver tertawa kecil. “Ini bukan sekadar lapangan ba

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   210. Kejutan Dari Oliver

    Yara menatap pantulan dirinya di cermin. Senyuman lebar tersungging di bibir kala ia melihat baby bump-nya sudah sedikit membuncit.Ia jadi teringat dengan ucapan Oliver yang akhir-akhir ini selalu bilang bahwa lelaki itu sangat menyukai bentuk tubuh Yara yang sedang hamil.Dulu, waktu kehamilan pertama, Yara mendapatkan perhatian dari Oliver hanya dalam waktu singkat. Namun kali ini, hampir setiap waktu perhatian Oliver selalu tercurah padanya. Membuat Yara merasa menjadi wanita paling beruntung dan paling bahagia di dunia karena dicintai oleh lelaki seperti Oliver.Sehingga timbul di hati Yara rasa takut ditinggalkan oleh suaminya itu. Yara sudah bergantung padanya. Menjadikan lelaki itu pusat dunianya.Beranjak dari depan cermin, Yara menghampiri meja kerjanya. Di atas meja teronggok sebuah bucket bunga matahari, yang membuat Yara seketika tersenyum cerah. Ia meraih secarik kertas dari sana, dan menemukan tulisan tangan Oliver dalam kertas tersebut.‘Honey, kamu tahu perbedaan mata

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status