CEKLEK."Idenn!" panggil Dominique sambil membuka pintu dan,"Arghh! Apa yang sedang kau lakukan, Will?" Dominique segera melerai dan menjauhkan tubuh Willy dari tubuh Haiden."Kau tidak apa-apa, Idenn?" Dominique membantu bangun Haiden yang bagian bibirnya sudah berdarah."Aku bisa jelaskan sayang. Ini tidak seperti apa yang kau fikirkan," Willy berusaha menyentuh tangan Dominique, berusaha menjelaskan."Lepas, Will. Aku kan sudah bilang, dia tidak akan melukaimu. Dia sudah berjanji padaku. Aku hanya meminta-mu berdamai, apakah itu sangat sulit, hah?" Dominique seketika meninggikan suaranya. Marah. Bagi Will ini pertama kalinya Dominique bersikap seperti padanya.DEGHHatinya langsung teriris. Rasanya sangat sakit. Dia bahkan tidak menyangka kata-kata kejam dan menusuk hatinya akan keluar dari mulut manis Dominique."Sayang, tolong ... dengarkan penjelasanku. Aku mohon," sekilas senyuman smirk muncul kembali dari wajah Haiden."Sudah, Will. Hentikan. Aku mohon!" Dominique mengibaskan
"Aku mau ikut di mobil grandma saja!"Dominique menolak masuk ke dalam mobil Haiden atau pun Willy."Ayo Grandma," tanpa ragu Dominique langsung menggandeng tangannya.Haiden dan Willy sudah tak bisa menolak lagi kemauan Dominique. Mereka pasrah, daripada mendapatkan amukan kemarahan darinya dan mereka tak mendapatkan jatahnya. CEKLEKMata Dominique membulat lebar ketika sesorang memberi tanda menutup mulut, hampir saja Dominique berteriak.BRAKPintu tertutup."An-anda sedang apa disini Tuan Richard? Rich-ard," dia bengong saat mengulangi nama terakhir dan menengok kearah grandma."Maaf sayang, Richard memaksa Grandma untuk bertemu dengan-mu. Grandma tidak punya cara lain selain menyembunyikannya di dalam mobil. Kau tahu sendiri, dua suami itu pencemburu!" jelas Grandma Rose."Aku juga pecemburu Grandma, dan sayangnya aku kalah cepat dari mereka!"Dominique membalikkan tubuhnya menatap Richard, dia bahkan tidak menyangka bisa bertemu dengan tunangan-nya dalam situasi seperti ini. Tu
Willy hanya bisa menahan semua kekesalan dalam hati. Tak ingin marah ataupun berteriak pada Dominique. Dia benar-benar ingin menjaga Dominique dan calon bayi yang sedang di kandungnya. Perjalanan yang melelahkan hatinya. Akhirnya Dominique kembali pada kota kelahirannya. Dia sedikit kecut karena harus kembali ke apartemen Haiden. "Aku tidak mau tinggal di sini, Iden. Di sini sumpek dan membosankan,"Baru saja mereka mendarat. Namun, Dominique sudah mengeluarkan keluhannya. Dia hanya tak ingin memiliki kenangan buruk tentang tinggal di apartemen Haiden. Apalagi saat dia membayangkan sosok Rebecca yang menjadi penyebab retaknya rumah tangga mereka. "Aku sudah mendapatkan tempat yang baru. Suasananya sejuk dan nyaman. Aku yakin kau pasti betah tinggal di sana. Apa kau mau kita pergi ke sana sekarang?"Willy bersimpuh, mengenggam kedua tangan Dominique. Berusaha membujuknya. "Aku tidak mau," tolaknya. "Lalu kau mau tinggal di mana sayang? Aku akan menuruti semua kemauan-mu," kembali
"Sedang apa kau di sini?"Haiden menaikan rahangnya dengan keras saat menatap Shopie. "Se-selamat siang Pak, ma-af saya yang salah saat menyebrang tidak melihat jalan!"Shopie membungkukkan badan meminta maaf. Dia tak ingin di blacklist sebagai karyawan tidak baik jika mencari masalah dengan pemilik tempatnya bekerja. "Sebaiknya kau cepat pergi. Jangan mengganggu urusan kami," Haiden berkata dengan sangat dingin. "Ba-baiik Pak. Saya pamit!"Shopie berbalik dan akan pergi. Grep"Kau mau kemana? Aku ikut!"Dominique sudah mengalungkan tangannya di lengan Shopie. "Kau mau kemana sayang? Ayolah jangan buat yang aneh aneh. Kita baru sampai dan ingat kau harus banyak beristirahat," Haiden mencengah kepergiannya. Hal yang sama akan dilakukan Willy. Namun, sudah diwakilkan lebih dulu oleh Haiden. "Ah Iden. Jangan ganggu. Aku ingin makan ketoprak, cilok dan mie ayam dengan Shopie. Aku bisa pergi dengan Diana kok. Kalian tidak usah khawatir!""Tidak. Aku tidak mengizinkan!" Haiden berbica
"Uhm, itu sepertinya ... aku tidak bisa. Aku sudah ada janji dengan seseorang nanti malam," kikuk Shopie di buatnya. Dia binggung menjawab keinginan Dominique, tapi kembali melihat delikan dari kedua orang di hadapannya membuatnya susah menelan ludah dan bernafas."Apa kalian melarang Shopie-ku untuk menginap, hah?" Dominique melayangkan pandangannya kepada mereka karena kesal."Huh, memangnya aku mengeluarkan komentar?" sewot Haiden.Dominique melayangkan pandangannya pada Willy."Aku? Apa selama ini aku pernah melarang-mu?" Willy melirikkan mata saat kata larangan di keluarkan dari mulutnya. Dia menyindir Haiden."Baiklah kalau begitu tidak akan masalah dong kalau Shopie menginap," dengusnya.Kedua lelaki itu tak menjawab. Meraka acuh tak acuh."Jangan menyentuhku. Satu bulan. Itu hukuman kalian!""APA? KAU GILA DOMINIQUE!" keduannya kompak membuka suara sambil membulatkan matanya dengan lebar.'Cih, kau fikir kalian saja yang bisa mengancamku. Aku juga bisa!' kesalnya.'Haduh Domi
Kedua lelaki Dominique hanya bisa pasrah ketika gadis itu mulai murka dengan sikap mereka. Mereka memutuskan untuk menyerah sementara waktu. Daripada mereka benar benar mendapatkan hukuman satu bulan tanpa menyentuhnya.Namun, kali ini batin Shopie yang ketar ketir apalagi di antara kumpulan orang tadi, seseorang dengan telak matanya sudah memberikan ancaman."Kau mau gaun model seperti apa Shop?" saat mereka memasuki toko pakaian wanita khusus pesta."Do-Domi, sepertinya tidak perlu gaun semahal itu. Aku sungguh tak nyaman memakainya," Shopie mendelikkan matanya tak percaya dengan bandrol harga yang di pasang, bahkan gaji satu bulannya di tempatnya bekerja tak mampu menutupi satu gaun sederhana di toko itu."Sstt, aku bilang, aku yang akan traktir semuanya. Kau tak perlu mencemaskan masalah harganya!" bisiknya, mengerti maksud hati sang teman baik."Tidak perlu sampai seperti ini Dom, lagipula ini kan hanya kencan buta dan makan malam biasa saja," tolaknya."Kesan pertama Shop. Kau h
CeklekDia membukakan pintu untuk gadis itu. Namun, gadis itu tak melepaskan shitbel-nya. Dia tak ingin turun atau pun bergerak dari posisi amannya sekarang. "Cepat turun atau aku sendiri yang akan memaksanya!"Suara John begitu keras, penuh penekanan dan amarah. "Tidak. Aku tidak mau turun. Kau, cepat antarkan aku ke tempat di mana aku janjian," ucap Shopie dengan bibir bergetar. BlashJohn dengan cepat sudah membuka shitbel-nya tanpa dia sadari dan menarik kasar tangan Shopie. "Ah, sakit."Lelaki itu tak memperdulikan suara ringisan. Dia terus menyeret tangan Shopie dengan kasar. Membawanya pada satu lift yang tak berapa lama sudah terhubung dengan satu ruangan. BrukkShopie di lemparkan hingga dia tersungkur di lantai. "Jadi kau sungguh menginginkan kencan buta?"John berjongkok dan mencengkram kasar wajah Shopie. "A-apa urusannya dengan-mu? Itu urusan pribadiku. Kau tak berhak ikut cam-"Sedetik kemudian Shopie tak bisa berbicara. Nafasnya tersengat dengan keras. Dia keras
"Sayang, sebentar saja ya. Aku mohon," Haiden merangkul dan bergelayut di pundak Dominique dengan manja. "Tidak aku bilang tidak. Pokoknya satu bulan, full!" dengusnya. "Jangan begitu dong sayang, aku kan sudah mengizinkan temanmu untuk menginap," rajuk Haiden. "Tetap saja, aku tetap tidak akan memberi kalian jatah," dia menghentikan langkahnya saat melihat suami satunya menghadang di jalan."Itu tidak adil," Willy yang sudah mencegat di hadapan mereka. "Will, kau jangan ikut ikutan!" "Aku tidak ikut ikutan. Tapi aku sedang memperjuangkan hak-ku," Will yang tak mau kalah."Hak hak, apa sih kalian ini? Iden lepaskan aku," dia bergidig menggerakan tubuh agar Haiden melepaskan pelukannya."Tidak. Buatku tetap tidak adil. Kau sudah kubiarkan dengannya selama dua tahun. Sekarang giliran aku," Haiden tetap dengan pendiriannya."Ayolah aku kan baru juga kembali. Aku benar benar sangat lelah, berikan aku satu hari saja benar benar istirahat. Aku hanya ingin mengobrol dengan Shopie, bisak