“Kamu dirumah saja,” ucap Bryan sambil memasang jam tangan mahal. Lalu ia mengambil jasnya yang tersangkut di sudut lemari.
“Memangnya Mas mau kemana selesai acara?” Tanya Celine yang saat ini sedang duduk di tepi ranjang sambil meremas selimut yang menutupi dadanya yang polos karena mereka baru saja selesai bercinta. “Sejak kapan kamu mulai mencampuri urusanku.” ucap Bryan dengan ketus. “Bukan begitu Mas….” “Alah…sudah. Aku muak mendengar ocehanmu itu. Lebih baik kamu bersiap-siap ke bawah.” “Baik.” ucap Celine patuh. Lalu ia bangkit dengan selimut masih menutupi tubuhnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. “Eh…tunggu.” panggil Bryan membuat Celine menghentikan langkahnya. “Iya, Mas.” “Kalau Papa tanya. Bilang saja kamu tidak enak badan jangan kamu bilang kalau aku yang tidak mengizinkan kamu ikut atau kamu bilang kaki kamu sakit.” kata Bryan lalu menoleh kaki Celine yang terluka sehingga ia berjalan dengan pincang. “Kamu tenang saja, Mas. Aku ngerti kok dan ini bukan yang pertama aku berbohong jadi kamu gak usah cemas.” “Bagus kalau kamu sadar diri.” Bryan langsung keluar dari kamar setelah memastikan Celine tidak akan ikut mereka ke pesta. Mendengar derit pintu yang tertutup, Celine pun menarik nafasnya dengan kasar. Ia sadar kalau dirinya tidak sempurna memiliki kaki yang cacat sepertinya membuat suaminya malu untuk mengajaknya ke pertemuan penting perusahaan. “Apa salahku, Mas? Selama ini aku berusaha menjadi istri yang baik untukmu dan berusaha memenuhi segala kebutuhan biologismu juga tapi sepertinya itu tidak ada artinya sama sekali untukmu.” lirih Celine sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi mulusnya. Kalau boleh memilih, ia tidak mau menikah dengan pria kasar dan dingin seperti Bryan namun atas paksaan ayahnya sehingga ia menyetujui pernikahan ini dan juga untuk melunasi hutang Ayahnya pada rentenir. Malam ini Keluarga Dominic akan menghadiri pesta ulang tahun perusahaan dan pesta kali ini merupakan pesta ke 5 sejak Celine menjadi anggota keluarga Dominic namun sekalipun Celine tidak pernah diizinkan hadir namun kali ini ada sedikit berbeda dari Bryan biasanya Berlina Mamanya Bryan yang selalu melarangnya untuk ikut pergi tapi hari ini Bryan sendiri yang melarangnya untuk ikut. Celine segera mandi dan berganti pakaian santai lalu turun ke bawah karena ia tidak mau anggota keluarga yang lain menunggunya. Dengan hati-hati, Celine menuruni anak tangga ia sengaja berjalan menggunakan tongkat agar Papa mertuanya tahu kalau kakinya masih sakit supaya ia bisa beralasan tidak ikut ke pesta seperti yang diinginkan suaminya. Bisa ia dengar kalau di ruang tamu sudah ada Papa Dominic, Bryan, Mama Berlina dan Berta kakak dari Bryan sedang berbincang-bincang. Bibi Nani yang melihat nyonya mudanya melangkah dengan pelan hendak ke ruang tamu segera membantunya berjalan dan mendudukkannya di sofa panjang di samping Bryan. “Makasih, Bik.” ucap Celine dengan ramah. “Sama-sama, Non.” Bibi langsung undur diri setelah membantu Celine duduk. “Menyusahkan saja.” ucap Berlina dengan suara pelan namun bisa didengar oleh Celine yang duduk di depannya karena pandangan Berlina sinis ke arahnya. “Bagaimana kaki kamu apa sudah membaik?” Tanya Papa Dominic yang tampak khawatir saat mengetahui kaki menantunya kembali kambuh. “Masih sedikit nyeri, Pa.” jawab Celine berbohong agar Papa nya tidak memaksanya untuk ikut ke pesta. “Malam ini kamu harus hadir, kamu hanya perlu ikut hadir di acara tersebut dan nanti kamu bisa duduk saja tidak perlu menyapa para tamu. Mereka nanti pasti bisa mengerti karena kamu sedang sakit.” kata Dominic dengan tegas. “Tapi, Pa….” “Papa tidak menerima alasan apapun dari kamu. Setiap tahun kamu selalu membuat alasan tapi sekarang Papa tidak mau mendengar alasan apapun dari kamu.” kata Papa dengan nada kecewa. Ia menatap anak dan istrinya penuh curiga kalau mereka yang melarang Celine untuk ikut. Bryan yang duduk di samping Celine mulai berdebar karena kali ini ia yang melarang Celine untuk ikut. “Kenapa menatap Mama? Kali ini Mama tidak bicara apa-apa dengan Celine.” kata Berlina yang merasa tertuduh karena tatapan tajam Dominic ke arahnya. “Cepat ganti pakaian kamu, nanti kita terlambat.” seru Papa yang masih melihat Celine duduk. “Baik, Pa.” Celine tidak berani membantah ucapan Papa Dominic, ia lantas berdiri lalu menunduk hormat pada mereka kemudian ia berjalan menuju lantai dua kamarnya. Bryan menatap kesal Celine yang menuruti perkataan Papanya. Ia hanya bisa mengepalkan tangannya karena tidak bisa membantah perintah papanya. “Kalian menyusullah nanti, awas jangan sampai kamu tidak membawa Celine, karena ini acara penting.” ucap Dominic, lalu ia beranjak meninggalkan Bryan yang duduk di sofa sendirian, Berlina dan Berta pun ikut menyusul papanya. “Sial…” ucap Bryan dengan kesal. Padahal Bryan mendapat info kalau Mona telah kembali ke tanah air dan rencananya selesai pesta perusahaan akan menemui Mona di apartemennya.“CELINEEEE…..” Teriak Bryan yang tampak bosan menunggu Celine turun berganti pakaian. Celine yang mendengar teriakan Bryan hanya bisa mengelus dada. Padahal ia baru 15 menit berada dikamar dan belum berhias diri, ia tidak mau membuat malu mertua dan suaminya kalau ia tidak berpenampilan baik walau ia tidak suka berdandan tapi ia tahu cara untuk memoles wajahnya agar terlihat menarik.Tidak mau mendengar teriakan suaminya kembali, ia pun bergegas memakai baju yang sudah disediakan jauh-jauh hari. Baju tersebut sudah lama ingin ia kenakan untuk menghadiri pesta perusahaan tapi tidak pernah jadi digunakan karena ia tidak diizinkan pergi namun malam ini ia akan memakainya. Dengan percaya diri Celine memakai gaunnya yang sangat pas di badannya lalu memoles wajahnya agar kelihatan cantik.Kulit Celine yang putih bersih, hanya memakai sedikit riasan sudah membuatnya kelihatan cantik. Namun sayang di mata suaminya ia hanya seorang wanita tak menarik walau tubuhnya ia nikmati.Celine pun berg
Bryan yang hanya melihat namanya di layar ponsel membuat jantungnya memompa dengan cepat. Bryan tidak menyangka setelah sekian lama Mona baru menghubunginya. Ia segera mengangkatnya, ia tidak mau panggilan tersebut akan berakhir kalau ia lama mengangkatnya.“Mona,”“Hai…lama tidak bertemu ternyata kamu masih seperti dulu. Kamu kelihatan semakin tampan dengan stelan jas navy yang kamu gunakan.” kata Mona di seberang seakan ia mengetahui keadaan Bryan saat ini.“Kamu dimana?” Tanya Bryan mengerutkan dahinya dan melihat-lihat sekitar tamu undangan karena ucapan Mona seakan ia berada di sini.“Dasar gak sabaran.” jawab Mona sambil tertawa saat memandang wajah penasaran Bryan terhadapnya.Bryan berdecak kesal karena Mona mempermainkannya, ia sangat yakin saat ini pasti Mona berada tepat di dekatnya karena Mona mengetahui pakaian yang ia kenakan. Dengan ponsel masih berada di telinganya, Bryan mencoba mencari keberadaan Mona. Dan mata tajamnya menangkap sosok wanita dengan memakai dres tanp
Airmata yang sedari tadi Celine tahan akhirnya lolos juga, ia sedih karena seharusnya yang berada di samping suaminya bukan wanita tersebut. Ia juga kecewa dengan sikap suaminya yang bukannya mengajaknya ke panggung malah bersikap acuh padanya. Celine pun bangkit dari duduknya, ia ingin keluar dari acara ini. Percuma ia berada disini, dengan langkah tertatih-tatih Celine keluar dari gedung terdengar suara bergemuruh karena sang pemilik acara sedang mengumumkan sesuatu dan Celine tidak peduli, yang ia inginkan sekarang kembali ke rumah dan beristirahat karena kakinya sudah sangat sakit. “Nona Celine, apa yang ia lakukan?” Gumam Reno sang asisten Bryan saat melihat Celine berjalan keluar dari gedung hotel. Reno yang tadinya hendak masuk ke dalam hotel berbalik arah menghampiri istri Tuannya. “Nona Celine…” pekik Reno. Langkah Celine terhenti lalu ia menoleh ke sumber suara dan tampak sangat asisten suaminya sedang berjalan cepat ke arahnya. “Apa yang Nona lakukan di luar? Kenapa n
“Terus…sayang….ini sangat nikmat. Aku tidak pernah merasakan senikmat ini dengan istriku.”Celine mendengar suara laki-laki yang sangat ia kenal berkata hal yang membuat jantungnya berpacu dengan cepat, ia melangkah ke sumber suara yang ternyata berada di sebelah kamarnya.Pintu kamar tersebut terbuka sedikit sehingga Celine bisa melihat dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan di dalam.“Mas….apa yang kalian lakukan?” Teriak Celine dengan berderai airmata melihat suaminya mengerang nikmat di bawah tubuh wanita lain. Dengan tubuh gemetaran Celine hanya mampu menatap sang suami yang tidak peduli dengan keberadaannya.“MAAAAS……!” Teriak Celine kembali. Celine tersentak langsung membuka, keringat muncul di dahi dengan nafas tersengal-sengal.“Syukurlah ternyata cuma mimpi. Tapi mengapa mimpi tersebut seperti nyata.” lirih Celine lalu ia menatap jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul 3 malam.“Ini sudah hampir pagi, mengapa beliau belum pulang ya ? Apa yang lain juga tidak pula
Bryan diam tanpa menjawab pertanyaan yang Celine ajukan. Ia berusaha mengingat kembali kejadian semalam sebelum ia pulang, namun ia tidak bisa mengingatkan.“Mas jawab yang aku tanyakan?” Tanya Celine kembali dengan suara bergetar.“Diamlah Celine! Aku tidak ingat apa yang sudah aku lakukan semalam.” bentak Bryan. Lalu ia duduk di sisi ranjang lantas mengambil ponselnya yang ada di nakas.Celine hanya diam memperhatikan wajah suaminya yang tampak gusar bukan meminta maaf padanya malah menghubungi seseorang.“Sial! Mengapa tidak di angkat?” Gerutu Bryan saat yang dihubungi tidak mengangkat panggilannya.“Mas, aku tidak suka kamu selingkuhi. Kalau memang kamu masih mencintai wanita itu maka ceraikan aku saja.” ucap Celine di sela-sela isak tangisnya. Bryan menatap tajam ke arah Celine, “jangan asal bicara kamu ya. Cepat kamu siapkan pakaian kerjaku.” Bryan bangkit dari duduknya menuju kamar mandi, ia seolah enggan menanggapi ucapan Celine.“Mas….aku rela keluarga kamu hina, bahkan tem
Selesai membersihkan diri Celine keluar dari kamar, perutnya terasa lapar ia pun turun ke dapur. Dengan langkah pincangnya Celine menuruni tangan dengan hati-hati sambil berpegangan pada pembatas tangga. Sesampainya di ruang makan, Celine terbengong menatap meja yang kosong. Tidak ada lagi makanan yang ia masak di meja. Makanan begitu banyak tidak mungkin dihabiskan oleh orang rumah. “Ah…mungkin Bibi Nani menyimpannya di dapur.” Celine pun melangkah ke dapur dan membuka lemari pendingin. Namun isi dalam kulkas hanya terdapat bahan-bahan mentah. Berlina yang sejak tadi berdiri dengan tangan berada di pinggangnya sambil tersenyum sinis, “Bagus ya. Jam segini baru turun kebawah dan membuat suami kamu melewatkan sarapan.” Celine memutar tubuhnya menghadap ke arah mertuanya yang berdiri tak jauh darinya di dapur. “Maaf, Ma.” sesal Celine. “Apa kamu tahu? Kalau hari ini Bryan mengadakan rapat penting.” ketus Berlina. Dan Celine hanya menggeleng karena memang dia tidak tahu kalau
“Suara apa itu?” Celine mengerutkan dahinya dan mencoba memperjelas pendengarannya. Tangan Celine gemetar saat memegang gagang pintu, namun ia sangat penasaran dengan suara yg berada didalam ruangan itu.Perlahan ia memberanikan diri membuka pintu dan betapa terkejutnya Celine saat melihat Bryan sedang bercumbu dengan seorang wanita yang dilihatnya semalam, bahkan mereka seperti sapi kepanasan sampai tidak sadar jika Celine sudah berada didepan pintu.Tangan Celine bergetar dan tak sengaja ia menjatuhkan bekal yang dibawa untuk Bryan, Bryan dan Mona menghentikan permainan mereka dan menoleh ke arah suara yang berada di depan pintu, Tanpa berkata apa-apa rahang Celine terasa bergetar dan air matanya mengalir begitu saja saat menyaksikan hal yang tak pernah ia bayangkan, tubuhnya lemas dan seakan dunianya runtuh untuk pertama kalinya.Bryan hanya menoleh dengan wajah datar, ia juga tidak menyangka jika akan tergoda dengan Mona. Semua serba begitu cepat dan Bryan tanpa sadar terbuai ol
Sepulang dari kantor Bryan, Celine mengurung diri di kamar. Ia menunggu Bryan pulang untuk menjelaskan kejadian tersebut namun sampai larut malam Bryan tak kunjung pulang.Saat Celine hampir terlelap, di antara sadar atau tidak ia merasakan ada seseorang membuka pintu kamar. Sontak Celine terperanjat dan bangkit dari tidurnya, ia menatap sosok yang dari tadi ia tunggu.“Mas baru pulang. Apakah sudah makan?” tanya Celine saat Bryan masuk ke kamar.Bryan menatap Celine dengan tatapan sulit diartikan, ia melihat mata sembab Celine namun seolah bersikap tak peduli.“Aku sudah makan. Kalau kamu mengantuk tidurlah. Aku mau membersihkan diri dulu.” jawab Bryan sambil berlalu menuju kamar mandi.“Aku belum mengantuk, aku akan siapkan baju tidurnya.” sahut Celine tanpa memperdulikan Bryan yang menatapnya, lalu ia turun dari ranjang menuju walk in closet milik Bryan dan memilih baju tidur yang nyaman lalu ia letakan di sisi tempat tidur.Bryan hanya melirik Celine sejenak, kemudian ia melangkah