Share

146. Di Sini Untukmu

last update Last Updated: 2024-12-23 14:00:00

Yara berkali-kali melirik arloji sambil menggigit bibir bawahnya. Lalu melihat ke sekeliling lahan hijau luas yang telah dipenuhi oleh orang tua dan murid-murid TK yang memakai seragam hijau tosca dan putih. Namun, dari sekian banyak orang yang hadir dan yang baru saja berdatangan, Yara tidak melihat seseorang yang ia cari.

Yara mengembuskan napas kasar sambil bergumam, “Apa yang aku harapkan? Dia nggak mungkin datang ke acara yang menurutnya nggak penting ini.” Lalu menyugar rambutnya dengan kasar.

Meski Yara telah melarang Oliver datang ke acara Family Gathering ini, tapi entah mengapa setelah melihat keluarga anak lain yang lengkap, Yara jadi mengharapkan kehadiran Oliver.

“Mommy, kenapa Daddy tidak datang?” tanya Arthur dengan ekspresi kecewa. “Padahal Daddy sudah janji akan datang. Teman-teman aku yang lain datang bersama daddy mereka, kita tidak.”

Yara menggigit bibirnya, bingung apa yang har
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ami Lee
oliver gak bakalan kecewa in kamu lagi yara... dia udah sangat menyesal ... tolong percaya sama dia kali ini
goodnovel comment avatar
Teteng Yeni
udah berpikir buruk aja aku
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
kasian, si kembar selalu di bilangin gak punya ayah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   147. Keluarga Kompak

    “Dari mana kamu dapat kaos itu?” Yara menatap curiga pada Oliver yang duduk di sampingnya. Kini mereka duduk beralaskan tikar yang dibawa Oliver, dengan makanan yang terhidang di atasnya, persis seperti piknik keluarga. Oliver mengedikkan bahu. “Nggak ada yang nggak bisa kulakukan, Yara, kecuali... menemukanmu selama enam tahun ini. Itu hal tersulit yang pernah aku lakukan.” Yara berdehem dan memilih mengalihkan pandangannya ke arah MC yang sedang bercuap-cuap di depan. Apa jadinya jika Oliver tahu bahwa Marshall-lah yang membantunya bersembunyi selama ini? Apakah Oliver akan marah pada Marshall? Mengingat hal itu, Yara pun menghela napas panjang. Ia harus jujur pada Oliver mengenai hal tersebut. “Baiklah! Hari ini kita akan menyaksikan salah satu lomba paling seru dan menghibur di acara Family Gathering kita, yaitu Keluarga Kompak Challenge!” seru MC yang dibalas oleh

    Last Updated : 2024-12-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   148. Menginap

    Diam-diam Oliver melirik Yara yang duduk di sampingnya. Lalu menghela napas berat, karena wanita itu tampaknya enggan sekali menatapnya. Sementara si kembar sedang tertidur di kursi belakang. Mereka tampak kelelahan setelah seharian mengikuti acara.Yara yang merasa dirinya terus menerus ditatap Oliver, akhirnya bersuara tanpa menatap pria itu. “Tadi, kenapa kamu terlambat?”Oliver menghela napas lega sebab akhirnya Yara mau berbicara dengannya. “Aku kejebak macet.”Yara mendengus. “Jangan jadikan macet sebagai alasan. Itu alasan klise.”“Aku sungguh-sungguh, Yara.” Oliver mengelus dada, berusaha mempertebal kesabarannya menghadapi wanita keras kepala yang satu ini. “Tadi aku hampir sampai, tapi tiba-tiba ada pohon tumbang yang menghalangi jalan.”Yara tidak memberi tanggapan apapun. Ia kembali mengalihkan tatapannya dari jalanan di depan, ke arah kiri sambil bersedekap dada.

    Last Updated : 2024-12-23
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   149. Tidur Bersama

    “Mommy, Daddy boleh tidur bersama kita?” tanya Arthur dengan mata berbinar-binar.Sambil menyabuni piring kotor bekas makan malam mereka, Yara berkata, “Daddy akan tidur di sofa, Sayang. Kasur kita nggak muat berempat.”“Muat kok, Mom,” timpal Airell dengan polos. “Aku dan Arthur ‘kan kecil. kita tidur saling berdempetan saja, Mommy.”Yara menghela napas sepelan mungkin. “Nggak akan muat, Sayang. Percaya sama Mommy. Badan Daddy ‘kan besar banget,” elak Yara sambil membayangkan tubuh Oliver yang kekar itu harus tidur di tempat yang sempit, walaupun sebenarnya kasur ukuran queen bad itu masih cukup untuk Oliver. Namun Yara enggan berbagi ranjang dengan pria itu.“Mommy, please...,” pinta Arthur dengan penuh permohonan sambil memeluk kaki kanan Yara. “Aku ingin tidur bersama Daddy, karena kita belum pernah satu kalipun tidur dengan Daddy, Mom.”“Iya, Mommy.” Airell memeluk kaki kiri Yara. “Aku ingin dibacakan dongeng oleh Daddy seperti teman-teman aku,” rengeknya dengan puppy eyes-nya, y

    Last Updated : 2024-12-24
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   150. Tentang Perjuangan

    “Kamu pikir, kamu bisa lari dariku, Yara?”Yara memekik kaget, beruntung ia tidak sedang memegangi cangkir berisi teh manis hangat tersebut.Seketika itu juga, Yara membalikkan tubuhnya, dan ia menyesal telah melakukannya karena saat berbalik wajah mereka sama sekali tak berjarak hingga bibir mereka bertemu. Oliver mengungkungnya dengan meletakkan kedua tangan di tepian kitchen island, tepat di sisi kiri dan kanan tubuh Yara.“Oliver, apa yang kamu lakukan?!” desis Yara sambil memundurkan wajahnya, menjauhi wajah Oliver.Satu sudut bibir Oliver terangkat, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yara lagi. “Kenapa menghindariku terus menerus, hm? Semakin kamu mengindar, semakin aku ingin mengejarmu, Yara,” bisiknya dengan suara berat.Yara menelan saliva, ia merasakan jantungnya berdebar-debar kencang. Sialan, Oliver. Sejak dulu pria itu selalu berhasil membuatnya tak berkutik.“Karena aku membencimu,” ucap Yara sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.Dan saat itu juga, Yara memekik terkeju

    Last Updated : 2024-12-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   151. Fakta Enam Tahun Lalu

    “Sepertinya Ibu Bos kita sedang sibuk sekali hari ini.”“Oh? Marshall?! Sejak kapan kamu di sini?” Yara yang baru saja keluar dari ruang meeting, terkejut melihat Marshall sudah menunggunya di ruang tamu.“Baru sekitar....” Marshall melirik arloji sesaat. “Lima menit? Nggak terlalu lama.” Ia berdecak lidah sambil berdiri mendekati Yara. “Mentang-mentang sudah ketemu Oliver, kamu jadi melupakanku sekarang, Yara?”Yara memutar bola matanya malas. “Bukan begitu,” sanggahnya, “aku sibuk akhir-akhir ini, untuk mengurus persiapan acara ulang tahun The Luxe Hotels. Ah, ngomong-ngomong, ayo kita ngobrol di ruanganku.”Yara berjalan mendahului, dan Marshall mensejajarkan langkahnya dengan Yara. “The Luxe Hotels? Mereka jadi menggunakan konsep yang kamu tawarkan?”“Hm. Padahal awalnya CEO mereka bersikeras menolak dan ingin menentang konsep yang aku tawarkan.” Yara mendengus pelan kala mengingat perdebatannya dengan Oliver kala itu.“Waah... Oliver benar-benar tergila-gila padamu. Dia sampai ma

    Last Updated : 2024-12-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   152. Pengkhianat

    Beberapa saat yang lalu. Oliver merindukan Yara. Ia rindu kata-kata ketusnya. Rindu tatapan tajamnya yang menggemaskan. Dan rindu segala hal tentang Yara. Sambil bersiul dan memainkan kunci mobil di tangannya, Oliver berjalan menuju lobi Infinity Events. Jantungnya selalu berdebar-debar setiap kali ia akan menemui wanita pujaan hatinya itu. Oliver tersenyum sendiri, tanpa memedulikan sapaan resepsionis. Ia penasaran, kira-kira ekspresi seperti apa yang akan ditunjukkan Yara padanya hari ini? Tiba di lantai dua, tepatnya di depan ruangan Yara, Oliver tidak melihat kehadiran sekretaris Yara di mejanya. Jadi ia tidak perlu lapor pada Yara—seperti biasa, dan memilih menerobos memasuki pintu yang terbuka sedikit itu. Namun, saat Oliver akan mendorong pintu tersebut, ia mendengar suara seorang lelaki di dalam sana yang tidak terdengar jelas apa yang sedang dibicarakannya. Sinyal api cemburu Oliver tiba-tiba menyala. Ia berhenti melangkah di dekat pintu sambil menajamkan pendengaranny

    Last Updated : 2024-12-25
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   153. Saling Mencintai

    “Maafkan aku.” Yara menundukkan kepalanya di hadapan Marshall, memandangi jari jemarinya yang saling meremas dengan gugup dan gelisah. “Gara-gara aku... hubungan kalian jadi rusak.” Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menghalau air matanya yang hampir jatuh. Melihat Oliver pergi dengan penuh kekecewaan, membuat hati Yara terasa sakit. “Sekali lagi aku minta maaf, aku janji akan—““Nggak perlu minta maaf, Yara,” potong Marshall dengan tenang.Namun, Yara yakin hati Marshall tidak setenang yang nampak di permukaan.“Aku yang memutuskan membantumu waktu itu,” lanjut Marshall lagi. “Dari awal aku memutuskan untuk membantu, aku memang sudah tahu konsekuensinya akan seperti ini. Jadi kamu nggak perlu menyalahkan diri sendiri.”Yara menggigit bibirnya yang bergetar. Pikirannya terasa kacau balau. Kenapa Oliver harus datang di waktu yang tidak tepat?“Tetap saja....” Yara mengembuskan napas dengan berat. “Aku merasa bersalah. ini semua terjadi karena keegosanku. Andai aku nggak pergi

    Last Updated : 2024-12-26
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   154. Cemburu

    Yara berdiri di belakang panggung dengan clipboard di tangan, dan earphone di telinga. Sebagai ketua tim event organizer dari Infinity Events, Yara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan acara ulang tahun The Luxe Hotels malam itu berjalan tanpa cela.“Tim dekorasi, pastikan centerpieces di semua meja sudah dipasang dengan benar. Jangan lupa, bunga lili putih di meja VIP!” ujar Yara melalui earphone, nada suaranya terdengar tegas dan profesional.“Iya, Bu Yara, sudah dicek ulang,” jawab salah satu staf dari seberang.Yara berbalik ke arah layar monitor yang menampilkan tampilan kamera dari berbagai sudut ballroom. Ia memeriksa satu per satu detail—penerangan, kursi tamu, panggung utama, dan tata letak makanan. Semua harus sempurna.Setelah memastikan semuanya telah siap dan sempurna, Yara menghela napas lega. Ia masih memandangi monitor, para tamu undangan saling berdatangan.Dan melihat para tamu yang mengenakan tuksedo hitam, mengingatkan Yara akan sosok Oliver.“Apa dia aka

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   168. Keluarga Hangat

    “Ini Arthur dan Airell, Ma,” Oliver menjawab sambil memegang bahu si kembar dengan bangga. “Mereka anak-anak kami.”Tatapan Jingga berubah, penuh keterkejutan dan keharuan. Ia menatap Davin sejenak, lalu tersenyum lebar. “Anak-anak kalian? Astaga... jadi kalian punya anak kembar? Mereka cantik dan tampan sekali!” Jingga membungkuk untuk menyesuaikan tinggi mereka, menatap kedua bocah itu dengan tatapan tak percaya. “Hai, Arthur, Airell. Aku Grandma Jingga. Senang bertemu kalian.”Arthur dan Airell memandang Jingga dengan rasa penasaran.Arthur, yang lebih berani, tersenyum lebar. “Hai, Grandma! Aku Arthur, dan ini Airell,” ujarnya memperkenalkan diri. Airell mengangguk malu-malu di sebelahnya.Jingga tertawa kecil dan memeluk mereka dengan lembut. “Kalian berdua manis sekali. Grandma sangat senang bertemu kalian.”Davin yang berdiri di samping Jingga, juga ikut mendekati mereka. Wajahnya yang b

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   167. Cantik

    “Wuaah Grandma cantik sekali!” Arthur berdecak kagum saat melihat foto Jingga dan Davin di ponsel Oliver.“Mana? Mana? Aku mau lihat!” seru Airell yang baru saja keluar dari kamar dan berlari menghampiri ayah dan kakaknya.“Ini, lihat. Ini Grandpa Davin, dan ini Grandma Jingga. Mereka tampan dan cantik, ‘kan?” Oliver menunjuk kedua orang tuanya bergantian, menunjukkannya pada Airell.“Wuaaah... iya, Dad! Grandpa dan Grandma tampan dan cantik!” Airell terkikik sambil menutupi mulutnya. “Tapi Grandma Rianti juga tidak kalah cantik!”“Iya, makanya Mommy kalian cantik sekali. Kecantikannya menurun dari Grandma Rianti,” ujar Oliver dengan bangga saat menyebutkan bahwa Yara cantik sekali.Harum aroma buah-buahan menguar dari tubuh kedua anak itu yang sudah siap pergi ke rumah orangtua Oliver. Hanya tinggal menunggu Yara yang masih bersiap-siap di dalam kamar.“Tapi,

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   166. Kejutan di Pagi Hari

    “Kapan kamu akan kembali ke rumah kita?” tanya Oliver di sela-sela ciumannya.Mendengar pertanyaan itu, Yara mendorong pelan dada Oliver, hingga pria itu terpaksa menjeda pagutan bibir mereka.“Rumah... kita?” tanya Yara, menatap mata Oliver dengan penuh kebingungan. Napasnya terengah-engah.“Mm-hm.” Jemari Oliver menyentuh lembut dan memberi penekanan pada bibir bawah Yara. “Rumah kita. Aku sudah menyiapkan rumah baru untuk kita, Yara.”“Rumah baru?” Yara kembali bertanya. “Apa maksudmu rumah baru?”“Aku sengaja membuat rumah untuk kita beberapa tahun yang lalu. Walau saat itu aku nggak tahu kapan kamu akan kembali, tapi aku sudah menyiapkannya untukmu.”Ucapan Oliver tersebut membuat Yara tertegun. Perasaannya mendadak campur aduk, antara senang, sedih dan terharu bercampur menjadi satu. Matanya berkaca-kaca. Ia menangkup rahang Oliver dan mencium bibir pria

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   165. Menagih Janji

    “Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?” Oliver menatap Yara dengan tatapan heran. Ia berdiri di ambang pintu kamar, menyandarkan satu bahunya di kusen pintu sembari bersedekap dada.Sementara di dalam kamar itu, Yara tengah mengeluarkan pakaian miliknya dan milik anak-anak dari dalam lemari.Tanpa menatap Oliver, Yara menjawab, “Aku lagi cari baju buat aku dan anak-anak. Maksudku, baju yang akan kami gunakan untuk menemui Mama dan Papa.” Yara menggigit bibir bawahnya, sambil melihat dua pasang pakaian Airell yang ia angkat di kedua tangannya. “Apa ini cocok untuk Airell? Ah, nggak, nggak, baju ini sudah lama sekali. Aku harus cari yang lebih bagus.”Tadi saat pulang dari kantor, Oliver dan Yara sepakat akan datang ke acara makan malam di rumah Davin, besok. Davin dan Jingga sempat menelepon Oliver, meminta agar Oliver membawa Yara dan anaknya ke rumah.‘Kalau Mama nggak lihat berita kalian di The Luxe Hotels, Mama nggak akan tahu kalau Yara sudah kembali,’ ucap Jingga kala itu.Oliver

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   164. Kamu Yang Terpenting

    “Aku sengaja menyimpannya karena biar kalau dia telepon, aku tahu, jadi aku nggak perlu mengangkatnya,” ujar Yara apa adanya sambil turun dari pangkuan Oliver.Namun, Oliver tidak membiarkan Yara menjauh. Ia raih pinggang wanita itu lagi agar tetap duduk di pangkuan. Yara terkekeh pelan, tapi kekehannya berubah jadi tatapan heran saat mendapati raut muka Oliver memberengut.“Jadi artinya... kamu sedang menghindari dia?”“Begitulah.” Yara mengedikkan bahu.“Kenapa?” tanya Oliver dengan nada penuh tuntutan. “Kenapa kamu harus menghindari dia? Apa dia mengganggumu?”Yara menghela napas pelan, ia tahu Oliver pasti akan menyelidikinya lebih jauh. Dan tidak ada gunanya bagi Yara untuk mengelak. Alhasil, Yara mengangguk mengiakan pertanyaan Oliver.“Lebih tepatnya aku yang merasa terganggu,” ujar Yara dengan jujur. “Waktu di Swiss dia terus menerorku siang dan malam. Lalu saat aku kembali ke Jakarta, aku ganti nomor, tapi nggak tahu kenapa kok dia bisa tahu nomor baruku?”Mendengarnya, rahan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   163. Setelah Enam Tahun

    Wanda berjalan mondar-mandir di depan ruangan CEO, sambil memikirkan cara untuk menginterupsi percakapan bosnya dan Yara di dalam sana. Perasaan suka pada Oliver itu masih ada hingga kini, bersemayam di hati Wanda begitu kuat. Ia tidak suka melihat Oliver didekati wanita lain, meskipun itu istrinya sendiri.Saat pikiran Wanda sedang sibuk berkelana, memikirkan cara-cara licik untuk masuk ke dalam ruangan itu, tiba-tiba ia mendengar suara-suara yang membuat tubuhnya meremang dari dalam sana.Suara itu... suara erangan dan desahan yang saling bersahutan, cukup terdengar hingga ke luar. Mata Wanda terbelalak. Pikirannya berkelana, memikirkan apa yang tengah dilakukan suami istri itu di dalam sana.Wanda bukan wanita polos. Jadi, ia bisa membayangkan permainan panas macam apa yang tengah mereka lakukan.Pipi Wanda memerah. Tubuhnya ikut memanas saat Oliver memanggil nama Yara di sela-sela erangannya. Dan saat mendengar teriakan Yara yang penuh sensual itu, Wanda bisa membayangkan sepanas

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   162. Di Kantor

    “N-Nona Yara?” Wanda ternganga kala melihat siapa yang tengah menghampirinya. Setelah enam tahun lamanya, kini ia kembali menatap istri sang bos dengan mata kepalanya sendiri.Yara berjalan dengan penuh percaya diri sambil menenteng paper bag. Tersenyum penuh arti pada Wanda. Meski Yara tidak ingin berburuk sangka pada sekretaris suaminya, tapi Yara merasa penasaran apa kira-kira yang telah dilakukan Wanda selama enam tahun ini untuk menarik perhatian Oliver?“Oliver ada?”Wanda terlihat gelagapan, tapi wanita itu berhasil menguasai emosinya. Tersenyum profesional pada Yara. “Ada, Nona, di dalam. Tapi beliau sedang tidak bisa diganggu.”Satu sudut bibir Yara terangkat. “Benarkah? Ah, sayang sekali. Apa aku telepon dia saja?”Namun, Wanda tahu apa yang akan terjadi jika Yara menelepon Oliver. Bosnya itu akan marah jika Wanda menolak kedatangan Yara. Akhirnya, Wanda berkata, “Tapi sepertinya tidak ada yang lebih penting dari pada Anda, Nona Yara.”Yara kembali tersenyum. “Terima kasih a

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   161. Punya Adik

    Yara terharu melihat pemandangan di hadapannya. Oliver tengah memasak dan direcoki dua bocah kecil yang ingin ikut memasak. Airell memotong sayuran dengan pisau mainan miliknya, berdiri di atas kursi agar tubuhnya sejajar dengan Oliver. Sementara Arthur sibuk berlari-lari di dapur sambil membawa pesawat mainannya. Yara tidak pernah menduga momen ini akan ia alami. Bahkan, dulu, bermimpi saja ia tak berani. Kehadiran Oliver telah memberi warna baru dalam kehidupan mereka. Yara berjalan mendekat, melingkarkan kedua tangan di perut Oliver dan menyandarkan pipi di punggung bidangnya. Ia bisa merasakan tubuh Oliver menegang seketika, yang membuat Yara terkekeh kecil. “Biar aku bantu, Oliver,” pinta Yara untuk ke sekian kali. Namun, untuk ke sekian kalinya pula Oliver menjawab, “Nggak usah, Yara. Kamu cukup diam saja, malam ini biar aku yang masak.” Oliver menghela napas pelan. “Tapi kalau kamu terus memelukku seperti ini, aku rasa kita butuh booking satu kamar di The Luxe Hotels.” Me

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   160. Main Basket Bersama

    Yara mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, matanya berbinar saat menatap lapangan basket terbuka—tempat terakhir kali Oliver membawanya kemari beberapa hari yang lalu.Oliver sudah berdiri di tengah lapangan dengan bola basket di tangannya, senyuman jahil menghiasi wajahnya.“Siap kalah, Nona Zettira?” tantang Oliver, melempar bola ke udara dengan gaya penuh percaya diri.Yara melipat tangan di depan dada, menatapnya dengan tatapan tidak terima. “Kalah? Jangan mimpi, Tuan William. Aku ini jagoan di lapangan basket sejak SMA!”“Kalau begitu, tunjukkan keahlianmu,” ucap Oliver sambil memantulkan bola beberapa kali, lalu mengarahkannya ke Yara. “Kita satu lawan satu. Sampai sepuluh poin. Yang kalah bikin makan malam.”“Deal!” Yara segera menangkap bola dengan semangat. Ia memantulkan bola beberapa kali sebelum mulai bergerak ke kanan, mencoba mengelabui Oliver. Namun, pria itu dengan mudah menghadang langkahnya.“Ke kanan? Terlalu mudah ditebak,” goda Oliver sambil tersenyum lebar.“Ja

DMCA.com Protection Status