Binatang ini serta meria melesat ke udara meninggalkan sosok serba hitam di atas batu sana.
Kembali pada Bintang dan Ruhcinta. ”Sekarang alirkan tenaga dalammu "
Ruhcinta bukannya melakukan apa yang dikatakan Bintang, tapi malah pandangi pemuda itu dengan matanya yang bening bagus. Dipandangi seperti itu pendekar kita jadi bingung sendiri. ”Kalau begini, sampai pagi tak akan jadi-jadinya aku menolong Dewi Awan Putih.”
Lalu Bintang kerahkan tenaga dalamnya. Aliran hawa sakti itu menyusup masuk ke dalam dua jari Ruhcinta. Begitu ujung jari si gadis bergetar tanda tenaga dalam yang dialirkan sudah mencapai ujung-ujung jari, Bintang segera tusukkan jari-jari itu ke bagian leher Dewi Awan Putih yang kebiru-biruan. Saat itu juga Dewi Awan Putih buka sepasang matanya yang biru. Dia melihat langit. Lalu melihat Ruhcinta dan terakhir sekali pandangannya membentur Bintang.
"Di mana aku. Apa yang terjadi? Hai Ruhcinta.”
Dewi Awan Putih
"Dewi sesat! Kau telah banyak mencelakai kawan-kawanku! Hari ini aku mewakili mereka menghukummu!” teriak Si Pembedol Usus. Nenek ini marah sekali. Karena dua larik sinar biru dari mata sang Dewi memaksa dia menarik pulang serangannya yang tadi dianggapnya dapat merobek perut Ruhcinta. Didahului pekik melengking sosok si nenek melesat dua tombak ke atas. Tapi aneh dan mengerikannya dua tangannya yang hitam melayang tertinggal di sebelah bawah seolah tanggal dari persendian, melesat menyambar ke perut sang Dewi."Dua Tangan Pembetot Roh” seru Dewi Awan Putih mengenali serangan ganas yang dilancarkan si nenek. Dengan tenang dia membuat gerakan mengelak.Namun tidak disangka, dari sebelah atas kaki kanan lawan yang tadi melayang ke udara, menderu mengincar batok kepalanya sebelah belakang! Dan lebih celakanya lagi di saat yang sama payung daun milik Si Jin Sinting berputar melayang, menyambar ke arah leher kanan Dewi Awan Putih. Seperti diketahui payung itu wa
PADA waktu Pasulingmaut menggebukkan suling tengkoraknya dan asap beracun mengepul ganas, Bintang segera tutup jalan nafas dan rundukkan kepala seraya balas menghantam dengan pukulan Tapak Guntur. Bintang berlaku cerdik. Yang digempurnya bukan kakek di atas dukungan tetapi justru kakek yang mendukung yakni Si Pahidungbesar.Seperti diketahui Pahidungbesar sebelumnya telah terluka parah di bagian dada sebelah dalam akibat tendangan Bintang. Tulang dada dan beberapa iganya remuk. Walau dia telah diberi tambahan kekuatan oleh Pasulingmaut namun keadaan lukanya yang cukup parah membuat Pahidungbesar hanya bisa bertahan selama empat jurus. Di jurus-jurus selanjutnya dia mulai kelabakan menjadi bulan-bulanan serangan Bintang. Apa lagi Bintang sengaja menghantam dengan pukulan-pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi.Pahidungbesar mulai terhuyung-huyung. Dua kakinya tidak mampu lagi membentuk kuda-kuda bertahan apalagi menyerang. Menyadari keadaan kawan yang mendukungnya
Pada saat yang genting itu tiba-tiba dari balik batu besar di samping kiri melesat satu bayangan hitam.Luar biasa sekali gerakan orang ini karena dia mampu menangkap suling tengkorak yang sesaat lagi akan menghantam kepala Bintang'.Bintang melengak kaget. Berpaling dia dapatkan dirinya berhadap-hadapan dengan seorang berpakaian serba hitam. Wajah orang ini tertutup sejenis tanah liat yang juga berwarna hitam."Makhluk hitam, aku tidak tahu kau ini setan kesiangan atau manusia sepertiku! Yang aku tahu kau barusan telah menyelamatkan jiwaku. Aku berhutang budi berhutang nyawa padamu. Aku menghaturkan terima kasih“ Bintang lalu membungkuk dalam-dalam."Kraaakk! Kraaakkk!"Tangan hitam yang mencekal suling tengkorak bergerak meremas secara aneh. Suling dan tengkorak hancur berkeping-keping. Asap hitam mengepul tapi sudah kehilangan racun jahatnya.“Astaga“ Bintang tercekat kaget.Si hitam ini memandang ke jurusan Dewi
WALAU amarah Jin Muka Seribu, Pasulingmaut dan nenek Si Pembedol Usus meluap luar biasa melihat kematian Pahidungbesar. Namun kedua orang ini jadi terpaksa menahan diri ketika melihat munculnya sosok orang serba hitam yang selama ini menjadi nomor satu di kalangan orang Istana Surga Dunia, apa lagi begitu muncul langsung menangkap dan meremas hancur suling tengkorak. Selain itu empat orang pengusung tandu yang barusan di Perintah untuk mengurung Bintang saat itu sama-sama terkesiap dan ciut nyali masing-masing begitu melihat Pahidungbesar meregang nyawa dengan cara sangat mengerikan.Apa lagi saat itu Si Jin Sinting terkapar di tanah dalam keadaan lumpuh tidak berdaya. Betina Bercula, walaupun tak kurang suatu apa tapi nyalinya telah leleh. Banci satu ini tengah berpikir bagaimana bisa meninggalkan tempat itu dengan aman. Tidak ketahuan Jin Muka Seribu juga tidak ketahuan pihak lawan.“Jin Budiman...” desis Jin Muka Seribu dan Pasulingmaut hampir berbarenga
Jin Muka Seribu memaki habis-habisan. Wajahnya depan belakang berubah menjadi wajah raksasa. Dia gerakkan tangannya ke pinggang. Ketika tangan itu diangkat terdengar satu letusan kecil lalu asap hijau menggebubu menutup pemandangan."Jin pengecut! Pasti dia kabur sudah!”teriak Jin Obat Seribu. Benar saja, begitu asap hijau luruh lenyap, sosok Jin Muka Seribu tak kelihatan lagi di atas tandu. Melihat kejadian ini empat orang anak buah yang mengusungnya serta merta melarikan diri berserabutan."Jin Muka Seribu! Jangan tinggalkan aku!”seru kakek rambut putih Pasulingmaut. Arya dekati kakek ini lalu usap-usap rambutnya yang putih.”Kau mau kukencingi atau kutampar? Kau membuat susah sahabatku si pemuda itu ya?!""Mengapa berani dalam keadaan aku tidak berdaya?”kata Pasulingmaut."Kau pandai bicara! Sudah, biar kutampar saja mulutmu sampai perot!” Arya usap-usap telapak tangannya satu sama lain lalu yang kanan bergerak.
"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini!" kata Arya sambil menepuk bahu Bintang."Tunggu dulu!" kata Bayu. "Dari sikapnya kakek itu seperti menunggu seseorang. ""Mungkin menunggu korban berikutnya," menyahuti Bintang. "Semua korban berkaki putus. Jika memang hendak membunuh orang mengapa tidak menusuk dada atau perut atau menabas lehernya? Sungguh aneh, sebaiknya kita tunggu agar bisa melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi di tempat angker Inil""Kalau begitu biar aku turun. Kalian mau menunggu sampai tujuh hari tujuh malam silahkan saja! Aku tidak mau ikut-ikutan!" kata Arya. Lalu dia menggeser kakinya, siap hendak melompat turun. Namun niatnya ini jadi urung ketika mendadak satu bayangan berkelebat disertai seruan keras."Pateleng! Aku datang untuk menjajal kehebatan Lonceng Kematianmu!"Sesaat kemudian seorang lelaki gagah, berjanggut dan berkumis lebat tapi rapi serta mengenakan topi tinggi merah seperti tarbus tahu-tahu sudah tegak di hal
PAKERASHATI alias Jin Hati Baja gentakkan kaki kanannya ke tanah. Saat itu juga tubuhnya melesat enteng ke udara dan jatuh tegak tepat di belakang bendera kuning yang menancap di roda lonceng yang berputar. Karena lonceng berputar, agar dia tetap bisa bertahan di atas lonceng maka Jin Hati Baja mulai berlari-lari kecil di atas kepingan-kepingan kayu besi hitam yang membentuk cegukan dan mengantar air dan sengaja menghadap ke jurusan berlawanan dari arah putaran lonceng. Sambil tertawa-tawa Jin Hati Baja melakukan hal itu. "Pekerjaan begini mudah! Anak Jin yang baru belajar ilmu silat kampunganpun sanggup melakukannya!" katanya dalam hati.Tak selang berapa lama bendera kuning kelihatan muncul di hadapan lelaki bertopi merah tinggi itu, bergerak di atas roda lonceng, mendekati sepasang kaki Jin Hati Baja yang berlari-lari kecil."Satu!" teriak Pateleng dari atas atap.Jin Hati Baja mendongak ke atas dan menyeringai. Pateleng cabut pipanya dari sela bibir. Lalu de
"Apa yang kau sembunyikan di permukaan lonceng jahanam itu!"Si kakek geleng-gelengkan kepala lalu berkata. "Jangan berpikir, apa lagi menuduh yang bukan-bukan Hai Hati Baja! Seharusnya kau berhati polos. Mengakui kau tidak mampu berdiri selama tiga kali putaran di atas loncengku!""Bangsat tua?! Aku.”Tubuh Jin Hati Baja mendadak menggigil lalu kelojotan. Dia coba kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan. Maksudnya hendak menghantam si kakek yang ada di atas atap dengan satu pukulan sakti. Namun dia tak punya kemampuan mengangkat tangan. Sementara dua kakinya yang kini buntung sebatas pergelangan tersentak- sentak.Di atas atap Pateleng tertawa mengekeh. Sekali dia mengenjot dua kaki maka seperti seekor burung besar tubuhnya melayang turun ke tanah. Jatuh tegak tepat di samping sosok Jin Hati Baja."Hati Baja... Hati Baja, Hai! Nasibmu malang amatl Akan kulihat apakah kau memang membekal benda yang aku cari?!"Habis berkata begitu