Share

141. Bukan Janji Kosong

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 16:47:24

“Kumohon, biarkan aku ada di hidupmu lagi. Aku hanya ingin memastikan kamu dan anak-anak bahagia.”

Yara tertegun ketika ia mendengar ungkapan yang terdengar tulus itu dari mulut Oliver. Ia melanjutkan kembali kunyahan di dalam mulutnya sambil menghela napas berat.

Namun, belum sempat Yara menanggapi ucapan Oliver, ponselnya tiba-tiba berdenting. Yara mengecek pesan yang masuk lalu membacanya dengan kening berkerut.

[“Selamat siang, Mom. Untuk pembayaran SPP, DSP dan uang tahunan Arthur dan Airell sudah lunas sampai akhir tahun. Hari ini ayahnya Arthur dan Airell datang ke sekolah. Terima kasih.”]

Pesan itu membuat Yara terhenyak. Ia mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, ke arah Oliver yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Oliver kala ia mendapati tatapan tajam dari Yara.

“Kenapa kamu melakukannya?” Suara Yara terdengar dingin.

“Melakukan apa?” Tampak kerutan di kening Oliver. Ia meraih ponsel Yara dan membaca pesan ter
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
cowo gila yg bklan ngusik ketenangan Yara . gila bgt sampe ngejar² ke jkt jg, bnran psycho ini namanya . mngkin slh satu alasan Yara balik ke negara kelahirannya mngkin krn ini cowo sptnya . smoga Oliver bsa nglindungi keluarga kecilnya deh . apalagi Yara kn statusnya emg masi istri Oliver .
goodnovel comment avatar
Amryna Rosyadah
Kykny slh 1 alasan Yara balik k Jkt mgkn krn mw menghindari Leonard..Yara km butuh Oliver bwt menghempas Leonard
goodnovel comment avatar
Ami Lee
gimana hubungan yara yg sebenarnya sama leonard ini... marshall tau gak ya tentang leonard ini... oliver bakalan naik pitam nih klo ketemu sama leonard
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   142. Sunflower

    Siang itu Yara baru selesai menjemput Arthur dan Airell dari sekolah dan mengantarnya sampai ke rumah. Setibanya di kantor, ia langsung berjibaku dengan pekerjaan. Saat sedang menatap layar laptop, pikiran Yara tiba-tiba melayang ke kejadian kemarin siang saat Oliver mengatakan bahwa pria itu akan datang lagi besok, besoknya lagi dan besok besoknya lagi. Yara mendengus pelan sambil tersenyum kecut. “Terus saja berbohong, Oliver,” gumamnya sambil kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop, yang menampilkan konsep panggung untuk acara The Luxe Hotels—yang sudah disepekati bahwa mereka akan memakai konsep yang ditawarkan Infinity Events. Yara berpikir, Oliver tidak serius dengan ucapannya. Karena buktinya, siang ini Oliver tidak datang menjemput si kembar lagi ke sekolah dan tidak datang pula ke kantor. Yara mengusap wajahnya dengan kasar sambil bergumam, “Kenapa aku jadi mengharapkan dia datang?” “Bu Yara, boleh saya masuk?” tanya Fina sambil mengetuk pintu. “Hm. Masuk, Fin!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   143. Aku, Kamu dan Anak-Anak Kita

    Yara menyandarkan bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada. Matanya memperhatikan Oliver yang sibuk mengaduk sup di dapur, dengan lengan kemeja tergulung hingga ke siku.Beberapa saat yang lalu Yara akan memasak makan malam untuknya dan untuk si kembar. Namun, Oliver yang keras kepala itu melarang Yara memasak dan akhirnya ia sendiri yang membuatkan makananan, meski sebelumnya Yara sudah mengusir Oliver untuk pergi dari rumah. Akan tetapi Oliver tetaplah Oliver, pria keras kepala yang tidak tahu malu.“Oliver, kamu tahu? Aku punya batas kesabaran.” Yara akhirnya bersuara sembari menghampiri meja makan.Oliver menoleh, menatap Yara dengan tatapan dalam meski sesaat. “Aku tahu,” jawabnya santai, kini ia menuangkan sup ke mangkuk. Pria itu tampak nyaman berada di dapur kecil Yara. “Tapi untuk saat ini kamu belum mencapai batas itu, ‘kan?”Yara menghela napas panjang. “Aku nggak butuh kamu di sini. Aku bisa urus semuanya sendiri,” ucapnya dengan nada suara tegas.“Arthur dan Airell

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   144. Airell Punya Daddy

    “Airell nggak punya ayah!” seru seorang anak lelaki berbadan gempal dengan nada mengejek. “Iya! Airell nggak punya ayah! Nggak pernah dijemput ayahnya!” Anak laki-laki yang lain ikut menimpali sambil tertawa. Sepertinya mereka tidak tahu kalau Airell pernah dijemput ayahnya. Bibir Airell memberengut, kedua ujung alisnya saling bertaut. Ia berkacak pinggang, menahan marah. “Kata siapa aku nggak punya ayah? Punya, kok! Wlee!” Airell menjulurkan lidahnya ke arah dua anak laki-laki itu dengan kesal. “Mana? Kalau punya ayah, suruh jemput kamu sekarang!” tantang si anak laki-laki gempal. Airell diam. Ia menatap cincin di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Di saat seperti ini, Airell mengharapkan kehadiran Oliver. “Airell, jangan tundukkan kepala kamu, Sayang.” Mendengar suara seseorang yang terdengar lembut, Airell pun mendongakkan wajahnya. Matanya langsung berbinar-binar melihat siapa yang datang. “D-Daddy?!” seru Airell tiba-tiba, yang membuat Oliver seketika menghentikan langka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   145. Pertandingan

    “O-Oke! Aku akan pulang denganmu!” tukas Yara dengan cepat sebelum Oliver berbuat lebih jauh lagi. Yara ingat kejadian yang ia alami di The Luxe Hotels di hari pertamanya bertemu dengan Oliver, beberapa hari yang lalu. Dan hal itu membuat pipi Yara terasa memanas. “Tolong menjauh dariku!” pinta Yara dengan tegas. Oliver tersenyum puas. Pria itu mundur dan memberi ruang bagi Yara untuk melanjutkan kegiatannya. Yara kembali merapikan meja dengan jantung berdebar-debar. Sebelum akhirnya ia keluar lebih dulu mendahului Oliver. Pria itu mengikutinya di belakang dengan langkah lebar dan tenang. Setibanya di depan mobil sport milik Oliver, Yara tidak menunggu dibukakan pintu. Tangan Yara terulur, hendak meraih handle pintu, akan tetapi Oliver menahannya. “Jangan membuat harga diriku jatuh, Yara,” ucap Oliver sambil tersenyum miring, lalu membukakan pintu untuk Yara. Yara mendengus, sebelum akhirnya memasuki mobil Oliver. Dan Oliver tidak lupa meminta kunci mobil Yara, untuk kemudian

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   1. Istri Bayangan

    Seorang wanita berseragam merah marun adalah pemandangan pertama yang Yara dapati begitu ia membuka mata. Kepala Yara terasa pening. Dan dalam sekejap, begitu matanya mengedar ke sekeliling ruangan, ia sadar bahwa saat ini ia berada di rumah sakit. Ia tidak mengerti kenapa dirinya berada di sini. Hal terakhir yang Yara ingat adalah ia yang dikurung di kamar Zara—mendiang kembarannya, oleh Oliver selama tiga hari. “Mbak Yara sudah bangun? Bagaimana perasaannya sekarang? Perutnya masih sakit?” tanya wanita berseragam itu sambil melanjutkan pekerjaannya mengganti botol infus. “Suster?” tanya Yara dengan suara serak alih-alih menjawab pertanyaan perawat barusan, ia masih bingung dengan keadaan yang dialaminya. “Kenapa saya bisa ada di sini?” Perawat itu menatap Yara dengan pandangan prihatin. “Mbak Yara pingsan karena kelelahan dan dehidrasi akibat tidak makan dan minum selama tiga hari.” Yara mencoba mencerna penjelasan itu, tapi pikirannya terasa berat. Tentu saja ia ingat bah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   2. Jangan Jatuh Cinta Padaku

    “Aku mau menjadi Zara seperti yang kamu mau, tapi aku mohon jangan hentikan biaya pengobatan ibuku. Dan selain itu... aku punya permintaan lain.” Keterkejutan kembali tergambar di wajah Oliver saat mendengar ucapan Yara, tapi hanya sesaat, pria itu pandai menguasai ekspresinya. Ia berdiri, melangkah pelan keluar dari kungkungan meja kerja, bersandar di tepian meja menghadap Yara. “Permintaan?” ulang Oliver dengan ekspresi datar. “Iya.” Yara menjawab cepat. “Aku punya dua permintaan.” Oliver melirik tangan kiri Yara yang tengah saling meremas dengan tangan kanan. Lalu kembali menatap wajahnya. “Baik. Apa permintaanmu?” Yara menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. “Aku akan berpenampilan dan bersikap seperti Zara saat di hadapanmu, seperti yang kamu mau.” Ia tahu, keputusannya ini akan membuatnya menderita karena harus menjadi bayangan seseorang di mata suaminya sendiri. “Tapi beri aku ruangan khusus untukku, bukan ruangan Zara,” lanjut Yara, menyuarakan perminta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   3. Bayangan Zara

    Yara menunggu sejenak, menanti komentar atau respon dari Oliver, tapi pria itu hanya kembali menunduk, sibuk dengan berkas-berkas di depannya. "Sudah selesai?" tanya Oliver dengan ekspresi datar, tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas di tangannya. Yara mengangguk, meskipun Oliver tak melihatnya. "Iya, sudah. Aku akan kembali ke rumah sakit," jawab Yara dengan nada yang berusaha tetap tegar. Namun tak bisa dipungkiri, hatinya terasa sedikit perih. Tak ada pujian atau apresiasi, seolah apa yang ia lakukan hanya kewajiban tanpa makna. Oliver akhirnya mendongak, mengangguk singkat. "Baik. Lucas akan mengantarmu." Yara terdiam sejenak, menatap Oliver yang kembali larut dalam pekerjaannya. Ia merasa kelelahan, bukan hanya fisik, tapi juga mental, karena mulai saat ini ia harus terus memerankan sosok Zara di hadapan pria yang dulu diam-diam ia cintai. "Satu hal lagi, Oliver," kata Yara dengan suara rendah tapi serius. "Aku harap kamu selalu ingat, meskipun aku terlihat seperti Zar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   4. Kita Harus Bicara

    “Kak Zara...,” gumam pria itu, dengan tatapan tak percaya, menyadarkan Yara bahwa ternyata orang lain pun melihatnya sebagai Zara. “Bagaimana bisa Kak Zara—“ “Aku Yara, kembaran Zara,” sela Yara dengan cepat. “Bukan Zara seperti yang kamu kira.” Suara Yara melemah. “Aku bukan Zara,” tegasnya sekali lagi, lebih tepatnya seperti bicara kepada diri sendiri. “Oh? Maaf... maaf.” Pria bernama Marshall itu mengusap tengkuk, menyadari perubahan raut muka perempuan di hadapannya. “Aku baru dengar sepupuku menikahi kembaran Zara. Dan aku baru tahu kalau ternyata kalian semirip ini.” Wajah kami memang mirip, tapi sesungguhnya kami berdua sangat berbeda. Yara ingin menyuarakan kalimat itu, tapi pelukan Zio di lehernya membuat Yara akhirnya berkata dengan lembut, “Jangan khawatir, Sayang. Mama ada di sini. Mama akan selalu menemani kamu.” Ada rasa canggung saat menyebut dirinya ‘mama’. Sebab biasanya Yara mengenalkan diri sebagai ‘aunty’ kepada keponakan yang kini berubah status menjadi putra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   145. Pertandingan

    “O-Oke! Aku akan pulang denganmu!” tukas Yara dengan cepat sebelum Oliver berbuat lebih jauh lagi. Yara ingat kejadian yang ia alami di The Luxe Hotels di hari pertamanya bertemu dengan Oliver, beberapa hari yang lalu. Dan hal itu membuat pipi Yara terasa memanas. “Tolong menjauh dariku!” pinta Yara dengan tegas. Oliver tersenyum puas. Pria itu mundur dan memberi ruang bagi Yara untuk melanjutkan kegiatannya. Yara kembali merapikan meja dengan jantung berdebar-debar. Sebelum akhirnya ia keluar lebih dulu mendahului Oliver. Pria itu mengikutinya di belakang dengan langkah lebar dan tenang. Setibanya di depan mobil sport milik Oliver, Yara tidak menunggu dibukakan pintu. Tangan Yara terulur, hendak meraih handle pintu, akan tetapi Oliver menahannya. “Jangan membuat harga diriku jatuh, Yara,” ucap Oliver sambil tersenyum miring, lalu membukakan pintu untuk Yara. Yara mendengus, sebelum akhirnya memasuki mobil Oliver. Dan Oliver tidak lupa meminta kunci mobil Yara, untuk kemudian

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   144. Airell Punya Daddy

    “Airell nggak punya ayah!” seru seorang anak lelaki berbadan gempal dengan nada mengejek. “Iya! Airell nggak punya ayah! Nggak pernah dijemput ayahnya!” Anak laki-laki yang lain ikut menimpali sambil tertawa. Sepertinya mereka tidak tahu kalau Airell pernah dijemput ayahnya. Bibir Airell memberengut, kedua ujung alisnya saling bertaut. Ia berkacak pinggang, menahan marah. “Kata siapa aku nggak punya ayah? Punya, kok! Wlee!” Airell menjulurkan lidahnya ke arah dua anak laki-laki itu dengan kesal. “Mana? Kalau punya ayah, suruh jemput kamu sekarang!” tantang si anak laki-laki gempal. Airell diam. Ia menatap cincin di tangannya dengan mata berkaca-kaca. Di saat seperti ini, Airell mengharapkan kehadiran Oliver. “Airell, jangan tundukkan kepala kamu, Sayang.” Mendengar suara seseorang yang terdengar lembut, Airell pun mendongakkan wajahnya. Matanya langsung berbinar-binar melihat siapa yang datang. “D-Daddy?!” seru Airell tiba-tiba, yang membuat Oliver seketika menghentikan langka

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   143. Aku, Kamu dan Anak-Anak Kita

    Yara menyandarkan bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada. Matanya memperhatikan Oliver yang sibuk mengaduk sup di dapur, dengan lengan kemeja tergulung hingga ke siku.Beberapa saat yang lalu Yara akan memasak makan malam untuknya dan untuk si kembar. Namun, Oliver yang keras kepala itu melarang Yara memasak dan akhirnya ia sendiri yang membuatkan makananan, meski sebelumnya Yara sudah mengusir Oliver untuk pergi dari rumah. Akan tetapi Oliver tetaplah Oliver, pria keras kepala yang tidak tahu malu.“Oliver, kamu tahu? Aku punya batas kesabaran.” Yara akhirnya bersuara sembari menghampiri meja makan.Oliver menoleh, menatap Yara dengan tatapan dalam meski sesaat. “Aku tahu,” jawabnya santai, kini ia menuangkan sup ke mangkuk. Pria itu tampak nyaman berada di dapur kecil Yara. “Tapi untuk saat ini kamu belum mencapai batas itu, ‘kan?”Yara menghela napas panjang. “Aku nggak butuh kamu di sini. Aku bisa urus semuanya sendiri,” ucapnya dengan nada suara tegas.“Arthur dan Airell

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   142. Sunflower

    Siang itu Yara baru selesai menjemput Arthur dan Airell dari sekolah dan mengantarnya sampai ke rumah. Setibanya di kantor, ia langsung berjibaku dengan pekerjaan. Saat sedang menatap layar laptop, pikiran Yara tiba-tiba melayang ke kejadian kemarin siang saat Oliver mengatakan bahwa pria itu akan datang lagi besok, besoknya lagi dan besok besoknya lagi. Yara mendengus pelan sambil tersenyum kecut. “Terus saja berbohong, Oliver,” gumamnya sambil kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop, yang menampilkan konsep panggung untuk acara The Luxe Hotels—yang sudah disepekati bahwa mereka akan memakai konsep yang ditawarkan Infinity Events. Yara berpikir, Oliver tidak serius dengan ucapannya. Karena buktinya, siang ini Oliver tidak datang menjemput si kembar lagi ke sekolah dan tidak datang pula ke kantor. Yara mengusap wajahnya dengan kasar sambil bergumam, “Kenapa aku jadi mengharapkan dia datang?” “Bu Yara, boleh saya masuk?” tanya Fina sambil mengetuk pintu. “Hm. Masuk, Fin!”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   141. Bukan Janji Kosong

    “Kumohon, biarkan aku ada di hidupmu lagi. Aku hanya ingin memastikan kamu dan anak-anak bahagia.” Yara tertegun ketika ia mendengar ungkapan yang terdengar tulus itu dari mulut Oliver. Ia melanjutkan kembali kunyahan di dalam mulutnya sambil menghela napas berat. Namun, belum sempat Yara menanggapi ucapan Oliver, ponselnya tiba-tiba berdenting. Yara mengecek pesan yang masuk lalu membacanya dengan kening berkerut. [“Selamat siang, Mom. Untuk pembayaran SPP, DSP dan uang tahunan Arthur dan Airell sudah lunas sampai akhir tahun. Hari ini ayahnya Arthur dan Airell datang ke sekolah. Terima kasih.”] Pesan itu membuat Yara terhenyak. Ia mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, ke arah Oliver yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. “Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Oliver kala ia mendapati tatapan tajam dari Yara. “Kenapa kamu melakukannya?” Suara Yara terdengar dingin. “Melakukan apa?” Tampak kerutan di kening Oliver. Ia meraih ponsel Yara dan membaca pesan ter

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   140. Masih Merindukanmu

    “Bunga dari siapa?” Oliver hendak mengambil secarik kertas dari atas bucket bunga mawar tersebut, akan tetapi dengan cepat Yara menepisnya. “Bukan urusanmu,” timpal Yara dengan ketus. Ia lalu beranjak pergi menuju lantai dua, sementara si kembar sudah berlari lebih dulu ke ruangannya. Oliver mengikuti Yara dengan langkah tenang. “Apa bunga itu dari tunanganmu yang tidak sah itu?” Yara mendengus. “Bukankah sudah aku bilang itu bukan urusanmu, Oliver?” tukas Yara sambil terus berjalan dengan cepat demi menghindari Oliver. “Ingat, kamu masih istriku, Yara.” Terdengar ada nada cemburu dalam nada suara Oliver. “Siapapun laki-laki yang kamu anggap tunanganmu, hubungan kalian tetap tidak sah. Itu artinya laki-laki itu sedang berusaha merebut istri milik laki-laki lain. Aku nggak akan tinggal diam.” Yara tidak member

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   139. Pulang Denganku, atau....

    “Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Oliver?” Yara terkejut kala melihat Oliver berada di hadapan anak-anaknya. Dari mana pria itu tahu sekolahan Arthur dan Airell? Ah, Yara lupa. Oliver adalah orang yang bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Bahkan, jika tanpa bantuan Marshall, Yara mungkin sudah ditemukan di Swiss oleh Oliver sejak beberapa tahun lalu—itupun jika Oliver mencarinya. Namun, Yara tidak yakin pria itu akan mencarinya sampai sedemikian rupa. “Aku ke sini untuk menemui anak-anak kita, dan tentu saja aku juga ingin menemui kamu, Yara.” Kata-kata Oliver mengeluarkan Yara dari keterdiamannya. Ia menatap Arthur dan Airell bersamaan tanpa menghiraukan ucapan Oliver barusan. “Arthur, Airell, ayo pulang. Mommy nggak telat, ‘kan?” “Tidak, Mom,” jawab Airell yang mendadak berubah ceria saat melihat Yara. “Tapi Mommy keduluan sama Daddy,” timpal Arthur. Yara menatap Oliver dengan tatapan dingin, sebelum akhirnya ia membawa anak-anaknya men

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   138. Menjemput Anak-Anak

    Marshall terdiam mendengar kata-kata Oliver yang diucapkan dengan nada penuh semangat dan kebahagiaan itu. Ia berusaha mencerna kabar yang baru saja disampaikan sepupunya. Marshall menaruh gitar dan berjalan ke arah balkon kamarnya. Setelah beberapa detik hening, suara Marshall terdengar kembali. “Kamu serius? Yara dan anak-anak?” tanya Marshall memastikan. “Maksudmu—“ “Mereka kembar! Laki-laki dan perempuan,” potong Oliver di seberang sana. “Yara dan anak-anak kami, mereka ada di sini. Aku bahkan memeluk Arthur, maksudku anak laki-lakiku, dia anak pertama. Arthur memanggilku Daddy.” Lagi-lagi Marshall terdiam. Oliver terdengar begitu bahagia menyampaikan kabar tersebut, tanpa tahu bahwa Marshall yang sudah menyembunyikan mereka selama ini. Dan jika Oliver tahu mengenai fakta tersebut, Marshall bisa memastikan sepupunya itu akan murka padanya. Membayangkan ha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   137. Penolakan

    “Oliver...!” desis Yara seraya menatap Oliver dengan tatapan tajam. Ia tak setuju dengan ide Oliver yang langsung mengakui siapa dirinya di hadapan Arthur dan Airell.“Daddy?” Arthur tiba-tiba bertanya sambil menelengkan kepala. “Jadi Uncle adalah daddy kami?”Yara tertegun menatap bagaimana raut muka putranya yang penuh harap itu. Lalu Yara menatap Oliver dan berbisik dengan tajam, “Ingat, Oliver. Mereka anak-anakku! Kamu nggak berhak ikut campur urusan kami.”Oliver langsung menoleh. Dan seketika itu juga Yara menyesal telah mendekatkan bibirnya ke telinga Oliver, karena saat pria itu menoleh wajah mereka nyaris bertemu.Namun, Oliver tidak memberi tanggapan apapun pada ucapan Yara barusan. Pria itu hanya menatap Yara sambil tersenyum samar. Kemudian Oliver berjongkok di hadapan Arthur dan Airell.“Iya, aku daddy kalian berdua,” ucap Oliver sekali lagi dengan tatapan lembut, ya

DMCA.com Protection Status