“Tuh. Pak Evan datang pagi-pagi dengan wajah tak bersahabatnya tadi. Tumben sekali dia datang bawa kotak makanan, tetapi saat masuk dan kami sapa hormat dia. Malah dia buang kotak makannya itu ke tong sampah,” kata salah satu karyawan wanita yang sebelumnya bergosip pada salah satu rekan kerjanya itu. Raffi yang mendengar kabar dari sang rekan itu pun terkejut. Pandangan matanya mengikuti ke mana arah pandangan rekan wanitanya itu menuju ke tong sampah yang tak jauh dari mereka. Apa yang mereka bilang itu ternyata benar adanya. Kotak makan yang Alya bawa sebelumnya tadi telah berada di dalam tong sampah tersebut.Raffi mendekat, tangannya pun terulur guna bisa menggapai kotak yang sempat dia pegang sebelumnya. JIka Evan membuang kotak bekal Alya dari dirinya. Lalu untuk apa pria itu justru malah membuang kotak makan yang seharusnya isinya dia nikmati bersama dengan Alya. “Pak. Buat apa diambil. Itu kan sudah dibuang oleh Pak Evan. Tadi beliau bilang jangan sampai ada yang berani me
Sinar matahari pagi menembus jendela kantor, menerangi ruangan kerja Alya yang penuh dengan tumpukan kain dan sketsa desain. Alya, seorang desainer muda berbakat di sebuah perusahaan fashion ternama di Tangerang, sedang sibuk dengan rancangan desain pakaian terbaru yang sedang ditunggu oleh Heru, atasannya.Hari ini, Alya harus menyelesaikan rancangan desain untuk sebuah koleksi baju musim panas, pesanan internasional. Deadline sudah semakin dekat, dan Alya masih harus menyelesaikan banyak detail kecil.Dia yang harus menghabiskan waktu cuti kemarin, berhasil membuat pekerjaannya itu harus tertunda. Dan kini yang sedang terjadi pada Alya adalah dia yang sedang dikejar oleh permintaan Heru yang meminta cepat untuk diselesaikan. Selain berkutat pada sketsa dan kain yang ada di atas meja tak jauh darinya. Alya juga berkutat dengan rancangan desain pakaian di layar komputernya. Deadline semakin dekat, dan ia masih belum puas dengan hasil karyanya. Ia mencoba berbagai kombinasi warna, bah
Alya terdiam, terperangkap dalam kebingungan. Pertanyaan Vira tentang siapa yang mengambil tempat sarapan paginya itu bagaikan bom waktu yang siap meledak. Dia tidak ingin membohongi Vira, tapi dia juga tidak ingin mengungkapkan rahasia yang disembunyikannya.Menjawab siapa yang mengambil tempat makannya pagi tadi, sama saja memancing rasa ingin tahu Vira atas apa yang terjadi padanya itu. Tidak ingin berbohong, tapi Alya harus melakukan itu semua dari Vira. "Alya, jawab aku. Siapa yang mengambil tempat makanmu itu? Apa ada kejadian yang belum aku tahu?” tanya Vira dengan tatapan menelisik menunggu jawaban dari sang teman Vira dapat melihat sesuatu yang sedang berusaha Alya tutupi dari dirinya. Dia sangat merasa, ada sesuatu yang sedang Alya sembunyikan dari dirinya. Alya menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Salah menjawab, akan berakibat fatal untuknya, Evan dan juga keluarganya. "Aku tidak tahu siapa yang mengambil tempat makanku Mbak. Pagi tadi, aku tinggal di
Kalimat yang Alya katakan itu terputus saat mendapati seseorang muncul dari balik punggung Heru, Alya sangat mengenalnya. Alya tak menyangka jika ternyata Pak Heru dan juga Evan makan siang di tempat yang sama dengannya. Tatapan mata yang begitu tajam yang Alya dapatkan dari Evan saat melihatnya bersama dengan orang lain yang tak lain adalah pria yang berhasil membuat suasana hati Evan itu buruk pagi tadi. “ya, tadi pagi Pak Evan yang minta untuk teman buat ketemu klien karena harus ada desain rancangan dan juga biaya yang harus disepakati. Jadi, saya yang menemani beliau dan ada berita bagus buat kalian berdua.” Heru menatap dengan senyum yang berbinar bergantian pada Alya dan juga Vira, bawahannya. Alya dan juga Vira yang mendengar kabar bagus dari sang atasan itu pun saling pandang satu sama lain. Alya dan Vira belum mengerti maksud apa yang Heru katakan pada mereka itu. “Pak.”Raffi menyapa dengan senyum ramah pada Evan yang sejak tadi diam dengan wajah kesal yang ditunjukka
Alya memasuki unit apartemen Evan dengan wajah lelahnya. Seharian berputar dengan rancangan desain berhasil membuat pikirannya sangat erat. Tapi saat dia melakukan kakinya ke dalam unit Evan kemudian merasa seperti ada aura yang tak biasaKetegangan udara yang begitu mencekam, aura tak bersahabat mah dapat ia rasakan. Lalu, dengan tiba-tiba dia merasakan sebuah tarikan yang begitu kasar dan membuatnya terdorong masuk ke Unit apartemen yang masih gelap dan sunyi sebab lampu penerangan belum menyala.“Akh!” Sebuah pekikan itu pun keluar dari bibir Alya. Dia tersentak kaget, nyaris kehilangan keseimbangan, matanya membelalak saat lampu apartemen itu tiba-tiba menyala dengan terang.Alia dapat menyaksikan sendiri raut wajah penuh amarah tak bersahabat dari pria Arogan yang menjadi suaminya itu.“Pak, anda sudah pulang?” tanya Alya dengan takut-takut saat mendapati aura tak bersahabat dari sang suami.Tidak ada jawaban yang Alya dengar dari pria yang terlihat penuh amarah itu.Alya mengump
“Tolong, jangan begini Pak. Bapak bisa minta baik-baik dan saya akan berikan untuk Bapak dengan ikhlas. Tapi tolong … jangan begini.” Alya yang mendapat perlakuan kasar yang lebih tak manusiawi dari sata ia dapatkan pertama kali Evan menggaulinya itu pun mencoba untuk memohon pada sang suami. Berharap, Evan bisa memperlakukannya dengan jauh lebih baik. Buka dengan menyiksa lahir dan batinnya itu secara bersamaan. Sungguh. Alya adalah wanita yang memiliki sisi lemah seperti wanita yang lainnya. Selama ini sudah terlalu kuat bagi dirinya untuk harus menghadapi segala ujian hidup yang berhasil membuat dirinya terpaksa kuat. Dan kini, keteguhan dan dirinya yang selalu bersikap kuat harus dihancurkan oleh tindakan yang Evan lakukan secara tak manusiawi itu terhadap dirinya yang secara sah menurut agama adalah istri dari pria yang berhasil menginjak-injak harga dirinya. “Apa kau bilang? Saya tak butuh meminta baik-baik padamu, Jalang. Saya bisa melakukan apapun atas tubuhmu ini, Hah!”
Alya membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa begitu berat seperti ditindih oleh bongkahan batu yang begitu besar. Tubuhnya terasa sakit semua, remuk redam yang kini Alya rasakan setelah mata kembali terbuka sempurna. Seperti dihantam oleh bongkahan berulang kali. Rasa perih di area intimnya semakin Debaran rasa yang begitu menggebu dan mengharu biru dalam hatinya itu kembali menyesakkan dadanya. Memori itu kembali berputar di kepalanya, mengingatkannya pada kejadian mengerikan yang Evan lakukan semalam. Sungguh, itu adalah mimpi buruk baginya. Seandainya Evan meminta dengan cara yang baik pun Alya pasti akan memberikan pelayanannya. Evan. Nama itu bagaikan racun di telinganya. Pria yang dicintainya, yang dipercayainya, ternyata telah melakukan hal keji terhadapnya. Alya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana bisa Evan melakukan hal itu padanya?Alya mencoba bangkit dari kasurnya, namun rasa sakit yang luar biasa membuatnya meringis. Tubuhnya terasa lemas,
“Bukankah perusahaan ini menyediakan pinjaman untuk karyawannya yang membutuhkan, yang nanti akan dipotong langsung dari gaji bulanan sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan pada perusahaan ini, Pak?” Tanya Alya. Gadis berusia 20 tahun yang saat ini sedang menjadi tulang punggung keluarganya mencoba berargumen pada manajer akunting baru yang tak lain adalah anak dari pemilik pabrik konveksi tempatnya bekerja. Wanita yang sejak beberapa tahun terakhir ini menjadi lemah keadaannya, karena harus mendapati fakta jika sang ibu yang selama ini bekerja keras untuknya dan Safa, adiknya itu harus mengidap penyakit jantung koroner. Pria yang berada di balik meja kerjanya itu menatap tak suka pada Alya yang berusaha mencari simpati kepadanya. Kebijakan baru saja dia buat, tentu saja dia tak akan melakukan pelanggaran atas apa yang sudah diputuskan olehnya. Bagi Evan, permintaan karyawannya itu tak masuk akal. Jumlah yang akan dipinjam bukanlah jumlah sedikit. Melainkan jumlah uang ratusan j