Share

135. Aku Masih Suamimu

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 17:00:00

Yara berkacak pinggang sembari mengembuskan napas melihat bekal kedua anaknya yang masih tergeletak di meja. Tadi ia meminta tolong Arthur agar memanggil Airell untuk makan siang, tapi sampai saat ini Arthur belum kembali dan Airell pun tidak terlihat batang hidungnya.

Kemarin sore Arthur sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dan untuk memberi hiburan pada anak itu, hari ini Yara membolehkan anak-anaknya ikut dengannya ke kantor Infinity Events.

“Anak-anak itu susah sekali kalau disuruh makan,” gerutu Yara sambil geleng-geleng kepala.

Lalu ia keluar dari ruangan kerjanya untuk mencari Arthur dan Airell. Ia menuruni tangga dengan langkah anggun dan penuh percaya diri. Sampai saat ini Yara lebih suka memakai flat shoes ketimbang high heels.

Yara sudah bisa menebak bahwa si kembar berada di lobi, sebab tempat itu adalah tempat kesukaan mereka selain taman kecil di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Nindry Ayangcrut
yeachhhhh clear
goodnovel comment avatar
Dewi Adinda
up lagi dong kak ochaa
goodnovel comment avatar
Ami Lee
ntar yara minta tolong marshall buat pura pura jdi tunangan yara.. marshall mana mau berurusan sama oliver
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   136. Daddy Kalian

    “A-apa maksudmu?” Yara tersentak kala mendengar ucapan Oliver barusan.Apa pria itu bilang?Tidak pernah menceraikannya? Kenapa bisa?“Aku bilang....” Oliver menjeda kalimatnya seraya mendekatkan wajah mereka. Namun, Yara segera memalingkan muka ke samping saat bibir mereka nyaris bertemu. Bibir Oliver kini berakhir di pipi Yara. Oliver mendekatkan bibirnya ke telinga Yara, berbisik, “Aku nggak pernah menceraikanmu, Yara. Surat gugatan cerai darimu nggak pernah aku tandatangani dan kata cerai belum keluar dari mulutku.”Raut muka Yara seketika berubah menegang. Ia mendorong dada Oliver keras-keras hingga pria itu berhasil mundur dari hadapannya. Mata Yara menatap Oliver dengan tajam. Lalu mendengus kasar.“Jangan membohongiku, Oliver,” desis Yara, “kamu sudah bahagia dengan Zara, seharusnya kamu sudah menceraikanku karena aku dan Zara kakak beradik yang nggak boleh kamu nikahi secara bersamaan!”Satu sudut bibir Oliver kembali terangkat. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya dan mengelu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   1. Istri Bayangan

    Seorang wanita berseragam merah marun adalah pemandangan pertama yang Yara dapati begitu ia membuka mata. Kepala Yara terasa pening. Dan dalam sekejap, begitu matanya mengedar ke sekeliling ruangan, ia sadar bahwa saat ini ia berada di rumah sakit. Ia tidak mengerti kenapa dirinya berada di sini. Hal terakhir yang Yara ingat adalah ia yang dikurung di kamar Zara—mendiang kembarannya, oleh Oliver selama tiga hari. “Mbak Yara sudah bangun? Bagaimana perasaannya sekarang? Perutnya masih sakit?” tanya wanita berseragam itu sambil melanjutkan pekerjaannya mengganti botol infus. “Suster?” tanya Yara dengan suara serak alih-alih menjawab pertanyaan perawat barusan, ia masih bingung dengan keadaan yang dialaminya. “Kenapa saya bisa ada di sini?” Perawat itu menatap Yara dengan pandangan prihatin. “Mbak Yara pingsan karena kelelahan dan dehidrasi akibat tidak makan dan minum selama tiga hari.” Yara mencoba mencerna penjelasan itu, tapi pikirannya terasa berat. Tentu saja ia ingat bah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   2. Jangan Jatuh Cinta Padaku

    “Aku mau menjadi Zara seperti yang kamu mau, tapi aku mohon jangan hentikan biaya pengobatan ibuku. Dan selain itu... aku punya permintaan lain.” Keterkejutan kembali tergambar di wajah Oliver saat mendengar ucapan Yara, tapi hanya sesaat, pria itu pandai menguasai ekspresinya. Ia berdiri, melangkah pelan keluar dari kungkungan meja kerja, bersandar di tepian meja menghadap Yara. “Permintaan?” ulang Oliver dengan ekspresi datar. “Iya.” Yara menjawab cepat. “Aku punya dua permintaan.” Oliver melirik tangan kiri Yara yang tengah saling meremas dengan tangan kanan. Lalu kembali menatap wajahnya. “Baik. Apa permintaanmu?” Yara menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. “Aku akan berpenampilan dan bersikap seperti Zara saat di hadapanmu, seperti yang kamu mau.” Ia tahu, keputusannya ini akan membuatnya menderita karena harus menjadi bayangan seseorang di mata suaminya sendiri. “Tapi beri aku ruangan khusus untukku, bukan ruangan Zara,” lanjut Yara, menyuarakan perminta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   3. Bayangan Zara

    Yara menunggu sejenak, menanti komentar atau respon dari Oliver, tapi pria itu hanya kembali menunduk, sibuk dengan berkas-berkas di depannya. "Sudah selesai?" tanya Oliver dengan ekspresi datar, tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas di tangannya. Yara mengangguk, meskipun Oliver tak melihatnya. "Iya, sudah. Aku akan kembali ke rumah sakit," jawab Yara dengan nada yang berusaha tetap tegar. Namun tak bisa dipungkiri, hatinya terasa sedikit perih. Tak ada pujian atau apresiasi, seolah apa yang ia lakukan hanya kewajiban tanpa makna. Oliver akhirnya mendongak, mengangguk singkat. "Baik. Lucas akan mengantarmu." Yara terdiam sejenak, menatap Oliver yang kembali larut dalam pekerjaannya. Ia merasa kelelahan, bukan hanya fisik, tapi juga mental, karena mulai saat ini ia harus terus memerankan sosok Zara di hadapan pria yang dulu diam-diam ia cintai. "Satu hal lagi, Oliver," kata Yara dengan suara rendah tapi serius. "Aku harap kamu selalu ingat, meskipun aku terlihat seperti Zar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   4. Kita Harus Bicara

    “Kak Zara...,” gumam pria itu, dengan tatapan tak percaya, menyadarkan Yara bahwa ternyata orang lain pun melihatnya sebagai Zara. “Bagaimana bisa Kak Zara—“ “Aku Yara, kembaran Zara,” sela Yara dengan cepat. “Bukan Zara seperti yang kamu kira.” Suara Yara melemah. “Aku bukan Zara,” tegasnya sekali lagi, lebih tepatnya seperti bicara kepada diri sendiri. “Oh? Maaf... maaf.” Pria bernama Marshall itu mengusap tengkuk, menyadari perubahan raut muka perempuan di hadapannya. “Aku baru dengar sepupuku menikahi kembaran Zara. Dan aku baru tahu kalau ternyata kalian semirip ini.” Wajah kami memang mirip, tapi sesungguhnya kami berdua sangat berbeda. Yara ingin menyuarakan kalimat itu, tapi pelukan Zio di lehernya membuat Yara akhirnya berkata dengan lembut, “Jangan khawatir, Sayang. Mama ada di sini. Mama akan selalu menemani kamu.” Ada rasa canggung saat menyebut dirinya ‘mama’. Sebab biasanya Yara mengenalkan diri sebagai ‘aunty’ kepada keponakan yang kini berubah status menjadi putra

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   5. Sesuatu Yang Selalu Mereka Lakukan

    Oliver mendorong pintu kamar dan menarik Yara, membawanya masuk, pintu di belakangnya otomatis menutup.Dengan gerakan sedikit kasar, Oliver melepaskan tangan Yara dari genggamannya. Raut mukanya tampak mengerikan. Yara baru kali ini melihat sisi itu dari Oliver.“Apa yang mau kamu bicarakan?” Pertanyaan Yara memecah keheningan di antara mereka berdua.Oliver yang baru saja melepas jas dan melonggarkan sampul dasi, menatap Yara dengan dingin dan berkata, “Zara nggak pernah dekat dengan lelaki lain, apalagi saat aku nggak ada. Dia istri yang setia, dan hanya melihatku seorang.”Mendengarnya, Yara tercenung. Jadi ini yang ingin Oliver bicarakan? Ingin membandingkan dirinya dengan Zara? Ah, benar. Ia harus menjadi Zara di hadapan pria itu.“Oliver, seperti yang Marshall tadi bilang, dia cuma—““Apakah harus berpegangan tangan?” sela Oliver.“Kami nggak berpegangan tangan seperti yang kamu kira.”“Sudahlah.” Oliver melepas dasi dan melemparnya ke sofa, sementara Zara masih berdiri di deka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   6. Kesalahan Kecil

    Yara mencoba melawan dorongan yang kian kuat dari Oliver. Ia tahu ini salah, meski hatinya juga bimbang antara peran yang ia sepakati dan perasaan yang tak bisa ia abaikan."Oliver, aku bukan Zara," bisik Yara lagi, kali ini dengan suara yang lebih jelas. Tubuhnya tegang di bawah tekanan pria yang dulu hanya ia kagumi dari jauh.Namun, Oliver seolah tenggelam dalam kesedihannya sendiri. Tatapannya penuh luka, seakan ia berusaha mencari kepingan Zara dalam diri Yara. "Aku tahu kamu bukan Zara," gumamnya, namun tindakannya tidak mencerminkan ucapannya.Jemarinya yang kasar namun penuh kerinduan menggenggam erat pergelangan tangan Yara, sementara ciumannya semakin dalam, mengabaikan protes halus dari bibir Yara.“Aku nggak bisa terus seperti ini,” bisik Yara, air matanya mulai menggenang. “Aku bukan bayangan Zara, Oliver. Aku punya perasaan. Aku punya hak untuk dihormati.”Kata-kata itu akhirnya berhasil menghentikan Oliver. Ia terdiam, napasnya terengah, matanya yang kelam menatap Yara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   7. Melepaskan Bayangannya

    Sebuah mobil sport putih berhenti di depan lobi New Pacific Group. Lucas yang sudah menunggu di sana bersama Wanda segera membukakan pintu mobil untuk sang CEO. Oliver turun dari mobil, memasang kancing jas, dan menyerahkan kunci pada Lucas. Sebelum kemudian Lucas yang menyerahkan kunci itu kepada satpam. “Ada apa di dalam? Kenapa ramai sekali?” tanya Oliver dengan ekspresi datar tanpa menghiraukan sapaan asisten pribadi dan sekretarisnya sebelumnya. “Itu para karyawan yang sedang meminta tanda tangan dan berfoto dengan Marshall, Tuan,” jawab Lucas seraya menatap keramaian di dalam lobi. Rahang Oliver mengeras. “Bubarkan mereka sekarang!” Namun, sebelum Lucas dan Wanda membubarkan mereka, para karyawan itu seketika hening begitu melihat kedatangan sang CEO. Mereka menunduk memberi hormat dan tak ada yang berani bersuara ata

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   136. Daddy Kalian

    “A-apa maksudmu?” Yara tersentak kala mendengar ucapan Oliver barusan.Apa pria itu bilang?Tidak pernah menceraikannya? Kenapa bisa?“Aku bilang....” Oliver menjeda kalimatnya seraya mendekatkan wajah mereka. Namun, Yara segera memalingkan muka ke samping saat bibir mereka nyaris bertemu. Bibir Oliver kini berakhir di pipi Yara. Oliver mendekatkan bibirnya ke telinga Yara, berbisik, “Aku nggak pernah menceraikanmu, Yara. Surat gugatan cerai darimu nggak pernah aku tandatangani dan kata cerai belum keluar dari mulutku.”Raut muka Yara seketika berubah menegang. Ia mendorong dada Oliver keras-keras hingga pria itu berhasil mundur dari hadapannya. Mata Yara menatap Oliver dengan tajam. Lalu mendengus kasar.“Jangan membohongiku, Oliver,” desis Yara, “kamu sudah bahagia dengan Zara, seharusnya kamu sudah menceraikanku karena aku dan Zara kakak beradik yang nggak boleh kamu nikahi secara bersamaan!”Satu sudut bibir Oliver kembali terangkat. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya dan mengelu

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   135. Aku Masih Suamimu

    Yara berkacak pinggang sembari mengembuskan napas melihat bekal kedua anaknya yang masih tergeletak di meja. Tadi ia meminta tolong Arthur agar memanggil Airell untuk makan siang, tapi sampai saat ini Arthur belum kembali dan Airell pun tidak terlihat batang hidungnya. Kemarin sore Arthur sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dan untuk memberi hiburan pada anak itu, hari ini Yara membolehkan anak-anaknya ikut dengannya ke kantor Infinity Events. “Anak-anak itu susah sekali kalau disuruh makan,” gerutu Yara sambil geleng-geleng kepala. Lalu ia keluar dari ruangan kerjanya untuk mencari Arthur dan Airell. Ia menuruni tangga dengan langkah anggun dan penuh percaya diri. Sampai saat ini Yara lebih suka memakai flat shoes ketimbang high heels. Yara sudah bisa menebak bahwa si kembar berada di lobi, sebab tempat itu adalah tempat kesukaan mereka selain taman kecil di

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   134. Bertemu Anak Kembar

    Oliver berdiri di depan bangunan dua tingkat bergaya minimalis. Bangunan itu terlihat seperti masih baru. Tulisan Infinity Events terukir di sudut kanan atas bangunan berbentuk kubus itu. Model bangunan tersebut persis seperti selera Yara, pikir Oliver. Kedua sudut bibir Oliver terangkat. Dan mungkin itu senyuman tulus pertama yang ia sunggingkan selama beberapa tahun terakhir. Oliver mengembuskan napas, ia harus berjuang menenangkan diri karena jantungnya berdetak tak karuan. Sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya memasuki lobi Infinity Events. Saat Oliver membuka pintu, tidak ada orang di meja resepsionis. Lobi itu terlihat kosong selain ada seorang anak kecil perempuan, yang sedang menari berputar-putar sambil menyanyikan lagu “Do You Wanna Build A Snowman”. Tampak kerutan di kening Oliver. Ia merasa seperti pernah bertemu dengan anak itu.

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   133. Tidak Akan Melepaskanmu

    Yara berjalan dengan langkah cepat sambil berusaha menahan air mata agar tidak tumpah.Tiba di luar lobi hotel, ia menghentikan langkahnya. Satu tangannya bertumpu pada pilar, sementara tangan yang lain memegangi dada yang tengah bernapas naik turun. Dadanya terasa sesak.Ia berusaha menghirup oksigen dalam-dalam dengan mata yang memanas.Bertemu dengan Oliver seperti membuka kembali kenangan lama yang berusaha ia kubur dalam-dalam.Susah payah selama enam tahun ia menghindar, kenapa sekarang harus dipertemukan kembali? Setelah dirasa dadanya mulai melonggar, ia berjalan dengan gontai menuju mobilnya di parkiran. Tangannya yang gemetar berusaha mencari kunci di dalam tas. Hingga kunci itu terjatuh setelah ia menemukannya. “Kenapa harus sekarang?” bisik Yara pada dirinya sendiri sambil memunguti kunci tersebut. Yara membuka pintu mobil, mendaratkan pantatnya di belakang kemudi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil mengerang frustrasi. Lalu jemarinya berhenti pada bibirnya. Cium

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   132. Apa Kamu Bahagia?

    “Jadi....” Oliver mendekati Yara, berdiri di samping kursi Yara dengan tatapan yang masih sulit diartikan. “Apa alasan sebenarnya Anda memilih konsep yang, menurut saya, terlalu sederhana untuk acara sebesar ini... Nona Yara?”Yara tersentak ketika Oliver memutar kursi yang ia duduki, hingga mereka saling berhadapan. Oliver menaruh kedua tangannya di lengan kursi, mengungkung Yara yang semakin merasa panik dan jantung yang berdegup kencang.Yara memundurkan punggungnya hingga bersandar pada sandaran kursi. “Bukankah jarak kita terlalu dekat, Tuan Oliver? Tolong jauhkan badan Anda.” Yara tiba-tiba lupa bagaimana caranya bernapas. Aroma woody itu masih sama seperti dulu, membuat ingatan masa lalu mereka seketika memenuhi kepala Yara.Oliver tetap bergeming, merundukan badannya dengan tangan masih bertumpu pada lengan kursi.Meski hatinya terasa tak karuan, Yara tetap mencoba profesional dengan berkat

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   131. Berdua

    Pria itu terpaku setelah menyerahkan berkas-berkas yang ia kumpulkan kepada Yara. Yara segera berdiri, berusaha menenangkan dirinya meskipun rasa gugup mulai merayap. “Terima kasih,” ucap Yara pelan, suaranya terdengar sedikit bergetar. Bertemu lagi dengan pria yang menorehkan luka di masa lalu membuat Yara merasakan dunianya berhenti berputar sesaat. Detik itu juga Yara pergi meninggalkan Oliver yang masih membeku di tempatnya berdiri. Yara melangkah cepat, menaiki tangga darurat menuju lantai empat. Napasnya terengah-engah saat ia tiba di depan pintu ruang meeting. Yara berusaha mengatur napasnya seraya memegangi dada. “Kenapa harus ketemu lagi?” gumam Yara pada dirinya sendiri. “Kenapa dia ada di sini? Kenapa harus sekarang?” Mata Yara terasa memanas. Luka lama yang belum mengering itu kembali menganga. “Bu Yara?” pa

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   130. Saling Tatap

    Mata Airell berkaca-kaca kala melihat tangan kakaknya yang dipasangi jarum infus. Sedetik kemudian, air matanya tumpah.“Huwaa...! Arthur, pasti sakit banget, Mom!” isak Airell, yang memiliki hati lembut dan tidak tegaan itu. “Arthur, kenapa harus sakit, sih? Aku ‘kan nggak tega lihatnya. Huwaa....!”“Ish! Sssst! Berisik.” Arthur menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri. “Jangan cengeng, Airell. Aku saja yang sakit tidak menangis, tahu?"Yara menghela napas pelan melihat tangisan Airell yang semakin menjadi-jadi. Ia mengabaikan Airell sesaat, lalu fokus kembali pada laporan yang disampaikan oleh Sri.“Jadi, kemarin Airell menumpahkan es krimnya ke celana seseorang? Astaga....” Yara menyugar rambut lurus panjangnya ke belakang.“Iya, Bu. Aduh, saya sampai khawatir orang itu akan memarahi Non Airell. Soalnya dilihat dari penampilannya, dia sepertinya orang yang sangat penting

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   129. Mimpi Ketemu Daddy

    Oliver selesai mengganti celananya yang terkena tumpahan es krim dengan celana yang baru saja diambilkan Lucas dari mobilnya. Untuk berjaga-jaga, Oliver memang selalu menyimpan pakaian cadangan di dalam mobil. Dan pakaian itu berguna di saat-saat seperti ini.Oliver menggulung lengan bajunya hingga ke siku. Saat tatapannya tertuju pada lengan bagian dalam siku itu, tanpa sadar ingatan Oliver melayang pada percakapan antara dua perawat di dalam lift tadi. Oliver berusaha mengabaikannya. Itu bukan urusan dirinya. Masih banyak orang bergolongan darah A di luar sana, pikir Oliver.Namun, Oliver tak bisa menyangkal. Ada sebagian dari dalam dirinya yang terusik. Seperti ada dorongan kuat untuk mendonorkan darahnya pada anak tak dikenal itu.“Tuan, rapatnya sebentar lagi akan dimulai.” Ucapan Lucas menyadarkan Oliver dari lamunan. Maksud kedatangannya ke rumah sakit ini memang untuk rapat bersama para eksekutif rumah sakit yang berada di bawah naungan New Pacific Group.Oliver menghela napas

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   128. Pertemuan Pertama

    Yara menunggu di ruang tunggu UGD dengan perasaan cemas yang berusaha ia sembunyikan, sebab di sampingnya ada Airell. Yara harus berusaha setenang mungkin jika tidak ingin membuat Airell menangis dan semakin cemas. Tak lama, dokter yang memeriksa Arthur pun keluar, menyampaikan kabar yang membuat lutut Yara mendadak terasa lemas. “Anak Ibu terkena anemia berat,” ucap sang dokter, “Arthur harus segera mendapatkan transfusi darah. Namun sayang sekali, golongan darah A di bank darah kami sangat terbatas.” Yara merasa tubuhnya semakin lemas. Ia berusaha tenang, tetapi pikirannya terlalu kalut. "Apa tidak ada cara lain, Dok?" tanyanya dengan suara gemetar. "Kami akan segera mencoba mencari donor, Bu," jawab sang dokter. "Kami juga akan memeriksa data pendonor reguler kami." Yara menjatuhkan tubuhnya ke kursi sambil menangkup wajahnya. Ia merasa khaw

DMCA.com Protection Status