"Ha... ha... ha!” Kakek mata picak tertawa. Lalu membentak. ”Sekarang agar kawanku Si Pahidungbesar memberi sedikit pengampunan dan mencabut nyawamu secara enak, lekas kau beri tahu di mana dua kawanmu berada!"
"Makhluk-makhluk geblek!” maki Bintang. ”Aku sudah bersumpah untuk membunuh Jin Muka Seribu! Karena kalian kaki tangannya ada baiknya kalian kutumpas lebih dulu!"
"Hai sombongnya!” kata kakek mata picak.
"Hai! Kau majulah! Biar kuremas hidung cendawanmu sampai hancur!” Mengejek Bintang. Membuat Pahidungbesar keluarkan suara menggeram marah.
Dewi Awan Putih mendekati Bintang dan cepat berbisik. ”Jangan kau anggap enteng mereka. Yang barusan kau tantang memiliki kepandaian hampir setingkat kakekku Jin Tangan Seribu"
"Apa?” ujar Bintang terkesiap kaget.
"Si botak itu sangat tinggi ilmunya. Kakek yang picak itu bernama Papicakkanan. Ilmunya sulit dijajagi. Tapi yang sangat berbahaya adalah k
"Sialan, sebentar lagi kubanting kau sampai remuk!” kata Bintang dalam hati. Dia kerahkan tenaga habis-habisan. Sosok Pahidungbesar terangkat tapi cuma setengah jengkal. Dan saat itu dari tubuh sebelah bawah Bintang tiba-tiba saja keluar angin yang bersuara nyaring."Bruuuttt!""Brengsek! Mengapa aku sampai kentut!” Bintang memaki diri sendiri.Papicakkanan tertawa mengekeh."Bangsat kurang ajar!” Pahidungbesar meludah dan memaki karena angin yang keluar dari bagian bawah si pemuda menyambar hidungnya dan baunya membuat dia mau muntah. Tiba-tiba kakek ini membuat gerakan aneh. Tahu-tahu kini Bintanglah yang dicekalnya, ditarik ke atas bahu lalu "braakk!” Bintang dibantingnya ke tanah!-o0o-Untuk sesaat lamanya pemandangan Bintang jadi berkunang-kunang. Tulang punggung serasa hancur. Selagi dia tidak berdaya seperti itu tiba-tiba Papicakkanan melompat dan hunjamkan kaki kanannya ke dada Bintang!"
"Pergi saja cepat! Pemuda otak miring ini biar aku dan Pasulingmaut yang membereskan!” menjawab Papicakkanan.Pahidungbesar cepat berkelebat namun gerakannya tertahan karena di hadapannya telah menghadang Bintang."Tua bangka jahanam berhidung besar! Kau mem-buat aku nekad!” Habis membentak Bintang langsung saja hantamkan tangan kanannya.Sinar putih menyilaukan berkiblat. Hawa dingin menerpa Seantero tempat. Beberapa mulut keluarkan teriakan kaget. Orang di atas pohon tersentak!"Pemuda gila! Walaupun dia berhasil membunuh kakek itu, apa dia tidak sadar pukulannya juga akan menghabisi Dewi Awan Putih?!” Orang di atas pohon serta merta melompat turun sambil tangan kanannya dipukulkan ke bawah. Namun lagi-lagi gerakannya tertahan karena tiba-tiba kakek yang ada di atas dukungan Papicakkanan dan sejak tadi asyik terus meniup suling tengkoraknya, mendadak cabut suling tengkoraknya lalu disapukan ke bawah! Asap hitam menggebubu keluar dari s
Sreg! Sreg! Sreg! Sreg! Sreg!Saat Bintang memutar menyilang pedang belati itu didepan tubuhnya, tiba-tiba saja bilah pedang itu memanjang hingga membentuk ukuran pedang pada umumnya. Kini wujud seseorang yang tengah memegang pedang itu semakin kontras terlihat seiring dengan memanjangnya pedang tersebut. Begitu tenaga dalam disalurkan ke Pedang Pilar Bumi, Bintang langsung membabat."Pemuda tolol! Mempergunakan senjata sakti itu sudah betul! Tapi dia masih saja mengerahkan tenaga dalam!” Orang bermuka tanah liat hitam memaki sendiri melihat apa yang dilakukan Bintang. Ucapan itu terdengar di balik serumpunan semak belukar.Seperti ada petir menghantam bumi, rimba belantara itu sesaat terang benderang. Tanah terbongkar. Nyala api disertai gulungan asap hitam menggebu.Pedang Pilar Bumi terlepas dari tangan Bintang. Di atas bahu kawannya kakek berambut putih kembali meniup."Wussss!"Semburan asap hitam menyambar ke arah Bintang y
DIATAS sebuah pembaringan batu yang dialasi permadani dan bantal-bantal empuk terbuat dari rumput kering, Jin Muka Seribu berbaring dengan mata terpejam, ditemani setengah lusin gadis cantik berpakaian serba minim. Diantara mereka ada yang memijat-mijat tangan atau kaki, ada pula yang memijit-mijit kepalanya. Seorang gadis bermuka bulat berbadan sintal sesekali menyuapkan sejenis buah menyerupai anggur ke dalam mulut Jin Muka Seribu yang saat itu terbaring dengan penampilan wajah seorang lelaki separuh baya. Sudah beberapa kali gadis ini berusaha memasukkan buah itu ke dalam mulut Jin Muka Seribu, namun Jin Muka Seribu entah apa sebabnya sejak tadi selalu mengatupkan mulut.Di sisi kanan bersimpuh gadis ke enam, gadis paling cantik dari semua gadis yang ada di ruangan itu. Gadis ini memegang sehelai kipas daun yang dikipas-kipaskannya ke arah Jin Muka Seribu dan menebar bau harum. Beberapa waktu berlalu tanpa ada yang berani bicara dan Jin Muka Seribu masih saja berbaring den
Jin Muka Seribu sesaat masih menetap Ruhkiniki. Kemudian dia memandang ke pintu. ”Sudah belasan hari mereka pergi. Sampai saat ini apakah masih belum kembali?""Hai, gerangan siapa yang Junjungan pertanyakan? Sudilah menyebut nama agar kami bisa menjawab.” berkata Ruhkiniki."Yang kutanyakan adalah tiga sahabat tangan kananku di Istana Surga Dunia ini. Si Pahidungbesar, Papicakkanan dan Pasulingmaut!” jawab Jin Muka Seribu pula dengan suara agak berang.Baru saja Jin Muka Seribu selesai berucap tiba-tiba di luar ruangan ada orang berseru."Jin Muka Seribu Junjungan Penguasa Istana Surga Dunia! Kami bertiga yang kau tanyakan ada di luar sini! Mohon waktu untuk menghadap! Kami membawa kabar buruk!"Empat wajah Jin Muka Seribu sesaat berubah men-jadi wajah kakek-kakek pucat. Setelah hatinya tenang wajahnya depan belakang kiri dan kanan kembali pada wajah dua lelaki separuh baya."Pintu batu tidak dikunci. Dorong dan masuklah!&
Jin Muka Seribu perhatikan buntungan di paha Papicakkanan.” Ini bukan luka biasa. Sebagian pahanya yang masih bersisa kelihatan hangus seperti dipanggang.”“Kakek bernama Pasulingmaut mendongak. Matanya berkaca-kaca. Dari mulutnya keluar suara bergumam. Setelah meniup sulingnya satu kali kakek ini usut air matanya."Hai Jin Muka Seribu. Sahabatku ini terkena sambaran Pedang Pilar Bumi" wajah Jin Muka Seribu langsung berubah mendengar nama Pedang Pilar Bumi."Jahanam besar! Kalian bertiga ternyata tidak becus!” Empat muka Jin Muka Seribu kembali berubah menjadi wajah-wajah raksasa menggidikkan."Sebenarnya hal mudah bagi kami untuk membereskan pemuda itu. Malah Dewi Awan Putih telah kami tawan.”"Apa?!” Jin Muka Seribu tersentak. ”Di mana Dewi Itu sekarang?""Aku sembunyikan di sebuah sumur melintang dekat jalan masuk ke Istana Surga Dunia di sebelah utara.”"Jangan bermain culas de
Mendengar keterangan Pahidungbesar itu sepasang mata Jin Muka Seribu mendelik besar. Lalu dia usap-usap mukanya sebelah depan berulang kali. Dalam hati dia membatin. ”Pukulan Menebar Budi Hari Ketiga saja sudah membuat anak buahku kelabakan. Belum lagi Pukulan Menebar Budi Hari Keempat, Kelima, Keenam dan Ketujuh! Siapa adanya manusia satu ini harus diselidiki, diringkus dan dihabisi. Tapi mungkinkah dia Dewa yang turun ke bumi melakukan penyamaran?” Jin Muka Seribu memandang pada dua kakek di hadapannya lalu berkata. "Aku melihat pertanda buruk. Sudah sebelas malam aku seolah melihat wajah-wajah aneh. Beberapa kali aku melihat gambar bunga dalam lingkaran. Sayang Pagandrung dan Pagandring sudah mampus! Kalau mereka masih hidup mungkin bisa memberi keterangan yang aku harapkan. Selama ini kabut rahasia selalu menyelubungi kehidupanku. Aku tak pernah tahu asal usulku. Aku tak pernah tahu siapa ayah siapa ibuku!” Sambil bicara rawan seperti itu Jin Muka S
"Pecah kepalamu!” teriak Pasedayu. Patumpangan rundukkan kepalanya. Sambil selamatkan diri dia tusukkan Parang Langit Biru ke arah dada lawan yang mengambang di atasnya. Pasedayu kertakkan rahang, menggeram marah karena dia tahu bagaimanapun cepatnya hantaman tangannya ke kepala Patumpangan, ujung parang lawan akan menembus dadanya lebih dulu!Masih melayang di udara Pasedayu pergunakan kaki kiri untuk menendang. Namun luput! Sementara itu parang biru terus menusuk ke atas! Pasedayu keluarkan teriakan keras. Bersamaan dengan itu dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya seolah terbanting ke samping. Patumpangan percepat gerakannya menusuk,"Rasakan!” teriaknya. Parang biru amblas ditubuh sebelah kanan Pasedayu. Ternyata hanya menusuk di celah sempit antara ketiak dan rusuk lawan! Walau selamat tapi Pasedayu tahu betul bahaya besar yang mengancamnya. Jika lawan bertindak cepat dan sigap, mata parang yang sangat tajam itu bisa mero