Gua Pelindung Harapan
Beberapa bangunan tingkat bertambah, bukan meluas, tapi memanjang sepanjang aliran Sungai. Tidak ada yang protes dari anggota Aliansi Angin Malam, sebab. Saat mereka kembali, para anggota di sana sudah mengetahui kematian Yog Aren. Ditambah lagi keberadaan Zimo sebagai Raja Pil di sisi Akara, membuat pemuda itu langsung mendapat kehormatan mereka. Akan tetapi, malah ada sebuah pulau mengapung yang ada di atas mereka.Akara keluar dari kamarnya, ditemani sorot cahaya matahari yang menembus langit-langit gua, ia masih memakai kimono tidur dan berjalan menuju dapur. Di meja makan, sudah duduk beberapa orang yang sedang menikmati makanannya. Mereka adalah pria berblangkong dan seorang wanita bergaun sutra putih."Apa yang kalian lakukan di sini!?" Akara langsung bergegas mendekati mereka, namun mereka hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan sarapan."Jangan berisik! Sudah, duduklah." Kana mendekatinya sambil membawa sepiring mMereka duduk santai sambil mengobrol setelah selesai sarapan, dengan Akara yang sudah berpakaian lengkap."Hebat sekali kamu naik Naga!" seru kakek Taji Meranti kepada Trueno."Haha iya kek!""Tuan Zimo juga, bisa-bisanya punya pulau melayang!"Saat Trueno meladeni kakek Taji Meranti, Zimo mendekati Akara."Lihat Akara!" ucapnya seraya menoleh ke arah kakek Taji Meranti. "Semakin tua fisiknya, daya kerja otak juga berkurang. Itulah kenapa pil Transformasi Tubuh merupakan pil tingkat 9, karena tidak hanya memperbaiki fisik, namun juga kinerja otaknya,""Maksudnya? Pil Transformasi Tubuh juga bisa untuk manusia?" Zimo hanya mengangguk, lalu hentakan kuat berkali-kali dengan cepat di arah pintu masuk. Ternyata Wyvern raksasa itu masuk ke dalam gua. Gua yang memang sangat lebar karena Ken si ular raksasa saja bisa masuk dengan mudahnya."Permisi tuan Akara, ada tamu," ujarnya sembari menoleh ke samping. Ternyata ad
Cahaya keemasan sang mentari dibiaskan oleh jernihnya air sungai, masuk ke dalam Gua Pelindung Harapan. Menerpa pemuda berjaket hitam yang sedang menuju meja makan dan menemukan wajah baru di sana. 3 orang berambut biru yang berpakaian rapi dengan seorang pria berkumis centang yang berwibawa, bersama anak gadisnya. Mereka memberikan salam kepadanya, namun pemuda itu tidak berkomentar apa-apa dan segera duduk di sana. "Tuan Agera, benar-benar kota yang luar biasa, sangat mencerminkan dirimu!" seru pria berambut biru."Raja Bento Besiah, kota masih sepi seperti ini kok, lagipula Lemon yang akan menjadi penguasa di sini," ujarnya membuat mereka saling memandang, sedangkan Kana langsung mendekatinya dan berbisik."Beliau Raja Shuyal!?" Akara tersenyum sambil menjawab. "Bukan, hanya kenalanku biasa." "Memangnya tuan Agera belum melihat kondisi di luar?" ujar pak tua berambut biru, membuat Akara menoleh ke arah luar dan langsung menghembuska
Hentakan yang dibuatnya saat mendarat ke tanah, membuat hembusan angin yang sangat kencang. Pepohonan di sekitarnya langsung tersapu menjauh, bahkan sampai tanahnya sekalian dan terbentuklah cekungan dengan dalam belasan meter dan lebar puluhan meter. Ada satu sisi yang tidak terkena efeknya karena kubah pelindung yang Akara buat. Di pusat cekungan, berdirilah seekor primata dengan bulu berwarna merah tua keemasan. Seekor orangutan yang besar tubuhnya bisa dibandingkan dengan Alagra. Dengan tangannya yang panjang dan berotot mengepal di tanah, ia menoleh ke arah mereka dengan tekanan gravitasi dan intimidasi yang sangat kuat. Kai dan Salamander langsung tersungkur ke tanah, namun Akara segera menjentikkan jarinya, membuat kubah pelindung yang baru. "Humph! Mampu menahan intimidasi dariku, berarti kau yang menghasut mereka untuk bergabung dengan manusia!" "Kalian kenal?" Akara menoleh ke arah Kai dan Salamander, lalu mereka mengangguk."Selain ayahku, ada
Akara melebarkan kedua tangannya ke samping, lalu muncul sepasang pedang kayu di sana. Bor spiral juga terbentuk beberapa buah di atas kepalanya, namun seketika menghilang. Bor spiral menyebar, menembus kepala kloningan Otung yang melompat dari segala sisi. Melihat serangannya gagal, Otung yang bertengger lalu berdiri. Kilatan listrik merah menyelimuti tubuhnya, bergerak dari segala sisi ke atas kepalanya. Satu cincin merah terbentuk, namun listik masih melebar dan membentuk satu cincin lagi yang lebih besar. Akara tidak mau kalah, pemuda itu menyalakan aura ranahnya. 5 bulan energi berwarna keemasan yang berputar di belakang pundaknya. "Hanya manusia biasa kau begitu sombong melawanku!?" Dengan kedua kepalan tangan yang menyatu membentuk bogem, Otung melompat. Mengayunkan tangan dari atas dengan energi yang meluap-luap di kepalannya.Gleng!... Pukulan membentur pelindung milik Akara, walau tertahan, namu membuat gelombang getaran yang begitu besar. Robe
Boomb!...Pukulan tepat di perut Akara, membuat pemuda itu langsung memuntahkan darah segar. Robekan kehampaan yang terbentuk benar-benar berbentuk lingkaran sempurna selebar satu meter, dengan puluhan robekan kehampaan berbentuk cincin yang berjejer mundur dan melebar semakin besar hingga membelah hutan dengan bentuk lingkaran yang sempurna. Di sisi lain, Akara menembus tebalnya anyaman pohon raksasa, lalu terlempar ke atas langit. Brak Crang!... Ia tertahan di udara, seakan menabrak dinding kaca dan menyebabkan retakan yang sangat luas. Lagi-lagi setiap bagian tubuhnya bergetar layaknya otot yang sedang keram. Darah merembes dari pori-pori kulitnya seakan diperas, sedangkan Opung sudah melompat dengan udara sebagai pijakannya.Jlar!... Petir ungu menyambar dari tubuh Akara, merambat ke segala sisi dengan jarak belasan mil jauhnya. Opung yang tersambar limbung, namun segera menggelengkan kepalanya, lalu melompat lagi dengan kilatan listrik masih mengalir
Sedangkan di dimensi nyataSambaran petir yang menyebar ke segala arah, membuat para binatang sihir mendongakkan kepalanya. Robekan kehampaan bekas rambatan petir membuat birunya langit jadi memiliki pola yang menakutkan. Retakan itu menyusut mulai dari ujungnya, semakin kecil hingga akhirnya lenyap sepenuhnya. Beberapa saat kemudian, sambaran petir meluncur satu arah sangat cepat. Robekan kehampaan lebih besar dari sebelumnya, disusul ledakan di satu tempat dengan aliran petir di sekitarnya. Samabaran itu masih terus melesat menjauh, hingga tidak terlihat lagi dari Gua Pelindung Harapan. Di kota Shuyal, para warga langsung keluar rumah saat mendengar suara gemlegar yang begitu keras. Mereka menghadap ke arah selatan, di atas kejauhan langit sana ada sobekan ruang yang begitu panjang dan terus melebar. Begitu juga di kota hutan Araves, mereka melihat ke arah utara. Ledakan dengan petir kembali terlihat, namun segera disusul oleh robekan ruang berbentuk c
Saat membuka matanya, cahaya yang membias menembus langit-langit dan sungai di atasnya. Ia lalu menoleh dan wajah cantik dengan pipi tembem masih tidur pulas di sampingnya. Senyuman langsung merekah di bibirnya, sambil tangannya bergerak untuk meraih gundukan lemak yang terlihat begitu lembut. Ia memainkannya dengan gemas hingga membuat sang pemilik membuka matanya."Akara!?" Gadis itu langsung memeluknya dengan erat, sedangkan ia mengusap-usap lembut rambut di punggungnya. ...Mereka keluar kamar, melewati lorong gua yang sangat besar dengan seluruh langit-langitnya transparan dan terlihat aliran sungai di sana. Suara riuh orang mengobrol semakin terdengar jelas saat mereka semakin jauh melangkahkan kakinya. Walau pemuda itu belum bersuara, namun mereka langsung menoleh dan segera berdiri untuk mendekatinya."Bagaimana kabarmu tuan Akara?" ujar pria berblangkong."Hanya kehabisan energi," jawabnya sembari menyapu pandangan, mengabsen orang-o
Kolam racun telah pindah lokasi, namun masih berupa gua dengan Kai yang menunggunya. Jauh di kedalaman tanah, Salamander magma dibuatkan kawah seperti domain miliknya, lalu masih ada beberapa gua di atasnya layaknya Dugeon dengan binatang Sihir lainnya. Pepohonan di sekitar Gua Pelindung Harapan, kini memiliki ukuran yang raksasa, walau tidak sebesar kota hutan Araves. Kubah pelindung berjejer-jejer di bawah teduhnya hutan, juga ada beberapa di dahan dengan burung raksasa yang bertengger. Pemuda berjaket hitam terbang di depan air terjun, memandangi kota yang ia bentuk sesuai harapannya. Rumah-rumah di pinggiran aliran sungai, dengan latar belakang pepohonan raksasa. Banyak manusia dan juga binatang sihir yang berkumpul menjadi satu. Ia lalu menuju di atas tebing, tepat di samping air terjun dan mendekati Kana dan yang lainnya."Maaf, seharusnya waktu singkat untuk berduaan denganmu, namun malah harus fokus pada pembangunan kota," ujarnya sembari mengusa
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak