Waktu baru menunjukkan pukul 7 pagi, tetapi Selena sudah ribut membangunkan Sofia."Kak, cepat bangun! Kalau kesiangan nanti sayuran segar sudah habis." Selena menarik Sofia.Supermarket di apartemen berbeda dengan pasar tradisional. Supermarket di apartemen baru buka sekitar pukul 8 pagi.Ketika mereka tiba, pegawai supermarket masih menata dan membersihkakn toko."Kak, kenapa kamu nggak bilang mereka buka jam 8? Aku sudah capek-capek berdandan." Selena menyalahkan Sofia.Saking lelahnya, Sofia bahkan tidak memiliki tenaga untuk menjawab Selena.....Selena meminta pegawai toko untuk memilih seekor ayam yang gemuk, dua buah tulang iga, dan beberapa sayuran segar."Sudah cukup," kata Sofia dengan lemas."Kak, kamu bisa masak?" tanya Selena."Hah?" Sofia mengerutkan alis.Selena menjawab dengan gugup, "Aku nggak pernah masak, jadi nanti aku mungkin membutuhkan bantuanmu."Fakta membuktikan bahwa Selena tak hanya membutuhkan "bantuan", dia bahkan tidak bisa membersihkan dan memotong semu
Sofia menutup pintu mobil, lalu berjalan menghampiri Selena.Begitu Sofia berdiri di hadapannya, Selena langsung mengulurkan tangan. "Suratnya!""Aku tidak punya," jawab Sofia.Seketika raut wajah Selena pun berubah jadi masam. "Terus untuk apa kamu datang? Mentertawakan aku?"Sikap Selena langsung membuat Sofia murka. Awalnya Sofia ingin membantu Selena untuk membujuk satpam, tapi sekarang Sofia berubah pikiran."Aku ada janji dengan temanku di dekat sini. Aku datang untuk memberitahumu bahwa aku nggak punya surat janji!" Sofia melambaikan tangan dan pergi. "Aku pergi dulu, kamu telepon saja Liam.""Bu Sofia." Seorang satpam keluar dan menyapa Sofia dengan ramah. "Ada apa Anda ke sini?""Hanya kebetulan lewat." Sofia tersenyum."Oh?" Satpam tertegun, lalu menjawab dengan canggung. "Baiklah, semoga harimu menyenangkan.""Terima kasih, kamu juga," jawab Sofia.Sesaat melihat interaksi Sofia dan satpam, Selena langsung menarik Sofia dan bertanya, "Kak, kamu kenal satpam ini?"Sebelum Sof
Sofia bertanya kepada Selena, "Kamu bawa berapa porsi?"Memang Sofia yang memasak, tetapi Selena yang membungkusnya. Menata dan membungkus makanan tidak memerluka keahlian khusus, jadi Sofia membiarkan Selena yang mengaturnya.Selena menunduk untuk menghindari tatapan Sofia. Entah kenapa suara Selena terdengar gemetaran. "Satu porsi, untuk Pak Liam. Kenapa?""Tidak apa-apa." Sofia tidak berhak menyalahkan Selena. Sofia sendiri pun lupa untuk mengingatkan Selena untuk berterima kasih kepada Evano."Kamu naik duluan, ruangan Pak Liam ada di lantai 69. Setelah sampai, kamu tanyakan saja ruangannya kepada pegawai di sana. Aku mau pergi membeli beberapa barang untuk Pak Evano, kemarin dia juga membantumu," kata Sofia."Oh iya, ada Pak Evano!" Selena baru ingat, lalu memukul kepalanya sendiri. "Astaga, kok aku bisa lupa?"Kebetulan pintu lift terbuka, Selena buru-buru masuk dan meninggalkan Sofia. "Terima kasih, Kak."Meskipun Sofia tidak berharap Selena berinisiatif menemaninya pergi membel
Semua orang, termasuk Selena pun tertegun mendengar jawaban Sofia.Wanita bergaun putih ini bertanya, "Bagaimana kamu membuktikan kalau kamu adalah keluarganya Pak Liam? Siapa tahu kamu cuma wanita genit yang berusaha mendekati atasan kami?"Wanita bergaun putih melirik Sofia dengan sinis.Selena langsung memeluk Sofia sambil menangis. "Kak, mereka menindas aku! Aku mau berterima kasih kepada Pak Liam, tapi mereka malah menuduhku mau menggoda Pak Liam."Wanita bergaun putih tertegun saat mendenga Selena memanggil Sofia dengan panggilan kakak."Kamu kakaknya? Tadi dia bilang ke aku kalau dia adalah temannya Pak Liam. Dasar penipu! Cepat, seseorang, tolong hubungi satpam untuk mengusir mereka!"Resepsionis bergegas mengambil telepon dan memanggil satpam ke atas. Sofia tidak takut, semua satpam di perusahaan ini mengenalinya."Aku memang keluarganya Pak Liam. Kalau tidak percaya ...." Sofia mengeluarkan ponselnya. "Aku akan meneleponnya.""Aduh, kuno banget akal-akalanmu. Tadi adikmu suda
"Hah?" Sofia menunduk, lalu tersenyum canggung. "BUkan ...."Selena langsung memanfaatkan kesempatan ini, dia maju dan menunjuk kantong yang dibawanya. "Ini untuk Anda."Liam hanya meliriknya, dia tidak kelihatan tertarik. Kemudian Liam menggandeng tangan Sofia dan berkata, "Ayo, ke ruangan aku."Semua orang terkejut melihat pemandangan ini. Selena pun hanya bisa mengikuti dari belakang, dia menggertakkan giginya dengan kesal.....Ukuran ruangan Liam jauh lebih kecil daripada yang Sofia bayangkan. Ukuran ruangan ini kurang lebih sama dengan ukuran kamarnya.Di ruangan ini hanya ada sebuah meja, beberapa kursi, lemari buku, dan sofa untuk menyambut tamu. Ruangan ini didominasi dengan warna hitam, putih, dan abu-abu. Dibandingkan dengan ruang kerja, suasana di ruang ini lebih terasa seperti ruang baca yang ada di rumah.Liam menggandeng Sofia dan mengajaknya duduk di sofa. Meskipun Liam melingkarkan tangannya di belakang pinggang Sofia, dia tidak benar memeluknya."Ada apa kamu ke sini?
Selena lebih panik dibandingkan Sofia."Pak Liam, maafkan aku, aku tidak tahu." Selena buru-buru mengemas semua makanan yang telah disiapkannya dan memikirkan cara untuk menebus semua ini. "Aku, aku akan mentraktirmu makan di luar. Pilih saja restoran yang kamu sukai.""Tidak perlu." Liam menolak dengan tegas. "Aku menolongmu karena aku mengkhawatirkan kakakmu. Kalau mau berterima kasih, harusnya kamu berterima kasih kepada kakakmu."Dalam sekejap senyuman Selena pun membeku. Namun dia segera menata kembali emosinya dan menatap Sofia sambil berkata dengan manis, "Aku sangat berterima kasih kepada kakakku, tapi Pak Liam telah menyelamatkan aku dari preman itu. Pak Liam bahkan sampai terluka, aku harus berterima kasih kepadamu juga."Terluka? Sofia refleks melirik ke arah Liam.Kemarin Liam dan Evano berhasil melumpuhkan para preman itu. Sejak polisi datang sampai pulang ke rumah, Liam sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan. Jadi, Sofia mengira mereka baik-baik saja. Tidak d
Liam membuka satu per satu kancing kemejanya. Gerakan Liam lambat dan elegan.Sofia sontak membelalak, tatapannya tertuju kepada leher dan dada Liam yang putih bersih. Sofia sudah pernah melihat setiap inci tubuh Liam. Dadanya yang bidang, perutnya yang berotot ....Sofa mengerutkan alis sambil mendesak Liam. "Ce-cepat buka kemejamu!"Liam tersenyum dan mengolok Sofia. "Kamu sudah tidak sabar?"Sofia baru sadar ucapannya barusan memang agak rancu. Dengan wajah memerah, Sofia pun berkata, "Aku ... hanya ingin melihat lukamu."Liam melirik Sofia, lalu melemparkan kemejanya ke samping sambil menyeringai misterius. Kemudian dia meletakkan kedua tangannya di pinggang, lalu berbisik dengan lembut di telinga Sofia, "Kalau kamu mau melakukan hal yang lain ... juga boleh."Suara Liam terdengar lembut, mengolok-olok, tapi juga menawan. Wajah Sofia terasa panas, dia ingin mendorong Liam, tetapi takut kalau tersentuh lukanya.Liam memperhatikan bulu mata Sofia yang bergetar dan tangannya yang dige
Aroma obat yang menusuk dan bau sontak membuat Liam mual. Rasanya Liam mau melarikan diri, tapi kerinduan akan sentuhan ini membuatnya rela menahan semua aroma yang tidak enak ini.Liam menggigit bibir bawahnya dengan erat, dia sedang berusaha menahan hasrat yang bergejolak di dalam dirinya.Ketika melihat ekspresi Liam, Sofia mengira kalau pijitannya terlalu kuat hingga membuat Liam kesakitan. "Sakit, ya?""Tidak." Liam menggelengkan kepala.Jangankan pijatan seperti ini, Liam bahkan pernah tertembak dan terluka. Pijatan ini sama sekali tidak ada rasanya bagi Liam."Kalau sakit, bilang ke aku, ya!" Sofia terus berpesan.Ketika Evano membuka pintu ruangan Liam, dia terkejut mendengar ucapan Sofia. Yang lebih mengejutkan lagi, Evano melihat Sofia sedang mengusap Liam yang sedang berbaring.Evano benar-benar terkejut, pikirannya langsung mengembara ke mana-mana."Maaf!" Evano membalikkan badan dengan panik. "Aku tidak melihat apa-apa. Kalian lanjutkan saja.""Kembali!" Sofia berteriak..
Liam terkejut saat Kenta memanggil namanya. Liam mengira kalau keberadaannya ketahuan.Ketika mengintip ke ujung lorong, Liam tidak melihat siapa pun yang berjalan ke arahnya."Tunggu saja! Suatu hari nanti aku akan menghabisimu!" Ternyata Kenta sedang berbicara sendiri.Liam tertawa mendengar ucapan Kenta. Pada akhirnya, entah siapa yang akan menghabisi siapa.....Ketika Liam kembali ke aula, mempelai pria dan wanita telah berganti pakaian, mereka sedang menyapa para tamu.Orang tua kedua mempelai berdiri di samping, mereka berterima kasih kepada para undangan yang hadir.Entah karena berdandan atau sudah terlalu lama tidak bertemu, Liam tidak langsung mengenalinya saat melihat Niel.Dibandingkan beberapa tahun lalu, wajah Niel terlihat jauh lebih dewasa. Niel sudah berubah, dia tidak lagi ceria dan percaya diri seperti dulu.Beberapa tahun ini Grup Aluva hampir mengalami kebangkrutan. Kehidupan yang sulit dan penuh perjuangan telah mengubah karakter Niel.Liam sama sekali tidak bers
Sebentar lagi pesta pernikahan akan dimulai, para tamu undangan mulai berdatangan. Evano dan Liam pun mulai sibuk.Ada begitu banyak tamu undangan yang mengenal Liam, sebagian besar tamu yang hadir adalah sosok familier. Para tamu undangan menyapa Liam secara bergantian, ada yang mengajak berjabat tangan, ada pula yang mengajaknya berfoto bersama. Bahkan beberapa orang yang akrab menawarkan untuk menjodohkannya.Demi nama baik Evano dan Kaila, awalnya Liam masih berusaha untuk meladeni orang-orang yang menyapanya. Namun kesabaran Liam ada batasnya, semua tamu yang hadir malah lebih memilih untuk mendekati Liam daripada menyapa mempelai. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk menjalin kedekatan dengan Liam.Akhirnya Liam sudah tidak tahan, dia menyerahkan semuanya kepada Evano. "Aku mau cari angin."Aula ini sangat besar, Liam bersusah-payah menemukan tempat yang sepi. Dia berdiri di depan jendela lorong. Embusan angin sejuk menyeka wajahnya.Liam mengeluarkan ponsel, sama sekali tidak
Sesaat Evano dan Liam datang, pihak keluarga mempelai pria menghampiri mereka. "Pak Liam, Pak Evano, lama tidak berjumpa."Liam tidak bergeming, dia menatap sosok tersebut dengan dingin."Maaf, kami tidak merokok." Evano menolaknya dengan sopan, tidak seperti Liam yang menolak dengan ketus.Pihak keluarga mempelai pria mengajak Evano mengobrol sekaligus mencari muka. Evano tidak tahan, dia langsung mencari alasan untuk memisahkan diri.Begitu menoleh, amarah Evano langsung mendidik melihat Liam yang bersenang-senang di atas penderitaannya. "Semua salahmu! Masih bisa tersenyum?""Kenapa aku tidak boleh senyum?" Liam melihat kedua tangannya di dada."Dia datang buat menyapamu." Evano memelotot. "Tapi ujung-ujungnya aku yang jadi tumbal."Meskipun Evano juga merupakan salah satu pemilik Grup Charula dan memiliki jabatan yang tak kalah penting, orang-orang lebih menghormati Liam yang jelas berkuasa di dalam perusahaan."Aku tidak menumbalkanmu." Liam memperbaiki ucapan Evano. "Aku hanya ma
"Ngapain menyuruhku datang pagi-pagi?" Evano memperhatian ruang aula yang telah selesai didekorasi. Kaila tinggal menyuruh staf hotel untuk mengecek sebelum acara pesta dimulai.Evano mengerutkan alis, sebenarnya tidak ada pekerjaan yang memelukan bantuannya. Evano pun kesal dan mengomeli Kaila, "Kaila, kamu nggak bisa berhenti menggunakan cara rendahan semacam ini?"Dulu Kaila tak sungkan menggunakan berbagai cara demi bisa bertemu Evano. Awalnya Kaila tersentak mendengar nada bicara Evano yang ketus, tetapi dia segera menangkan diri dan tersenyum. "Sepertinya Pak Evano salah paham, ayahmu yang menyuruhku untuk menghubungimu. Jangan lupa, di mata orang-orang, kita adalah pasangan yang harmonis dan serasi. Kamu mau rahasia ini ketahuan publik?"Keluarga Pradita dan Yeca mengetahui hubungan Evano dan Kaila yang sebenarnya. Namun selama kerja sama kedua keluarga berjalan lancar, orang tua mereka tidak memedulikan kebahagiaan pernikahan anak-anaknya.Orang tua Kaila dan Evano hanya memint
Kaila sedang mengecek semua persiapan pesta pernikahan.Kaila mengenakan gaun ketat berwarna putih dan sepatu hak tinggi yang berkisar 10 cm. Setiap Kaila berjalan, rambutnya terkibas indah hingga memperlihatkan anting mutiara yang berkilau di telinga.Evano terpaku melihat Kaila. Liam yang duduk di samping Evano pun diam-diam mengeluarkan ponsel dan mengambil fotonya.Kaila memegang walkie-talkie dan menunjuk ke arah langit-langit sambil mengerutkan alis saat berbicara kepada salah seorang staf yang mengikutinya.Liam sengaja bertanya kepada Evanio, "Mau menyapanya?"Evano tersadar dari lamunan dan bergegas memalingkan wajah."Tidak." Sorotan mata Evano terlihat hampa. "Ayo, cari tempat duduk."Liam mengangkat alis matanya. "Katanya Kaila menelepon sampai tiga kali untuk mendesakmu? Pasti dia ada keperluan, makanya memaksamu datang lebih awal.""Aku nggak bakal bantu." Evano menggertakkan giginya dengan kesal. "Lagi pula bukan kami yang menikah, ngapain ikut repot-repot?"Liam dan Eva
"Kamu takut sama Kaila?" Liam menatap Evano dengan ekspresi mengejek.Wajah Evano sontak memerah, dia tampak kesal dan kembali menendang Liam. "Cepat! Jangan cerewet."Hari ini suasana hati Liam sangat bagus, dia jarang-jarang tertarik dengan kehidupan orang lain. Kali ini dia akan berbesar hati dan tidak membuat perhitungan dengan Evano yang menendangnya."Akui saja kamu menyukainya. Lagi pula ini bukan pertama kalinya kamu menelan ludah sendiri." Liam menepuk pundak Evano. Liam tidak bercanda, dia tulus membujuk Evano. "Apalagi kalian sudah menikah, tidak ada gunanya mengingat-ingat masa lalu."Raut wajah Evano sontak membeku. Warna merah yang merona pun pudar, ekspresi Evano tampak masam. Melihat reaksi Evano, sepertinya dia sedang berada di dalam situasi sulit."Tidak mudah menemukan pasangan yang kita cintai dan juga mencintai kita." Liam jarang menasihati orang lain. Hanya saja, dia pernah mengalami dan tahu sakitnya patah hati. Walaupun Liam tidak menyukai semua perbuatan Kaila
Setelah selesai memeriksa dokumen yang dikirimkan, Liam mengambil telepon dan menghubungi Marco. "Cari tahu apakah ada orang bernama Yaga Hutomo yang pernah mengirimkan lamaran ke perusahaan."...."Pak, orang bernama Yaga Hutomo pernah melamar di Fargo Investment." Marco bergegas memeriksa dan melaporkannya kepada Liam.Fargo Investment adalah salah satu anak perusahaan Grup Charula yang bergerak di bidang jasa keuangan.Liam mengetuk meja dengan menggunakan jari telunjuk. "Terima lamarannya, segera urus prosedur perekrutan."Asalkan Keluarga Hutomo berhenti mengganggu Sofia, Liam bersedia memberikannya pekerjaan.....Tak terasa, hari Sabtu pun tiba.Pagi-pagi sekali, Evano datang ke rumah Liam. "Sudah siap? Ayo, berangkat!"Liam masih mengenakan piyamanya dan duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi.Liam tampak tersenyum saat memegang ponselnya. Sorotan matanya berbeda dari biasanya.Evano tidak kesulitan menebak, hanya Hesper dan Sofia yang bisa membuat Liam bersikap le
Keluarga Hutomo adalah sebuah keluarga sederhana yang tidak memiliki kuasa maupun koneksi.Saat Glen masih hidup, warga desa sangat mengidolakan Keluarga Hutomo. Keluarga Hutomo dianggap berhasil mendidik kedua putranya. Glen bekerja di kota besar dan setiap bulan mengirimkan uang kepada orang tuanya, sedangkan Yaga adalah mahasiswa yang berprestasi.Ada banyak kerabat dan teman yang datang berkunjung ke rumah Keluarga Hutomo untuk menyanjungnya. Beberapa datang meminta Glen untuk merekomendasikan pekerjaan, sedangkan yang lainnya mencari alasan untuk meminjam uang.Kedua orang tua Glen paling mencintai uang, jangan harap bisa mendapatkan pinjaman uang dari mereka. Demi menjaga citra keluarga, kedua orang tua Glen memaksa Glen untuk membantu warga desa yang meminta pekerjaan. Tak hanya Glen, Sofia juga terkena imbasnya.Di dunia ini tak ada teman maupun musuh yang abadi. Sejak Yaga kembali ke kampung halaman, warga desa malah berbalik menghina Keluarga Hutomo. Terutama orang-orang yang
Liam takut.Sejak bertemu kembali dengan Sofia, Liam tidak jarang merasa ketakutan. Jantungnya berdegup kencang setiap menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan Sofia.Keluarga Hutomo mengganggu kehidupan Sofia demi mendapatkan uang.Mengingat semua perbuatan Keluarga Hutomo kepada Sofia, Liam yakin Sofia sudah muak berhubungan dengan mereka.Yang Liam khawatirkan kalau Keluarga Hutomo menggunakan kematian Glen untuk meluluhkan hati Sofia. Bagaimanapun Liam pernah menikahi Sofia, sedikit banyak dia memahami karakter Sofia.Sofia selalu berkata tidak peduli, tetapi asalkan dibujuk terus, lama-lama hatinya pun luluh.Liam berharap Sofia hanya luluh kepadanya, bukan kepada orang lain.Liam mengernyit, kilatan cahaya gelap melintas di matanya. Glen sudah meninggal, segala sesuatu mengenainya harus musnah dari dunia ini agar tidak ada lagi yang mengganggu Sofia.Di dalam dokumen yang dikirimkan, tatapan Liam berlabuh pada foto Yaga Hutomo, adik kandung Glen Hutomo.Dulu Yaga adalah mahasiswa