"Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan dirimu," kata Dewi Awan Putih pula. Lalu dalam hati dia menambahkan. "Aku tak ingin kehilanganmu Bintang. Saat ini aku ingin sekali menyerahkan Cincin Berbatu Hijau padamu. Tapi aku takut. Itu hanya akan mempercepat kepergian dirimu dari sisiku."
"Dewi Awan Putih, kulihat bibirmu bergerak. Tapi tak satu patahpun meluncur dari mulutmu," kata Bintang. Tangannya diulurkan memegang lengan Dewi Awan Putih. Sang Dewi pandangkan jari-jari yang memegang lengannya itu. Wajahnya yang cantik kelihatan memerah namun sepasang matanya bercahaya indah dan hatinya berbunga-bunga. Berjarak begitu dekat sekali dengan sosok jelita Dewi Awan Putih, membuat bintang dapat melihat betapa cantiknya Dewi Awan Putih. Wajahnya yang putih dan halus membuat Bintang tak kuat untuk tidak mengangkat tangannya untuk membelai wajah jelita itu. Dan saat kulit tangan Bintang terangkat dan membelai pipi indah Dewi Awan Putih.
Cesss....!
Dewi Awan Putih terhenya
BINTANG sampai di depan bangunan putih di puncak bukit. Pintu kayu kokoh yang tertutup terbuka sendirinya begitu dia sampai di depannya. Hawa aneh menebar bau wangi keluar dari dalam bangunan."Tamu yang sudah lama ditunggu silakan masuk!" Satu suara menggema di sebelah dalam. Karena merasa dirinya memang tidak bersalah, tanpa ragu Bintang ini melangkah masuk. Namun baru saja dia melewati pintu kayu tiba-tiba dua orang Dewi berpakaian merah muda menyambutnya. Bukan dengan keramahan tapi dengan todongan dua batang tombak. Tombak kedua siap menghunjam di dadanya, tepat di arah jantung.Dua orang Dewi lagi muncul di hadapan Bintang. Yang sebelah depan berkata. "Sebelum masuk kami harus menggeledehmu lebih dulu. Jika kau membawa senjata, harus diserahkan pada kami. Selain itu dua tanganmu harus kami amankan!"Begitu selesai berucap Dewi ini angkat tangan kanannya. Ternyata dia sudah menyiapkan segulung tali berwarna kuning. Tali ini kelihatannya buruk dan lapuk. Tap
Di tengah ruangan ada satu tempat tidur terbuat dari susunan empat kasur tebal. Di atas kasur ini, berselimutkan sehelai kain berwarna hijau muda terbaring sosok Bunda Dewi. Walau wajahnya agak pucat namun kelihatan lebih putih dan lebih cantik sebagaimana biasanya keadaan perempuan yang sedang hamil. Bagian perutnya yang tertutup selimut hijau kelihatan membuncit tinggi. Bunda Dewi terbaring dengan mata terpejam. Namun dari mulutnya tiada henti keluar suara seperti meratap yang membuat Ksatria Pengembara jadi mengkirik dingin tengkuknya."Bintang... Bintang. Kenapa kau tinggalkan diriku. Jika kau tidak mengasihi diriku aku rela. Tapi jangan sia- siakan anak kita. Kasihan bayi yang akan lahir nanti kalau sampai tidak mempunyai ayah. Bintang. Bintang dimana kau berada. Sampai hati kau meninggalkan diriku. Anak kita Bintang. Hasil hubungan kasih sayang kita”Semua orang yang ada di ruangan itu memandang pada Bintang. Bintang sendiri tegak tertegun, memandangi
"Cairan apa yang ada dalam belanga itu?""Ah! Kau keliwat curiga! Puluhan tahun aku mengelana kian kemari membawa cairan dalam belanga ini untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Isi belanga ini tentu saja obat! Bukannya racun! Jika kau tidak percaya kau boleh mencicipi lebih dulu. Kalau terjadi sesuatu denganmu, semua Dewi anak buahmu di tempat ini boleh menggorok batang leherku!""Dewi Awan Putih, harap kau mau memberi izin padanya. Jika dia mencelakai Bunda Dewi, aku yang pertama sekali akan membabat putus lehernya!" Habis berkata begitu Bintang keluarkan Pedang Pilar Bumi."Ha... ha... ha! Anak muda! Kau boleh putuskan leherku jika aku memang berniat jahat terhadap Dewi ini!""Bagaimana Dewi Awan Putih?" tanya Bintang.Setelah diam sejurus Dewi Awan Putih akhirnya mengangguk. "Lakukan apa yang tadi hendak kau lakukan! Tapi ingat Jika terjadi sesuatu dengan Bunda Dewi, kau akan menemui kematian pertama sekali di tempat ini Jin Obat Seribu!"
"Tugasku sudah selesai. Dewi Awan Putih, aku mohon diri sekarang”"Jin Obat Seribu, kami berterima kasih padamu. Jika aku boleh bertanya, apakah kau tahu siapa gerangan yang telah berbuat begitu keji terhadap Bunda Dewi?"Jin Obat Seribu tersenyum. "Aku tahu paling tidak dapat menduga. Tapi aku tidak mau mengatakan...""Apakah Jin Santet Laknat?" tanya Dewi Awan Putih, membuat Bintang menjadi sesak dadanya karena ingat akan Ruhrembulan. Dia menjadi lega ketika melihat Jin Obat Seribu gelengkan kepala."Bukan nenek satu itu. Tapi orang lain!"Ketika Jin Obat Seribu melangkah ke pintu ruangan, Bintang segera mengikuti. Dewi Awan Putih ikut pula beranjak. Sambil berjalan Bintang berkata. "Raja Obat, aku berterima kasih padamu. Kau telah membebaskan diriku dari segala tuduh dan fitnah! Aku tidak melupakan budi baikmu ini!"Makhluk gemuk itu tertawa lebar. "Anak muda, kau berhati-hatilah. Di negeri ini masih ada orang yang tidak menye
MAHLUK yang tubuhnya dikobari api itu berlari ke arah timur. Gerakannya tidak secepat se perti biasanya. Sesekali dia berhenti sambil memegangi dadanya yang remuk. Keadaannya luar biasa menggidikkan.Tubuhnya sebelah kanan hanya berupa satu lobang besar hingga isi dada dan isi perutnya terlihat dengan jelas. Bahkan usus besarnya nyaris memberojol keluar kalau tidak terkait pada satu dari dua tulang iganya yang patah. Pada kening sebelah kiri ada satu lobang besar. Lelehan darah hitam mengering menutupi sebagian wajahnya yang angker.Lalu kaki kanannya yang sebelumnya dikobari api kini kelihatan bengkok hitam kebiruan. Mahluk ini adalah yang pernah menjadi Utusan atau Wakil Para Dewa di Negeri Jin dan dikenal dengan sebutan Pamanyala.Sebagaimana diceritakan dalam Episode sebelumnya. Mahluk ini bertempur habis-habisan menghadapi musuh bebuyutannya yang pernah dimakan kutukannya yakni Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu. Kemudian ketika Jin Selaksa Angin al
Jin Muka Seribu, yang dijuluki Jin Segala Keji Segala Tipu Segala Nafsu tegak bertolak pinggang. Kepalanya yang memiliki empat muka saat itu telah berubah menjadi muka-muka raksasa pertanda dia sedang marah besar."Hai Junjungan, Raja Diraja semua Jin di Negeri Jin ini. Mohon maafmu. Aku mengaku salah karena gagal menjalankan tugas.""Kau tidak usah bicara banyak! Dari keadaan dirimu saja aku sudah tahu kalau kau tidak becus menjalankan tugas rahasia! Kau telah memperhambakan diri pada Jin Tangan Seribu. Tapi kau tidak mampu mendapatkan rahasia ilmu bagaimana caranya menembus waktu, masuk ke negeri manusia!""Maafkan aku Jin Muka Seribu. Puluhan hari aku tak tidur-tidur mengintai kelengahan Jin Tangan Seribu. Tapi setiap aku berusaha hendak melumpuhkannya dia seperti sudah tahu dan berjaga-jaga.""Kau juga tidak berhasil mencuri ilmu berubah ujud membentuk empat tangan!" Bentak Jin Muka Seribu."Aku mengaku salah dan siap menerima hukuman!"
KITA kembali pada Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu dan Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan. Seperti dikisahkan dalam Episode sebelumnya ("Cincin Maharaja Jin") sepasang suami istri yang saling terpisah selama puluhan tahun itu akhirnya bertemu. Keduanya berpeluk bertangisan penuh gembira tapi juga penuh haru di dalam sebuah danau kecil."Peluk tubuhku erat-erat Ruhpingitan. Kalau tidak aku akan meluncur terbalik, kepala masuk ke dalam air, kaki mencuat di atas danau. Kau akan bingung memegangi tubuhku! Ha... ha... ha. ""Pasedayu suamiku, derita sengsaramu akan berakhir hari ini!" kata Ruhpingitan sambil memeluk erat Pasedayu dan membelai rambut putihnya yang basah kuyup. "Kau tahu, sendok sakti terbuat dari emas itu ada padaku.""Astaga! Apa katamu?!" Pasedayu terkejut seolah tak percaya akan pendengarannya."Sendok Pemasung Nasib ada padaku." Bisik Ruhpingitan."Keterangan pemuda asing bernama Bintang itu ternyata benar. Dia pernah mengatakan
DI DALAM danau, Bayu yang memang memiliki kepandaian luar biasa dalam hal berenang, bergerak cepat mengejar Jin Lintah Hitam yang merampas Sendok Pemasung Nasib. Bayu melihat jelas Jin Lintah Hitam memegang sendok emas sakti di tangan kanannya. Bayu sampai beberapa kali berusaha merampas kembali benda itu. Namun gerakan Jin Lintah Hitam selain gesit sekaligus licin. Padahal Bayu juga telah mengeluarkan ilmu melicinkan tubuh yang disebut Ilmu IKan Paus Putih. Tetap saja Bayu tidak mampu mengambil Sendok Pemasung Nasib itu.Setelah berenang meliuk-liuk aneh beberapa kali, Jin Lintah Hitam melesat ke arah kiri berusaha melarikan diri. Sebelum dia berhasil mencapai tepian danau sebelah tenggara, Bayu cepat mengejar dan sempat mencekal salah satu kakinya. Tak terduga mahluk yang sosoknya licin ini menarik kakinya sambil berbalik dan lancarkan tendangan dengan kakinya yang lain.Membuat gerakan menendang di dalam air bukan satu hal yang mudah. Bukan saja karena dua kaki tida