Aleeta segera berdiri dan menatap kedatangan Nicholas. “Mau apa kamu ke sini?”
Nicholas tidak menjawab. Pria itu justru melangkah maju seraya menutup pintu kamar Aleeta, lalu menguncinya.Aleeta memelotot di tempat. Memerhatikan Nicholas yang terus melangkah mendekat ke arahnya.“Kamu mau apa?!” Ketus Aleeta. Ia menyentak tangan Nicholas yang hendak menyentuh rambutnya.Nicholas terkekeh pelan. “Apalagi kalau bukan dirimu,” ujarnya menatap Aleeta.Aleeta menggeleng tak percaya. Ia baru ingat kalau Nicholas memang seberengsek itu. Mereka baru saja sampai di rumah tapi pria itu sudah mendekatinya, hanya untuk mendapatkan tubuhnya. Kedua tangan Aleeta terkepal erat.“Apa kamu belum puas dengan apa yang sudah kamu lakukan di dalam kabin jet tadi?” Tanya Aleeta.Nicholas menaikkan sebelah alisnya. Memangnya apa yang ia lakukan di dalam kabin tadi? Ia tidak mengerti maksud wanita itu. Nicholas kembali menatap Al“Sekarang mari aku tunjukkan seberapa berengsek diriku ini.”Aleeta menggeleng lemah. Apa itu berarti Nicholas akan menghukumnya? Atau menyakitinya? Sungguh, Aleeta merasa bahwa Nicholas siap untuk membunuhnya saat ini juga.Kemana perginya Nicholas yang ia temui saat berada di Villa Ander kemarin? Nicholas yang baik dan penuh perhatian padanya. Namun, sedetik kemudian Aleeta tersadar. Memang seperti inilah sifat Nicholas yang ia kenal. Tidak ada Nicholas yang baik. Tidak ada Nicholas yang penuh perhatian. Semua yang terjadi di Villa kemarin itu seolah hanyalah seperti mimpi indah yang pernah di alami oleh Aleeta.Aleeta beringsut mundur ketika Nicholas merangkak mendekatinya. “J-jangan mendekat,” ujarnya pelan.Nicholas menyeringai. “Kenapa? Apa kamu takut, hm?”Aleeta tidak menjawab. Ia menelan ludah susah payah ketika melihat Nicholas berdiri di hadapannya dengan kedua lutut sebagai penyangga. Apa yang ingin pria itu lakukan?
Aleeta meringkuk, memeluk selimut yang untuk menutupi tubuhnya. Sementara Nicholas kini sedang berada di dalam kamar mandi. Suara gemericik air terdengar dari dalam, pertanda kalau Nicholas mungkin sedang mandi di sana.Aleeta lalu menunduk, memandangi kedua pergelangan tangannya yang memar dan memerah. Bahkan Aleeta masih merasakan sakit setiap kali ia menggerakkan kedua tangannya. Perlahan air matanya kembali jatuh, ia menangis tanpa suara seraya memeluk dirinya.Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dan wangi sabun menguar dari sana. Cepat-cepat Aleeta mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin menatap wajah Nicholas. Terlebih dalam keadaannya yang sedang menangis seperti saat ini.Aleeta hanya diam ketika mendengar suara langkah kaki Nicholas berjalan mendekati ranjang tempat tidurnya. Pria itu membungkuk, mengambil pakaiannya yang tadi ia buang di atas lantai lalu memakainya. Tidak ada suara yang terdengar selain suara Nicholas yang sedang berpakai
Beberapa detik telah berlalu, dan Aleeta masih tetap berdiri diam di tempatnya. Wanita itu tak berhentinya menatap salep yang baru saja di lemparkan oleh Nicholas, lalu kemudian ia beralih menatap Nicholas.‘Apa yang sedang Nicholas rencanakan?’ pikir Aleeta.Tiba-tiba Nicholas menatapnya. “Kamu masih ingin berdiri di sana?”Aleeta mengerjap kaget. “Ha?”Nicholas masih terus menatap Aleeta tanpa ekspresi. “Duduklah di sini. Aku akan mengobati lukamu.”“U-untuk apa kamu melakukan ini?”“Apa aku harus memiliki alasan untuk melakukan ini?”“Ya. Katakan saja apa alasanmu?” Desak Aleeta.“Aku hanya ingin mengobati lukamu,” jawab Nicholas datar.“Kamu pikir aku percaya?”“Jadi kamu nggak ingin aku mengobati lukamu.” Nicholas berujar seraya menatap lekat Aleeta.Aleeta terpaku pada sorot mata tajam yang kini sedang menatapnya lekat itu. Tapi sedetik kemudian ia kembali t
“Bukalah supaya aku bisa mengobati luka di dadamu juga.”Tangan Nicholas mulai maju, hendak membuka bathrobe di bagian dada Aleeta. Namun, ketika tangan itu baru menyentuhnya sedikit, Aleeta dengan cepat menangkisnya. Menyadari penolakan yang di lakukan Aleeta membuat Nicholas seketika langsung menarik tangannya kembali, kemudian mengepalkannya.Sedangkan Aleeta langsung berdehem dan membuang muka guna menutupi kegugupan yang kini sedang ia rasakan. Melihat tangan Nicholas hendak menyentuh bathrobe-nya tadi benar-benar berhasil membuat Aleeta merasa gugup. Tidak. Entah gugup atau takut Aleeta tidak bisa membedakannya sekarang. Lagi-lagi Aleeta merasakan dadanya berdebar berkat jantungnya yang berdegup kencang. Aleeta menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. ‘Kendalikan perasaanmu, Aleeta. Kalau nggak maka hanya sia-sia saja semua yang sudah kamu katakan ke Nicholas tadi,' ujar Aleeta dalam hati.“Aku hanya ingin melihat luka di bag
Hari ini Aleeta sengaja bangun lebih awal dari biasanya. Ia segera masuk ke kamar mandi, mencuci muka lalu keluar menuju dapur.“Selamat pagi, Mary,” sapanya ceria.“Selamat pagi, Nona—“ mata Mary melotot kaget. “Apa yang terjadi dengan tangan Anda?!”Aleeta meringis. “Bukan apa-apa, kok,” ujarnya seraya menyembunyikan kedua tangannya ke balik punggung.Meskipun Nicholas sudah mengobatinya kemarin, tapi kenyataannya memar itu masih belum sepenuhnya hilang. Sebenarnya sudah tidak separah kemarin. Tapi karena kulit Aleeta yang putih, jadi membuat bekas memar yang kemerahan itu terlihat kentara sekali di kedua pergelangan tangannya. “Anda pasti bercanda? Mana mungkin tidak apa-apa padahal jelas tangan, Anda—““Mary, percayalah. Aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu panik seperti itu. Anggap saja kamu nggak melihatnya.”“Nona ...,” Mary menatap Aleeta lekat. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Aleeta. Ia sadar, ia tidak punya hak untuk mencampuri urusan majikannya. Mary
“Aku pikir Kak Aleeta nggak akan bisa bekerja di butikku lagi.” Kata Emily ketika melihat Aleeta membuka pintu mobilnya.Emily datang ke rumah Nicholas tepat setelah sepuluh menit pria itu berangkat bekerja. Aleeta tersenyum. “Kamu pasti juga akan tetap memaksa kalau misalnya aku bilang nggak bisa bekerja lagi,” sahutnya seraya memasang seatbelt.Sebelum Emily datang tadi, Aleeta sudah memikirkan untuk memakai lengan panjang yang bisa menutup hingga ke pergelangan tangannya. Supaya adik iparnya itu tidak bisa melihat apa yang ada di balik lengan panjangnya itu. Dan Aleeta rasa cara yang ia gunakan memang berhasil.Emily terkekeh. “Kamu ini tahu saja, Kak. Selain itu, aku pikir Kak Nicholas juga akan melarangmu tadi.” Mengingat nama Nicholas membuat Aleeta kembali teringat dengan pembicaraannya di ruang makan tadi. Setelah menuduhnya gila tadi Nicholas langsung diam, dan menikmati sarapannya tanpa sepatah kata apapun. Bahkan pr
Aleeta tengah merapikan meja yang baru saja ia dan Emily gunakan untuk makan siang. Sementara adik iparnya sudah lebih dulu pergi ke toilet. Akhir-akhir ini Aleeta dan Emily memang lebih sering makan siang di butik daripada mencari makan di luar. Tidak ada alasan khusus, memang mereka saja yang malas keluar. Apalagi jalanan yang sering sekali macet setiap masuk jam makan siang.Aleeta baru saja hendak mengambil minum ketika Emily menyodorkan ponsel ke arahnya. “Kamu ini membuatku kaget saja,” gerutu Aleeta seraya membuka lemari pendingin.Emily hanya terkekeh. “Ini telepon untukmu, kak.”“Dari siapa?” Tanya Aleeta.“Mama.”“Apa? Mama?!”Emily hanya mengangguk, lalu menyerahkan ponselnya ke tangan Aleeta.“Halo, Ma?”“Halo, Aleeta.” Suara Karina—ibu mertuanya terdengar dari seberang sana. “Bagaimana kabarmu?”“Baik, Ma. Mama sama Papa bagaimana? Sehat?” Balas Aleeta.Sejak dari acara pertunangan Ander seminggu yang lalu hingga detik ini, Aleeta memang belum pernah bertemu dengan kedua
Nicholas baru saja selesai mandi pagi ketika mendengar ponselnya berbunyi. Ia mengernyit seraya mendekati ponsel yang tergeletak di atas nakas tersebut. Siapa yang menghubunginya di Minggu pagi? Apa jangan-jangan Mamanya? Mengingat semalam Aleeta mengatakan kalau ibunya itu akan datang ke rumahnya hari ini.Namun, ketika Nicholas melihat layar ponselnya. Ternyata bukan nama Mamanya yang ada di sana.“Halo.” “Nich? Sudah bangun?”Nicholas langsung mendengus. “Ada perlu apa sampai kamu menghubungiku sepagi ini? Kamu nggak lupa kan kalau sekarang adalah hari Minggu, Julian,” ucap Nicholas.Julian terdengar tertawa di seberang telepon. “Apa siang nanti kamu punya acara?”“Kenapa memangnya?”“Rencananya aku ingin mengajakmu pergi keluar. Bagaimana?” Nicholas berdecak. “Aku terlalu malas pergi denganmu,” ujarnya datar.Lagi-lagi Julian tertawa. “Ayolah, Nich. Bukan hanya kamu dan aku saja.
“Sentuh aku.” Pinta Nicholas dengan suara parau. Sementara Aleeta tersenyum. Menatap Nicholas yang menatapnya penuh permohonan.“Sudah nggak sabar, heuh?” Goda Aleeta seraya menggenggam milik Nicholas yang besar.Nicholas menghempaskan kepalanya ke bantal seraya tertawa serak.“Aku lihat, kamu semakin pandai menggodaku.”Aleeta mengerucutkan bibirnya. Kemudian tangannya menggerakkan turun naik untuk menyentuh Nicholas seluruhnya. Nicholas mengumpat tertahan dan membuat gerakan tangan Aleeta terhenti.“Maafkan aku,” ujar Nicholas terengah, “Lanjutkan saja.”Aleeta tersenyum, kali ini menggerakkan tangannya tanpa ragu dan tanpa malu-malu. Nicholas memandangi Aleeta yang tengah menjilat bibirnya yang kering, hal itu membuat Nicholas semakin terasa membengkak dan berdenyut.“Aleeta ...,” Tangan Nicholas terangkat membelai rambut Aleeta yang membungkuk di dekat pahanya itu. Membelai kepalanya lembut
Aleeta masih menatap Nicholas. Kedua mata mereka saling berpandangan dan menatap lekat.“Apa keinginanmu masih sama seperti yang tadi, Nicho?” Aleeta bertanya pelan.Nicholas tersenyum. “Keinginan yang mana?”“Soal suatu hal yang membuatmu senang.”Nicholas mengangguk. “Ya ...,” Ujarnya serak.Lalu senyum kecil tercetak di wajah Aleeta. “Kalau begitu kamu akan mendapatkannya,” bisik Aleeta.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aleeta yang sudah lebih dulu bergerak. Aleeta menyentuh tengkuk Nicholas, melingkarkan lengannya di sana, kemudian bergerak maju untuk mengecup bibir Nicholas.Hanya itu yang Nicholas butuhkan sebagai dorongan, ia memeluk pinggang Aleeta, membawa tubuh istrinya ke pangkuannya, mengangkanginya. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, bibirnya kali ini bergerak sedikit agresif, membuat Aleeta kewalahan tapi tidak membuat Aleeta menjauhkan bibirnya. Wanita itu
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam