"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini!" kata Arya sambil menepuk bahu Bintang.
"Tunggu dulu!" kata Bayu. "Dari sikapnya kakek itu seperti menunggu seseorang. "
"Mungkin menunggu korban berikutnya," menyahuti Bintang. "Semua korban berkaki putus. Jika memang hendak membunuh orang mengapa tidak menusuk dada atau perut atau menabas lehernya? Sungguh aneh, sebaiknya kita tunggu agar bisa melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi di tempat angker Inil"
"Kalau begitu biar aku turun. Kalian mau menunggu sampai tujuh hari tujuh malam silahkan saja! Aku tidak mau ikut-ikutan!" kata Arya. Lalu dia menggeser kakinya, siap hendak melompat turun. Namun niatnya ini jadi urung ketika mendadak satu bayangan berkelebat disertai seruan keras.
"Pateleng! Aku datang untuk menjajal kehebatan Lonceng Kematianmu!"
Sesaat kemudian seorang lelaki gagah, berjanggut dan berkumis lebat tapi rapi serta mengenakan topi tinggi merah seperti tarbus tahu-tahu sudah tegak di hal
PAKERASHATI alias Jin Hati Baja gentakkan kaki kanannya ke tanah. Saat itu juga tubuhnya melesat enteng ke udara dan jatuh tegak tepat di belakang bendera kuning yang menancap di roda lonceng yang berputar. Karena lonceng berputar, agar dia tetap bisa bertahan di atas lonceng maka Jin Hati Baja mulai berlari-lari kecil di atas kepingan-kepingan kayu besi hitam yang membentuk cegukan dan mengantar air dan sengaja menghadap ke jurusan berlawanan dari arah putaran lonceng. Sambil tertawa-tawa Jin Hati Baja melakukan hal itu. "Pekerjaan begini mudah! Anak Jin yang baru belajar ilmu silat kampunganpun sanggup melakukannya!" katanya dalam hati.Tak selang berapa lama bendera kuning kelihatan muncul di hadapan lelaki bertopi merah tinggi itu, bergerak di atas roda lonceng, mendekati sepasang kaki Jin Hati Baja yang berlari-lari kecil."Satu!" teriak Pateleng dari atas atap.Jin Hati Baja mendongak ke atas dan menyeringai. Pateleng cabut pipanya dari sela bibir. Lalu de
"Apa yang kau sembunyikan di permukaan lonceng jahanam itu!"Si kakek geleng-gelengkan kepala lalu berkata. "Jangan berpikir, apa lagi menuduh yang bukan-bukan Hai Hati Baja! Seharusnya kau berhati polos. Mengakui kau tidak mampu berdiri selama tiga kali putaran di atas loncengku!""Bangsat tua?! Aku.”Tubuh Jin Hati Baja mendadak menggigil lalu kelojotan. Dia coba kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan. Maksudnya hendak menghantam si kakek yang ada di atas atap dengan satu pukulan sakti. Namun dia tak punya kemampuan mengangkat tangan. Sementara dua kakinya yang kini buntung sebatas pergelangan tersentak- sentak.Di atas atap Pateleng tertawa mengekeh. Sekali dia mengenjot dua kaki maka seperti seekor burung besar tubuhnya melayang turun ke tanah. Jatuh tegak tepat di samping sosok Jin Hati Baja."Hati Baja... Hati Baja, Hai! Nasibmu malang amatl Akan kulihat apakah kau memang membekal benda yang aku cari?!"Habis berkata begitu
Bintang dan Arya palingkan kepala ke arah rumah lonceng. Benar apa yang diteriakkan Bayu. Dari jurusan bangunan tersebut, sementara Lonceng Kematian masih terus berputar menggemuruh, kelihatan menyambar tiga buah benda sebesar kepalan, berbentuk bulat merah. Selagi melayang di udara, tepat di atas halaman di depan rumah lonceng, tiga benda itu berpijar terang lalu meletus keras dan berubah bentuk.Kalau tadi merupakan tiga buah bola-bola merah muka kini menjadi larikan asap berwarna merah dan membeset ke arah tiga jurusan yang semuanya mengarah ke pohon besar di mana Bintang dan kawan-kawannya bersembunyi. Jelas tiga larikan asap merah itu satu persatu di arahkan pada Bintang, Bayu dan Arya."Lompat!" teriak Bintang.Tiga sosok berkelebat jungkir balik dari atas pohon, melompat ke tanah. Begitu injakkan kaki di tanah Bintang berguling sampai beberapa tombak, menjauh dari pohon besar. Hal yang sama dilakukan pula oleh Arya dan Bayu."Wusss!""Wusss!
"Orang tua!" seru Bintang. "Kami tidak punya niat melayanimu. Kau bisa menunggu lain orang saja. Mohon maaf. Biarkan kami pergi dengan aman!""Pemuda rambut kuda banyak cakap! Kalau begitu biar kau yang kuundang naik ke atas lonceng ini! Hari ini aku mencabut aturan bahwa hanya orang berusia paling rendah enam puluh tahun saja yang boleh menjajal kehebatan Lonceng Kematian!"Wajah Bintang jadi berubah. Tangan kirinya pulang balik menggeleng kepala. "Maaf Kek! Lain kali saja aku penuhi undanganmu! Aku dan kawan-kawan masih ada keperluan lain. Kami sudah cukup puas sudah melihat loncengmu yang hebat!""Mana bisa begitu!"Kakek diatas atap meradang "Berani kau bergerak satu langkah, nyawamu tertolong! Kecuali jika kau mau mengaku kau adalah manusia paling pengecut dan tidak berani menerima tantangan orang!"Terbakarlah darah Bintang mendengar ucapan si kakek. Namun masih bersabar dan sambil menyeringai dia menjawab. "Terserah kau mau bilang apa! Aku tidak ber
Ketika lonceng mulai bergerak dan berputar ke kiri Bintang segera berlari-lari kecil ke arah berlawanan. Setiap kedua kakinya menjejak kayu roda, dia kerahkan tenaga dalam. Maksudnya hendak mencoba menjebol kayu lonceng untuk melihat apa yang tersembunyi di sebelah bawah. Luar biasanya ternyata kayu itu atos sekali! Selagi Bintang mencari akal apa yang harus dilakukannya tiba-tiba kakek teleng ketukkan pipanya kepinggiran lonceng seraya berseru. "Satu!" “Dung...!” Lonceng bergetar lalu menggemuruh berputar lebih cepat. Di sebelah depannya Bintang melihat bendera kuning bergerak menuju ke arahnya lalu lewat di bawah kedua kakinya. Bintang melirik tajam pada si kakek, memandang ke bawah ke arah dua temannya lalu kembali memperhatikan lonceng yang berputar semakin cepat, membuat dia harus berlari lebih cepat pula. Tak lama kemudian bendera kuning muncul kembali untuk kedua kalinya. Lonceng berputar semakin kencang. Dengan Ilmu meringankan tubuh yang dimi
Bintang segera melompat bangkit. "Ruhrinjani..." desis Bintang. Belum lagi habis rasa tegangnya atas apa yang barusan dialaminya di atas sana, kini tengkuknya jadi merinding. Karena dia tahu sosok yang ada di hadapannya saat itu sebenarnya telah mati beberapa waktu yang silam!"Kau...!""Kita tidak banyak waktu. Lekas tinggalkan tempat Ini sebelum kakek di atas rumah lonceng turun ke tanah lancarkan serangan. Kawan-kawanmu juga harus cepat angkat kaki dari sini!""Tapi bagaimana..."Sosok perempuan berwajah ayu, mengenakan pakaian panjang terbuat dari sebentuk sutera putih, rambut tergerai lepas dan melambai-lambai ditiup angin perlihatkan wajah tidak sabaran. Dengan tangan kirinya makhluk ini mencekal leher baju Ksatria Pengembara.Sekali dia bergerak Bintang seolah diajak melayang terbang. Di dekat pohon besar perempuan itu menukik menyambar Bayu dan Arya. Luar biasa sekali. Seperti menenteng tiga anak kucing, perempuan berpakaian putih bergerak
BERKAT ilmu kesaktian yang dimiliki Ruhrinjani si kakek tidak melihat ke empat orang itu. Padahal saat itu Bintang dan dua kawannya dan perempuan berpakaian putih hanya satu langkah saja di samping kirinya. Seandainya si kakek menggerakkan tangannya ke samping pasti dia akan menyentuh sosok Arya yang saat itu tegak tak bergerak di bawah pohon.Ilmu kesaktian yang dimiliki Ruhrinjani itu bernama Menutup Mata Memutus Pandang. Konon itu Adalah salah satu dari beberapa ilmu kesaktian yang diturunkan Para Dewi Dari Negeri Atas Langit kepada perempuan bernasib malang itu. Namun bagaimanapun hebatnya kesaktian tersebut celakanya kesaktian ini tidak membuat Ruhrinjani mampu melenyapkan Bintang, Bayu, Arya dan dirinya dari pandangan mata Pateleng. Sambil dekapkan capingnya di depan dada sepasang mata' kakek teleng itu perhatikan tanah yang basah tepat di antara kedua kaki Arya. Pateleng mendekat lalu berjongkok di depan tanah yang basah. Arya pejamkan mata. Unt
Ruhrinjani anggukkan kepalanya dengan perlahan. Parasnya yang cantik kemudian tampak berubah sayu. Dia menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong."Ruhrinjani, kulihat perubahan pada wajahmu. Seolah ada satu ganjalan kesedihan di hatimu. Apakah.”Ruhrinjani menghela nafas panjang”Langkahku jauh sampai ke sini karena menyirap kabar bahwa suamiku Maithatarun ada bersama kalian. Namun Hai, aku tidak menemukannya. Mungkin kau dan kawan-kawan mengetahui gerangan dimana Maithatarun berada?"Yang menjawab Bayu ”Terakhir kami bersamanya ketika bertemu dengan Jin Obat Seribu. Saat Itu dia mengatakan hendak pergi menemui seseorang. Tapi dia tidak menyebut siapa orangnya, hanya menyebut tempat di mana orang itu berada”Ruhrinjani mendongak ke langit lalu pejamkan matanya sesaat. Dia berpaling pada Bayu”Mungkin suamiku menyebut nama sebuah gunung. ?""Betul sekali!" sahut Bayu.Bintang menyambung”Aku ingat, kalau t