Share

102. Sebelum Semuanya Menjadi Rumit

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 17:34:13

Langit yang berwarna jingga keemasan sudah berganti dengan langit gelap saat Yara duduk di atas rooftop gedung SMA, tempat ia dulu sering melarikan diri dari keramaian.

Angin sepoi-sepoi menyapa wajahnya, tapi tak mampu menenangkan gelombang emosi yang bergemuruh di hatinya. Ia memandang ke kejauhan, menatap tanpa fokus pada panorama kota yang terlihat dari ketinggian itu.

Di tangannya, tergenggam ponselnya yang sudah dimatikan sejak ia meninggalkan rumah ibunya. Ia tidak ingin diganggu. Tidak oleh pesan, panggilan, atau bahkan keberadaan orang lain. Hanya di sini ia merasa bisa sendiri dan jujur pada perasaannya.

Air mata mengalir perlahan dari sudut matanya, menetes ke pipinya. Yara menggigit bibir bawah, mencoba menahan suara isakan yang mulai keluar. Tapi sia-sia. Segala emosi yang selama ini ia pendam mulai menyeruak, menyesaki dadanya hingga terasa sesak.

“Kenapa, Tuhan? Kenapa semuanya harus serumit ini?” bisiknya, hampir tak terdengar.

Ia mengusap wajahnya dengan kasar, seolah
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
pilih Yara Oliver jangan kebanyakan mikir nanti kamu akan menyesal sendiri
goodnovel comment avatar
lullaby dreamy
hati Oliver psti lebih ke Yara . tp mslhnya si licik Zara bklan menghalalkan segala cara buat balik lg sm Oliver . udh bsa ketebak sih ini nnt Oliver ujung²nya milih Zara dlu (pasti krn suatu hal yg ngbuat dia gak tega) . tp bgtu smua kbongkar, udh pasti Oliver murka n' ngdepak Zara trus ngejar Yara
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
makanya jadi cowok kok bego banget.bisa²nya di tipu cewek bertahun².kamukan tau cewek yang menjadi cinta pertamamu itu adalah cewek yang ceria.lahhh kok bisa ketuker sama penipu yang penurut dan lemah lembut. yara zama zara cuma sama secara fisik tapi tidak dengan karakternya.bingungkan kamu sekrang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   103. Ingin Jujur

    Ponsel yang berdering mengeluarkan Oliver dari lamunannya. Pria itu mengusap wajah dengan kasar, lalu meraih ponselnya dari dashboard. Saat mendapati nama Lucas, ia segera mengangkat panggilan tersebut. “Kamu sudah menemukan posisi Yara?” tanya Oliver tanpa basa-basi. “Sudah, Tuan. Saya kirimkan lokasi Nona Yara melalui pesan.” “Baik.” Oliver segera memeriksa pesan yang masuk, lalu mengecek posisi Yara yang tidak terlalu jauh dari posisi Oliver saat ini yang masih berada di depan rumah Rianti. Tanpa tunggu lama, Oliver segera melajukan kendaraannya dan berusaha fokus pada jalanan, meski pikirannya terasa penuh. Ucapan Rianti beberapa saat yang lalu menambah beban di pundak Oliver. Pasalnya, Oliver sendiri tidak tahu keputusan apa yang harus ia ambil. Entah siapa yang harus ia pilih. Oliver bimbang, terasa seperti berada di pinggir jurang. Setibanya Oliver di lokasi Yara beberapa saat kemudian, ia menepikan mobil ke pinggir jalan. Di hadapannya berjajar tenda-tenda pedagang ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   104. Yara Tahu

    Yara tercenung melihat kalender di hadapannya. Hari ini seharusnya ia pergi bersama Oliver ke dokter kandungan, akan tetapi Yara sengaja tidak memberitahu pria itu. Entahlah. Sejak tahu bahwa Zara telah kembali, rasanya Yara ingin memberi jarak dari Oliver. Ia merasa seolah-olah Oliver akan membuangnya.“Nggak apa-apa. kamu sudah terbiasa melakukan apapun sendirian, Yara,” gumam Yara pada dirinya sendiri.Menghela napas panjang, Yara lantas mengenakan sepatu kets dan keluar dari kamar.Saat ia akan menaiki mobil yang dikemudikan Pak Imam, sebuah mobil sport merah tiba-tiba berhenti di depan rumah. Dan Yara tahu siapa pemilik mobil merah tersebut. Senyuman lebar tersungging di bibir Yara, kala ia melihat idolanya turun dari mobil itu.“Mau pergi, ya?” Marshall menghampiri Yara sambil menenteng sebuah bingkisan di tangannya.Yara mengangguk. “Iya, baru banget mau pergi,” jawabnya, “mau ketemu Oliver?”Marshall berdecak lidah dengan mata dipicingkan. “Aku tahu ini hari kerja, Yara. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   105. Aku Ada Di Sini Untukmu

    Marshall membawa caramel macchiato untuk Yara dan americano untuknya, ke arah meja yang ada di paling ujung. Ia menghela napas berat kala melihat raut muka Yara yang tampak sendu, tak seperti biasanya Yara yang selalu ceria.“Caramel macchiato,” gumam Marshall dengan pelan seolah-olah tidak ingin membuat Yara terkejut dengan kedatangannya. Ia menaruh hot caramel macchiato tepat di depan Yara, lalu duduk di hadapannya.Yara mengerjapkan matanya dan menatap minumannya dengan tatapan menerawang.“Minum dulu, siapa tahu bisa ngembaliin mood kamu yang sepertinya rusak itu,” gurau Marshall sebelum menyeruput americano-nya.Helaan napas Yara terasa berat, seolah-olah dadanya terhimpit dua batu tak kasat mata. Ia lantas menyeruput minumannya dan entah mengapa rasa kopi itu terasa hambar di lidah.“Sekarang, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Marshall seraya menatap Yara.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   106. Kecewa

    Oliver tengah membaca laporan dari departemen humas saat wajah Yara yang dingin, tadi pagi, tiba-tiba melintas di kepalanya. Oliver memejamkan mata, mengembuskan napas kasar, dan tidak berusaha mengusir wajah Yara dari pikiran. Bohong kalau Oliver tidak menyadari perubahan sikap Yara akhir-akhir ini yang cenderung lebih pendiam. Dan Oliver terganggu dengan hal itu. Ia merasa risau diabaikan oleh Yara. Wanda yang masih berdiri di depan meja, tampak keheranan melihat sikap bosnya yang tidak biasa hari ini. “Tuan, handphone Anda bunyi.” Ucapan Wanda dan deringan ponsel membuyarkan bayangan Yara dari kepala Oliver. Oliver membuka mata, mengambil ponsel dari samping laptop dan mendapati nama seseorang yang ia perintahkan untuk mengawasi Yara. “Halo?” sapa Oliver sedetik setelah ia mengangkat panggilan tersebut. “Ada apa? Ada sesuatu dengan istri saya?” Mendengar kata ‘istri saya’, Wanda menyembunyikan keterkejutannya dan diam-diam memasang telinga sambil pura-pura fokus pada iPad d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   107. Provokasi

    Wanda terkejut kala melihat siapa yang berdiri di hadapannya. “Nona... Yara? Anda memotong rambutmu, Nona?”Zara terkekeh pelan. Ia memeluk Wanda sejenak sambil berkata, “Senang bertemu lagi denganmu, Wanda. Tapi ngomong-ngomong, aku Zara, bukan Yara.”Mata Wanda seketika membeliak mendengarnya. Raut mukanya mendadak berubah pucat pasi. “Nona... Za-Zara? Ke-kenapa bisa Anda... bukankah Anda su-sudah....”Zara kembali terkekeh kecil. Ia menepuk bahu Wanda pelan. “Aku bukan hantu kalau-kalau kamu takut melihatku sekarang,” ujarnya dengan nada lembut. “Tapi aku benar-benar Zara. Aku masih hidup dan ceritanya panjang sekali. Lain kali akan aku ceritakan padamu kisahku. Sekarang, aku ingin ketemu Oliver.”Wanda menelan saliva, ia tak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, tapi Zara yang ada di hadapannya terlalu nyata. Wanda tidak mungkin sedang bermimpi. Meski begitu, Wanda berusaha untuk t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   108. Runtuh

    “Non! Nona...! Nona Yara...!” Seruan panik Lisa mengeluarkan Yara dari lamunannya. Yara menghela napas panjang, lalu mengalihkan pandangan dari ikan-ikan di kolam, ke arah Lisa yang sedang berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. “Ada apa? Kenapa panik begitu?” tanya Yara penasaran. Lisa berhenti di samping Yara dengan napas terengah-engah. “Itu, Non. Anu....” “Anu apa?” Seakan teringat sesuatu, Yara pun terkejut. “Apa terjadi sesuatu pada Zio?” “Bukan, Non.” Lisa menggeleng cepat, masih berusaha mengatur napasnya. “A-ada tamu di depan. Dan... dan... tamu itu adalah Nona Zara.” Yara tersentak mendengar kabar tersebut. Wajahnya seketika berubah menegang dan pucat. “Zara...?” gumamnya nyaris tak terdengar. “Untuk apa dia datang ke sini?” “Katanya ingin ketemu Den Zio, Non.” Lisa tampak gelisah sekaligus

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   109. Boleh Aku Menginap?

    Yara membawa cangkir berisi teh manis hangat dengan tangan yang bergetar hebat. Hingga....Prang!“Akh!” pekik Yara saat ia tak sengaja menjatuhkan cangkir tersebut ke lantai. Serpihan cangkir keramik itu berhamburan. Air panasnya menciprat ke kaki Yara.Yara berjongkok dan mengumpulkan serpihan cangkir dengan tangannya. Kata-kata Zara beberapa saat yang lalu terus terngiang di kepala Yara, membuat air mata yang sejak tadi ia tahan kini tak dapat terbendung lagi.Yara terisak sendirian sambil mengumpulkan serpihan-serpihan tersebut. Dadanya terasa sesak. Amat sesak. Hingga Yara merasa ia nyaris kehabisan napas.Haruskah ia mengalah demi adiknya? Lalu jika ia mengalah, bagaimana dengan bayi di dalam kandungannya yang butuh kasih sayang seorang ayah?“Non? Nona tidak apa-apa?” Lisa datang dengan wajah panik.Melihat kedatangan Lisa, buru-buru Yara menyeka air

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   110. Pelukan

    Dengan wajah lelah, Oliver keluar dari mobil sambil menenteng jas hitam di tangan kanan dan tas di tangan kiri. Di tengah-tengah rasa lelahnya ia berharap dapat sambutan hangat dari istrinya.Dan harapan Oliver terkabul saat ia melihat seseorang membuka pintu dari dalam. Ia menyunggingkan senyuman kecil. Lalu pintu terbuka dan muncul sosok yang tak asing di sana tengah tersenyum lebar menyambut kedatangannya.“Oliver! Kamu sudah pulang?! Selamat datang di rumah...!”Senyuman Oliver perlahan lenyap kala melihat siapa yang menyambutnya itu.Oliver berhenti melangkah, ia terdiam, meraba-raba perasaannya sendiri dan berusaha mencari tahu apa yang tengah ia rasakan saat ini.Namun, alih-alih merasa senang Zara menyambutnya, Oliver justru kecewa.Kecewa karena bukan Yara yang ada di hadapannya.“Zara?” gumam Oliver dengan penuh kebingungan. “Sedang apa kamu di sini?”“Oliver.” Zara mendekati Oliver. Lalu berinisiatif mengambil tas dan jas dari tangan pria tampan itu. “Aku sudah minta izin Y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   136. Daddy Kalian

    “A-apa maksudmu?” Yara tersentak kala mendengar ucapan Oliver barusan.Apa pria itu bilang?Tidak pernah menceraikannya? Kenapa bisa?“Aku bilang....” Oliver menjeda kalimatnya seraya mendekatkan wajah mereka. Namun, Yara segera memalingkan muka ke samping saat bibir mereka nyaris bertemu. Bibir Oliver kini berakhir di pipi Yara. Oliver mendekatkan bibirnya ke telinga Yara, berbisik, “Aku nggak pernah menceraikanmu, Yara. Surat gugatan cerai darimu nggak pernah aku tandatangani dan kata cerai belum keluar dari mulutku.”Raut muka Yara seketika berubah menegang. Ia mendorong dada Oliver keras-keras hingga pria itu berhasil mundur dari hadapannya. Mata Yara menatap Oliver dengan tajam. Lalu mendengus kasar.“Jangan membohongiku, Oliver,” desis Yara, “kamu sudah bahagia dengan Zara, seharusnya kamu sudah menceraikanku karena aku dan Zara kakak beradik yang nggak boleh kamu nikahi secara bersamaan!”Satu sudut bibir Oliver kembali terangkat. Ia merogoh saku jas bagian dalamnya dan mengelu

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   135. Aku Masih Suamimu

    Yara berkacak pinggang sembari mengembuskan napas melihat bekal kedua anaknya yang masih tergeletak di meja. Tadi ia meminta tolong Arthur agar memanggil Airell untuk makan siang, tapi sampai saat ini Arthur belum kembali dan Airell pun tidak terlihat batang hidungnya. Kemarin sore Arthur sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dan untuk memberi hiburan pada anak itu, hari ini Yara membolehkan anak-anaknya ikut dengannya ke kantor Infinity Events. “Anak-anak itu susah sekali kalau disuruh makan,” gerutu Yara sambil geleng-geleng kepala. Lalu ia keluar dari ruangan kerjanya untuk mencari Arthur dan Airell. Ia menuruni tangga dengan langkah anggun dan penuh percaya diri. Sampai saat ini Yara lebih suka memakai flat shoes ketimbang high heels. Yara sudah bisa menebak bahwa si kembar berada di lobi, sebab tempat itu adalah tempat kesukaan mereka selain taman kecil di

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   134. Bertemu Anak Kembar

    Oliver berdiri di depan bangunan dua tingkat bergaya minimalis. Bangunan itu terlihat seperti masih baru. Tulisan Infinity Events terukir di sudut kanan atas bangunan berbentuk kubus itu. Model bangunan tersebut persis seperti selera Yara, pikir Oliver. Kedua sudut bibir Oliver terangkat. Dan mungkin itu senyuman tulus pertama yang ia sunggingkan selama beberapa tahun terakhir. Oliver mengembuskan napas, ia harus berjuang menenangkan diri karena jantungnya berdetak tak karuan. Sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya memasuki lobi Infinity Events. Saat Oliver membuka pintu, tidak ada orang di meja resepsionis. Lobi itu terlihat kosong selain ada seorang anak kecil perempuan, yang sedang menari berputar-putar sambil menyanyikan lagu “Do You Wanna Build A Snowman”. Tampak kerutan di kening Oliver. Ia merasa seperti pernah bertemu dengan anak itu.

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   133. Tidak Akan Melepaskanmu

    Yara berjalan dengan langkah cepat sambil berusaha menahan air mata agar tidak tumpah.Tiba di luar lobi hotel, ia menghentikan langkahnya. Satu tangannya bertumpu pada pilar, sementara tangan yang lain memegangi dada yang tengah bernapas naik turun. Dadanya terasa sesak.Ia berusaha menghirup oksigen dalam-dalam dengan mata yang memanas.Bertemu dengan Oliver seperti membuka kembali kenangan lama yang berusaha ia kubur dalam-dalam.Susah payah selama enam tahun ia menghindar, kenapa sekarang harus dipertemukan kembali? Setelah dirasa dadanya mulai melonggar, ia berjalan dengan gontai menuju mobilnya di parkiran. Tangannya yang gemetar berusaha mencari kunci di dalam tas. Hingga kunci itu terjatuh setelah ia menemukannya. “Kenapa harus sekarang?” bisik Yara pada dirinya sendiri sambil memunguti kunci tersebut. Yara membuka pintu mobil, mendaratkan pantatnya di belakang kemudi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil mengerang frustrasi. Lalu jemarinya berhenti pada bibirnya. Cium

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   132. Apa Kamu Bahagia?

    “Jadi....” Oliver mendekati Yara, berdiri di samping kursi Yara dengan tatapan yang masih sulit diartikan. “Apa alasan sebenarnya Anda memilih konsep yang, menurut saya, terlalu sederhana untuk acara sebesar ini... Nona Yara?”Yara tersentak ketika Oliver memutar kursi yang ia duduki, hingga mereka saling berhadapan. Oliver menaruh kedua tangannya di lengan kursi, mengungkung Yara yang semakin merasa panik dan jantung yang berdegup kencang.Yara memundurkan punggungnya hingga bersandar pada sandaran kursi. “Bukankah jarak kita terlalu dekat, Tuan Oliver? Tolong jauhkan badan Anda.” Yara tiba-tiba lupa bagaimana caranya bernapas. Aroma woody itu masih sama seperti dulu, membuat ingatan masa lalu mereka seketika memenuhi kepala Yara.Oliver tetap bergeming, merundukan badannya dengan tangan masih bertumpu pada lengan kursi.Meski hatinya terasa tak karuan, Yara tetap mencoba profesional dengan berkat

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   131. Berdua

    Pria itu terpaku setelah menyerahkan berkas-berkas yang ia kumpulkan kepada Yara. Yara segera berdiri, berusaha menenangkan dirinya meskipun rasa gugup mulai merayap. “Terima kasih,” ucap Yara pelan, suaranya terdengar sedikit bergetar. Bertemu lagi dengan pria yang menorehkan luka di masa lalu membuat Yara merasakan dunianya berhenti berputar sesaat. Detik itu juga Yara pergi meninggalkan Oliver yang masih membeku di tempatnya berdiri. Yara melangkah cepat, menaiki tangga darurat menuju lantai empat. Napasnya terengah-engah saat ia tiba di depan pintu ruang meeting. Yara berusaha mengatur napasnya seraya memegangi dada. “Kenapa harus ketemu lagi?” gumam Yara pada dirinya sendiri. “Kenapa dia ada di sini? Kenapa harus sekarang?” Mata Yara terasa memanas. Luka lama yang belum mengering itu kembali menganga. “Bu Yara?” pa

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   130. Saling Tatap

    Mata Airell berkaca-kaca kala melihat tangan kakaknya yang dipasangi jarum infus. Sedetik kemudian, air matanya tumpah.“Huwaa...! Arthur, pasti sakit banget, Mom!” isak Airell, yang memiliki hati lembut dan tidak tegaan itu. “Arthur, kenapa harus sakit, sih? Aku ‘kan nggak tega lihatnya. Huwaa....!”“Ish! Sssst! Berisik.” Arthur menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri. “Jangan cengeng, Airell. Aku saja yang sakit tidak menangis, tahu?"Yara menghela napas pelan melihat tangisan Airell yang semakin menjadi-jadi. Ia mengabaikan Airell sesaat, lalu fokus kembali pada laporan yang disampaikan oleh Sri.“Jadi, kemarin Airell menumpahkan es krimnya ke celana seseorang? Astaga....” Yara menyugar rambut lurus panjangnya ke belakang.“Iya, Bu. Aduh, saya sampai khawatir orang itu akan memarahi Non Airell. Soalnya dilihat dari penampilannya, dia sepertinya orang yang sangat penting

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   129. Mimpi Ketemu Daddy

    Oliver selesai mengganti celananya yang terkena tumpahan es krim dengan celana yang baru saja diambilkan Lucas dari mobilnya. Untuk berjaga-jaga, Oliver memang selalu menyimpan pakaian cadangan di dalam mobil. Dan pakaian itu berguna di saat-saat seperti ini.Oliver menggulung lengan bajunya hingga ke siku. Saat tatapannya tertuju pada lengan bagian dalam siku itu, tanpa sadar ingatan Oliver melayang pada percakapan antara dua perawat di dalam lift tadi. Oliver berusaha mengabaikannya. Itu bukan urusan dirinya. Masih banyak orang bergolongan darah A di luar sana, pikir Oliver.Namun, Oliver tak bisa menyangkal. Ada sebagian dari dalam dirinya yang terusik. Seperti ada dorongan kuat untuk mendonorkan darahnya pada anak tak dikenal itu.“Tuan, rapatnya sebentar lagi akan dimulai.” Ucapan Lucas menyadarkan Oliver dari lamunan. Maksud kedatangannya ke rumah sakit ini memang untuk rapat bersama para eksekutif rumah sakit yang berada di bawah naungan New Pacific Group.Oliver menghela napas

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   128. Pertemuan Pertama

    Yara menunggu di ruang tunggu UGD dengan perasaan cemas yang berusaha ia sembunyikan, sebab di sampingnya ada Airell. Yara harus berusaha setenang mungkin jika tidak ingin membuat Airell menangis dan semakin cemas. Tak lama, dokter yang memeriksa Arthur pun keluar, menyampaikan kabar yang membuat lutut Yara mendadak terasa lemas. “Anak Ibu terkena anemia berat,” ucap sang dokter, “Arthur harus segera mendapatkan transfusi darah. Namun sayang sekali, golongan darah A di bank darah kami sangat terbatas.” Yara merasa tubuhnya semakin lemas. Ia berusaha tenang, tetapi pikirannya terlalu kalut. "Apa tidak ada cara lain, Dok?" tanyanya dengan suara gemetar. "Kami akan segera mencoba mencari donor, Bu," jawab sang dokter. "Kami juga akan memeriksa data pendonor reguler kami." Yara menjatuhkan tubuhnya ke kursi sambil menangkup wajahnya. Ia merasa khaw

DMCA.com Protection Status