Share

141. Bukan Janji Kosong

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 16:47:24

“Kumohon, biarkan aku ada di hidupmu lagi. Aku hanya ingin memastikan kamu dan anak-anak bahagia.”

Yara tertegun ketika ia mendengar ungkapan yang terdengar tulus itu dari mulut Oliver. Ia melanjutkan kembali kunyahan di dalam mulutnya sambil menghela napas berat.

Namun, belum sempat Yara menanggapi ucapan Oliver, ponselnya tiba-tiba berdenting. Yara mengecek pesan yang masuk lalu membacanya dengan kening berkerut.

[“Selamat siang, Mom. Untuk pembayaran SPP, DSP dan uang tahunan Arthur dan Airell sudah lunas sampai akhir tahun. Hari ini ayahnya Arthur dan Airell datang ke sekolah. Terima kasih.”]

Pesan itu membuat Yara terhenyak. Ia mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, ke arah Oliver yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Oliver kala ia mendapati tatapan tajam dari Yara.

“Kenapa kamu melakukannya?” Suara Yara terdengar dingin.

“Melakukan apa?” Tampak kerutan di kening Oliver. Ia meraih ponsel Yara dan membaca pesan ter
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
cowo gila yg bklan ngusik ketenangan Yara . gila bgt sampe ngejar² ke jkt jg, bnran psycho ini namanya . mngkin slh satu alasan Yara balik ke negara kelahirannya mngkin krn ini cowo sptnya . smoga Oliver bsa nglindungi keluarga kecilnya deh . apalagi Yara kn statusnya emg masi istri Oliver .
goodnovel comment avatar
Amryna Rosyadah
Kykny slh 1 alasan Yara balik k Jkt mgkn krn mw menghindari Leonard..Yara km butuh Oliver bwt menghempas Leonard
goodnovel comment avatar
Ami Lee
gimana hubungan yara yg sebenarnya sama leonard ini... marshall tau gak ya tentang leonard ini... oliver bakalan naik pitam nih klo ketemu sama leonard
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   142. Sunflower

    Siang itu Yara baru selesai menjemput Arthur dan Airell dari sekolah dan mengantarnya sampai ke rumah. Setibanya di kantor, ia langsung berjibaku dengan pekerjaan. Saat sedang menatap layar laptop, pikiran Yara tiba-tiba melayang ke kejadian kemarin siang saat Oliver mengatakan bahwa pria itu akan datang lagi besok, besoknya lagi dan besok besoknya lagi. Yara mendengus pelan sambil tersenyum kecut. “Terus saja berbohong, Oliver,” gumamnya sambil kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop, yang menampilkan konsep panggung untuk acara The Luxe Hotels—yang sudah disepekati bahwa mereka akan memakai konsep yang ditawarkan Infinity Events. Yara berpikir, Oliver tidak serius dengan ucapannya. Karena buktinya, siang ini Oliver tidak datang menjemput si kembar lagi ke sekolah dan tidak datang pula ke kantor. Yara mengusap wajahnya dengan kasar sambil bergumam, “Kenapa aku jadi mengharapkan dia datang?” “Bu Yara, boleh saya masuk?” tanya Fina sambil mengetuk pintu. “Hm. Masuk, Fin!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   143. Aku, Kamu dan Anak-Anak Kita

    Yara menyandarkan bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada. Matanya memperhatikan Oliver yang sibuk mengaduk sup di dapur, dengan lengan kemeja tergulung hingga ke siku.Beberapa saat yang lalu Yara akan memasak makan malam untuknya dan untuk si kembar. Namun, Oliver yang keras kepala itu melarang Yara memasak dan akhirnya ia sendiri yang membuatkan makananan, meski sebelumnya Yara sudah mengusir Oliver untuk pergi dari rumah. Akan tetapi Oliver tetaplah Oliver, pria keras kepala yang tidak tahu malu.“Oliver, kamu tahu? Aku punya batas kesabaran.” Yara akhirnya bersuara sembari menghampiri meja makan.Oliver menoleh, menatap Yara dengan tatapan dalam meski sesaat. “Aku tahu,” jawabnya santai, kini ia menuangkan sup ke mangkuk. Pria itu tampak nyaman berada di dapur kecil Yara. “Tapi untuk saat ini kamu belum mencapai batas itu, ‘kan?”Yara menghela napas panjang. “Aku nggak butuh kamu di sini. Aku bisa urus semuanya sendiri,” ucapnya dengan nada suara tegas.“Arthur dan Airell

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   144. Airell Punya Daddy

    “Airell nggak punya ayah!” seru seorang anak lelaki berbadan gempal dengan nada mengejek. “Iya! Airell nggak punya ayah! Nggak pernah dijemput ayahnya!” Anak laki-laki yang lain ikut menimpali sambil tertawa. Sepertinya mereka tidak tahu kalau Airell pernah dijemput ayahnya. Bibir Airell memberengut, kedua ujung alisnya saling bertaut. Ia berkacak pinggang, menahan marah. “Kata siapa aku nggak punya ayah? Punya, kok! Wlee!” Airell menjulurkan lidahnya ke arah dua anak laki-laki itu dengan kesal. “Mana? Kalau punya ayah, suruh jemput kamu sekarang!” tantang si anak laki-laki gempal. Airell diam. Ia menatap cincin di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Di saat seperti ini, Airell mengharapkan kehadiran Oliver. “Airell, jangan tundukkan kepala kamu, Sayang.” Mendengar suara seseorang yang terdengar lembut, Airell pun mendongakkan wajahnya. Matanya langsung berbinar-binar melihat siapa yang datang. “D-Daddy?!” seru Airell tiba-tiba, yang membuat Oliver seketika menghentikan langka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   145. Pertandingan

    “O-Oke! Aku akan pulang denganmu!” tukas Yara dengan cepat sebelum Oliver berbuat lebih jauh lagi. Yara ingat kejadian yang ia alami di The Luxe Hotels di hari pertamanya bertemu dengan Oliver, beberapa hari yang lalu. Dan hal itu membuat pipi Yara terasa memanas. “Tolong menjauh dariku!” pinta Yara dengan tegas. Oliver tersenyum puas. Pria itu mundur dan memberi ruang bagi Yara untuk melanjutkan kegiatannya. Yara kembali merapikan meja dengan jantung berdebar-debar. Sebelum akhirnya ia keluar lebih dulu mendahului Oliver. Pria itu mengikutinya di belakang dengan langkah lebar dan tenang. Setibanya di depan mobil sport milik Oliver, Yara tidak menunggu dibukakan pintu. Tangan Yara terulur, hendak meraih handle pintu, akan tetapi Oliver menahannya. “Jangan membuat harga diriku jatuh, Yara,” ucap Oliver sambil tersenyum miring, lalu membukakan pintu untuk Yara. Yara mendengus, sebelum akhirnya memasuki mobil Oliver. Dan Oliver tidak lupa meminta kunci mobil Yara, untuk kemudian

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   146. Di Sini Untukmu

    Yara berkali-kali melirik arloji sambil menggigit bibir bawahnya. Lalu melihat ke sekeliling lahan hijau luas yang telah dipenuhi oleh orang tua dan murid-murid TK yang memakai seragam hijau tosca dan putih. Namun, dari sekian banyak orang yang hadir dan yang baru saja berdatangan, Yara tidak melihat seseorang yang ia cari.Yara mengembuskan napas kasar sambil bergumam, “Apa yang aku harapkan? Dia nggak mungkin datang ke acara yang menurutnya nggak penting ini.” Lalu menyugar rambutnya dengan kasar.Meski Yara telah melarang Oliver datang ke acara Family Gathering ini, tapi entah mengapa setelah melihat keluarga anak lain yang lengkap, Yara jadi mengharapkan kehadiran Oliver.“Mommy, kenapa Daddy tidak datang?” tanya Arthur dengan ekspresi kecewa. “Padahal Daddy sudah janji akan datang. Teman-teman aku yang lain datang bersama daddy mereka, kita tidak.”Yara menggigit bibirnya, bingung apa yang har

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   147. Keluarga Kompak

    “Dari mana kamu dapat kaos itu?” Yara menatap curiga pada Oliver yang duduk di sampingnya. Kini mereka duduk beralaskan tikar yang dibawa Oliver, dengan makanan yang terhidang di atasnya, persis seperti piknik keluarga. Oliver mengedikkan bahu. “Nggak ada yang nggak bisa kulakukan, Yara, kecuali... menemukanmu selama enam tahun ini. Itu hal tersulit yang pernah aku lakukan.” Yara berdehem dan memilih mengalihkan pandangannya ke arah MC yang sedang bercuap-cuap di depan. Apa jadinya jika Oliver tahu bahwa Marshall-lah yang membantunya bersembunyi selama ini? Apakah Oliver akan marah pada Marshall? Mengingat hal itu, Yara pun menghela napas panjang. Ia harus jujur pada Oliver mengenai hal tersebut. “Baiklah! Hari ini kita akan menyaksikan salah satu lomba paling seru dan menghibur di acara Family Gathering kita, yaitu Keluarga Kompak Challenge!” seru MC yang dibalas oleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   148. Menginap

    Diam-diam Oliver melirik Yara yang duduk di sampingnya. Lalu menghela napas berat, karena wanita itu tampaknya enggan sekali menatapnya. Sementara si kembar sedang tertidur di kursi belakang. Mereka tampak kelelahan setelah seharian mengikuti acara.Yara yang merasa dirinya terus menerus ditatap Oliver, akhirnya bersuara tanpa menatap pria itu. “Tadi, kenapa kamu terlambat?”Oliver menghela napas lega sebab akhirnya Yara mau berbicara dengannya. “Aku kejebak macet.”Yara mendengus. “Jangan jadikan macet sebagai alasan. Itu alasan klise.”“Aku sungguh-sungguh, Yara.” Oliver mengelus dada, berusaha mempertebal kesabarannya menghadapi wanita keras kepala yang satu ini. “Tadi aku hampir sampai, tapi tiba-tiba ada pohon tumbang yang menghalangi jalan.”Yara tidak memberi tanggapan apapun. Ia kembali mengalihkan tatapannya dari jalanan di depan, ke arah kiri sambil bersedekap dada.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   149. Tidur Bersama

    “Mommy, Daddy boleh tidur bersama kita?” tanya Arthur dengan mata berbinar-binar.Sambil menyabuni piring kotor bekas makan malam mereka, Yara berkata, “Daddy akan tidur di sofa, Sayang. Kasur kita nggak muat berempat.”“Muat kok, Mom,” timpal Airell dengan polos. “Aku dan Arthur ‘kan kecil. kita tidur saling berdempetan saja, Mommy.”Yara menghela napas sepelan mungkin. “Nggak akan muat, Sayang. Percaya sama Mommy. Badan Daddy ‘kan besar banget,” elak Yara sambil membayangkan tubuh Oliver yang kekar itu harus tidur di tempat yang sempit, walaupun sebenarnya kasur ukuran queen bad itu masih cukup untuk Oliver. Namun Yara enggan berbagi ranjang dengan pria itu.“Mommy, please...,” pinta Arthur dengan penuh permohonan sambil memeluk kaki kanan Yara. “Aku ingin tidur bersama Daddy, karena kita belum pernah satu kalipun tidur dengan Daddy, Mom.”“Iya, Mommy.” Airell memeluk kaki kiri Yara. “Aku ingin dibacakan dongeng oleh Daddy seperti teman-teman aku,” rengeknya dengan puppy eyes-nya, y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   207. Obsesi

    Yara mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tapi bunyi gagang pintu yang terus digoyang semakin membuatnya panik. Tiba-tiba, suara itu berhenti, membuat keheningan terasa lebih mencekam.Kemudian, suara berderit pelan terdengar. Sesuatu tampaknya sedang dilakukan di luar pintu, seperti seseorang sedang mengutak-atik kunci dengan alat. Yara menahan napas, telinganya fokus pada setiap suara yang masuk.Dengan tangan gemetar, Yara mencoba menelepon satpam dan sopir—yang seharusnya mereka ada di depan rumah sekarang. Namun, panggilan Yara tidak terangkat.“Yara, ini aku.” Suara yang terdengar familiar—yang sekaligus memicu ketakutan, menyapanya dari luar pintu. “Buka pintunya, aku hanya ingin bicara.”Yara membelalak. Itu suara Leonard. Leonard yang selama ini ia hindari karena obsesi gilanya.“Leonard?!” Suara Yara bergetar. “Apa yang kamu lakukan di sini?”“Yara, aku tidak akan menyakitimu,” jawab Leonard dengan nada lembut tapi terdengar menyeramkan. “Aku hanya ingin

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   206. Orang Mencurigakan

    Selepas kepergian Zara beberapa saat kemudian, Davin dan Jingga menjemput Zio, Arthur dan Airell untuk diajak pergi jalan-jalan. Jadilah saat ini Yara ditinggal sendirian di rumah bersama Lisa.Yara menghabiskan waktunya di kamar dengan menonton televisi. Sejujurnya ia merasa bosan terus menerus diam di kamar, tapi ia berusaha patuh pada apa yang dikatakan suaminya. Yara tidak mau mengambil risiko terjadi sesuatu pada kehamilannya akibat ia yang tidak mendengarkan apa kata Oliver.Pada saat yang sama, ketukan di pintu terdengar. Yara mengalihkan tatapannya dari layar televisi ke arah pintu.“Masuk!”Detik berikutnya Lisa muncul di sana dengan senyuman ramah. “Nona, orang yang akan memasang AC di kamar Non Airell sudah datang.”“Oh? Oke. Tolong awasi ya, Bik,” pinta Yara dengan sopan.“Baik, Non.”Lisa mengangguk dan bergegas meninggalkan kamar Yara. Namun, sebagai orang yang sudah lama bekerja di keluarga itu, instingnya tidak bisa diabaikan. Ada sesuatu yang terasa janggal dengan tuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   205. Mommy Yang Hebat

    Yara tengah berjemur di balkon lantai dua sambil memperhatikan Zio, Arthur dan Airell yang sedang berenang ketika Zara datang.Yara cukup terkejut mendapati kedatangan saudari kembarnya itu. Lisa membawa Zara mendekati Yara.“Hai,” sapa Zara dengan canggung. “Boleh aku menemui Zio?”Yara berusaha menyunggingkan senyuman kecil, lalu mengangguk. “Tentu saja,” jawabnya, ia menunjuk kolam renang yang ada di bawah mereka. “Zio lagi berenang sama anak-anakku.”Anak-anakku.Zara tertegun. Ia mengalihkan tatapannya dari Yara ke arah dua bocah kecil yang tampak seumuran di bawah sana. “Anak-anakmu... kembar?”“Mm-hm. Mereka kembar. Namanya Arthur dan Airell. mereka keponakanmu, Zara.”Zara kembali tampak tertegun.Yara menepuk kursi kosong di sebelahnya. “Duduklah.” Lalu menatap Lisa dan berkata, “Bik, tolong siapkan minuman untuk Zara. Zara, kamu mau minum apa?”Zara menggelengkan kepala. “Apa saja, asal nggak terlalu manis,” jawabnya singkat.Lisa mengangguk sebelum meninggalkan balkon untuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   204. Tempat Berlabuh

    Yara merasa gelisah. Pasalnya, sampai saat ini Oliver tak kunjung pulang, padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari. Ia berguling ke kiri dan kanan, mencari kenyamanan dalam tidurnya. Namun Yara merasa tak ada posisi yang membuatnya nyaman. Hingga tak lama kemudian, Yara mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah. Seketika itu juga Yara terlonjak dari tidurnya, merasa lega. Tidak perlu melihat siapa yang datang, karena Yara sudah mengenali bagaimana halusnya deru mobil suaminya itu. Yara duduk bersandar di headboard, menanti Oliver tiba di kamar. Sampai akhirnya tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan muncul sosok Oliver dengan wajah kusut di sana. “Oliver, kenapa kamu baru pulang? Apa masalahnya benar-benar serius?” tanya Yara dengan nada khawatir. Oliver mendekati Yara seraya memandangnya dengan tatapan dalam. “Kenapa kamu bangun, Sayang? Atau kamu nggak tidur karena nungguin aku?” tanyanya sebelum merundukan badan dan mengecup kening Yara deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   203. Serangan

    Oliver menatap mata Yara yang terpejam dan bibirnya bergantian. Tangannya terulur, menangkup pipi Yara dengan hangat. Melihat wajah istrinya dari jarak sedekat ini membuat jantung Oliver berdetak kencang. Wanita itu terlalu menggoda, bahkan dalam tidurnya sekalipun, seperti sekarang.Wajah Oliver semakin mendekat ke wajah Yara. Mengikis jarak di antara mereka. Bibir mereka bertemu, Oliver bisa merasakan sesuatu yang lembut dan dingin menempel di bibirnya.“Mommy...! Daddy...! Boleh aku masuk?!”Seruan Airell dari luar sana membuat Oliver secara spontan menjauhkan wajahnya dari Yara. Ia memejamkan matanya sejenak. Lalu mengembuskan napas panjang.Dengan perlahan ia menarik tangannya yang dijadikan bantal kepala Yara. Membuat Yara akhirnya terbangun.Yara mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu kamar yang temaram. Wajah Oliver yang begitu dekat membuatnya terkejut.“Kamu kenapa? Kok bengong begitu?” tanya Yara dengan suara serak, masih setengah mengantuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   202. Sumpah Oliver

    [Marshall, bisa datang ke rumahku sekarang juga? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.]Oliver menunjukkan pesan itu kepada Yara, yang membuat senyuman Yara mengembang lebar. Dan melihat istrinya tersenyum selebar itu, hati Oliver terasa menghangat, meski jauh di dalam hatinya ia mulai merasa waswas akan pertemuan Yara dengan Marshall nanti.“Sayang, lihat, ‘kan? Aku sudah kirim pesan ke Marshall,” ujar Oliver, “sekarang kamu boleh merasa sedikit lebih tenang.”Yara mengangguk kecil. Lalu ia mengulurkan kedua tangannya, memeluk pinggang Oliver dan menyandarkan kepala di dada bidangnya. “Terima kasih. Kamu memang suami terbaik. Aku beruntung punya kamu dan aku sangat mencintai kamu.”Mendengar kata-kata Yara tersebut, Oliver merasakan jantungnya berdebar-debar. Ia berusaha mengatur napasnya dan berbisik di telinga Yara, “Jangan menggombaliku terus menerus, Sayang. Aku jadi ingin memakanmu.”Yara terkekeh pelan. Ia mendorong dada Oliver dengan jari telunjuknya. “Ingat kata dokter? Kita

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   201. Keinginan Konyol Yara

    Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, dokter akhirnya mengizinkan Yara pulang. Namun meski begitu, dokter mengharuskan Yara agar bedrest selama beberapa waktu. Dan hal itu membuat Oliver memutuskan untuk bekerja dari rumah demi menemani Yara di masa awal-awal kehamilannya.Dulu, ia sudah membuang banyak waktu di masa kehamilan Yara. Sehingga sekarang Oliver tidak ingin melewatkannya lagi dan ingin menjadi suami yang benar-benar selalu ada untuk istrinya kapanpun dibutuhkan.Kini Oliver baru keluar dari kamar mandi ketika melihat Yara tengah menatapnya dengan tatapan penuh permohonan, di atas kasur. Meski Yara tidak berkata apa-apa, tapi Oliver tahu bahwa wanitanya itu tengah menginginkan sesuatu.“Sayang, ada yang kamu inginkan, ya?” tanya Oliver sambil menghampiri ranjang. Lalu duduk di tepian, tepat di samping Yara yang sedang terbaring setengah duduk.Yara menghela napas panjang. Menatap Oliver dengan ragu-ragu, sebelum akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Iya, aku menginginkan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   200. Lebih Indah Dari Bunga

    Oliver akhirnya memutuskan membawa Yara keluar untuk menikmati udara segar. Dengan izin dokter, Oliver mendorong kursi roda yang diduduki Yara menuju taman rumah sakit yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran.“Sayang...,” panggil Oliver, yang membuat Yara mendongak ke belakang untuk menatapnya. “Kamu tahu nggak?”“Nggak.” Yara menggeleng polos, membuat Oliver tertawa.“Astaga... aku belum selesai.” Oliver mengusap wajah Yara dengan mesra sambil tertawa kecil. “Kamu tahu nggak? Bunga mawar itu memang indah, tapi kalah indah sama senyuman kamu.”Ya Tuhan... Yara merasakan pipinya memanas seketika saat mendengar gombalan Oliver yang terdengar cringe itu.Yara tertawa kecil, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga, Oliver. Kalau orang lain dengar, mereka pasti bakal muntah karena dengar gombalan kamu.”“Biarin aja,” balas Oliver santai sambil terus mendorong kursi roda Yara. “Yang penting istriku tersenyum.”Yara kembali tertawa.Mereka berhenti di bawah pohon besar yang rindang. Caha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   199. Kabar Bahagia

    “Sayang, kamu mau ke mana?!” Oliver terlonjak dari tidurnya kala ia melihat Yara bangkit dari kasur.Yara yang tak menyadari bahwa suaminya sudah bangun, terkejut dan menoleh ke arah pria itu. “Aku cuma mau ke kamar mandi,” jawab Yara sambil meringis kecil.Oliver buru-buru beranjak dari sofa dan menghampiri ranjang pasien sambil mengomel, “Seharusnya kamu bangunin aku, Sayang. Bukannya malah melakukannya sendiri.”Yara terkekeh kecil melihat raut muka suaminya yang masih setengah mengantuk itu tapi dipaksakan untuk menunjukkan ekspresi tegas.“Kamu lagi tidur. Mana bisa aku ganggu tidur kamu,” gerutu Yara. Selama dalam penerbangan dari Maldives Oliver tidak tidur karena menemani Yara yang terus muntah-muntah. Jadilah sore ini Oliver ketiduran di sofa. Dan Yara tidak tega untuk mengganggu tidurnya.Oliver melepas infusan dari tiangnya. Lalu mengangkat Yara ke pangkuan. Secara spontan Yara mengalungkan lengannya di leher Oliver.“Kamu nggak boleh melakukan aktifitas berat dulu, walaupu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status