Sambil tetap terbang menghindari laser, gelombang energi terbentuk saat Higanbana berhasil dipadatkan. Bunga Lily dari kristal ungu dengan kobaran api lima warna di dalam dan bagian luarnya, serta lumuran racun yang menyelimutinya. Akara langsung mengayunkannya ke arah pria kerucut, Higanbana langsung meluncur, berputar dengan hembusan api dan angin yang mendorongnya.
"Jangan sampai terkena jurus itu! Dia di ranah Mijil saja dapat membunuh bawahanku di ranah Gambuh!" Marbun Bidara melompat di samping pari kerucut dan mengumpulkan energi di bilah pedang besarnya. Selain itu, laser yang mengejar Akara berputar haluan mengejar Higanbana.Ia langsung mempercepat pergerakan jurusnya hingga membuat retakan kehampaan, namun kecepatan laser lebih tinggi. Swangg... Laser mengenai Higanbana, namun tidak meledaknya dan malah cahayanya menyebar."Jika terlalu panas akan meledak juga!" Komo terlihat mengeden, menahan kristalnya yang membentuk Higanbana mulai retak.Akara langsung terbang ke samping, namun saking banyaknya, anak panah itu menyebar ke segala penjuru. Ia mempercepat lajunya, namun tetap tidak sampai. Akhirnya ia memutuskan untuk menangkis menggunakan kedua pedangnya. Ia ayunkan dengan begitu cepat dan tidak ada yang lolos satupun, namun jwashh... Laser kembali menyerangnya, membuatnya harus melompat mundur dan kabur dengan tetap menangkis anak panah. Begitu lolos, ia langsung memutar haluan ke arah pria kerucut dan melesat sangat cepat, namun... Ada satu anak panah yang jauh lebih besar, melesat dengan sangat cepat ditambah lagi Akara melesat ke arahnya juga. Hanya butuh beberapa saat sampai anak panah itu tepat di depannya, membuat Komo dan dirinya sendiri panik. Selain kubah pelindung, juga ada perisai dari kristal yang mulai terbentuk. Akan tetapi, mereka kurang cepat. Brushh... Akara memejamkan mata, namun ternyata panah tadi hancur menjadi potongan es yang menerpa tubuhnya, membuatnya segera membuka mata
Kawah yang tersapu oleh angin jadi mengering dan membentuk bongkahan batu berbagai ukuran. Tidak butuh waktu lama hingga nampaklah binatang sihir raksasa yang bersembunyi di sana. Tubuh Naga dengan sepasang kaki untuk menopang tubuhnya, juga lelehan magma yang masih menyelimutinya. Pupil mata Wyvern tingkat Naga satu pola itu begitu kecil, namun segera membesar dan membuatnya sedikit nunduk. Akan tetapi, pupilnya kembali mengecil dan kepalanya menggeleng, lalu melangkah mundur. Pupilnya membesar lagi dan menunduk, namun mengecil lagi dan menggeleng hingga beberapa kali. Bwushh... Tekanan gravitasi diberikannya, membuat Wyvern terjerembab ke dasar kawah. Akara lalu melompat turun dan mendarat perlahan-lahan tepat di depan kepala Naga raksasa itu. Ia mengulurkan tangannya, lalu menyentuh bagian atas hidung Wyvern dengan sisik hitam dan keras. Bwushh... Aliran energi sangat banyak mengalir masuk ke dalam kepalanya, membuatnya sedikit memberontak, namun tekanan gravitasi lebi
Akara, pemuda berjaket kulit hitam itu berdiri dan menghirup udara dengan berat, ia memperhatikan sebuah kediaman besar di depannya yang sudah hancur. Melihat pemuda berjaket hitam dengan sepasang pedang kayu di punggungnya, para warga langsung berkerumun untuk melihatnya. Dia Agera? Sial sekali nasib Aliansi Angin Malam, dihancurkan dalam semalam hanya karena menolong pemuda ini. Salah dia sendiri sok-sokan melawan Raja Penempa!Akara langsung menoleh ke belakang dengan sorot mata yang tajam, membuat para penggosip itu begitu gemetaran, bahkan ada yang jatuh terduduk dan ada yang berlari. Ia lalu melangkahkan kakinya memasuki gerbang besar yang tinggal pondasinya saja, namun ada sebuah logam besar di sana yang berbentuk pusaran angin dengan bulan di belakangnya. Halaman yang luas di dalamnya juga sudah porak poranda dengan bekas semburan magma yang sudah mengering. Begitu sunyi, tiada seorangpun di sana, bahkan tidak ada satupun bangunan yang masih berdiri. Ruang
Pria bernama Ron Waru itu sangat sumringah begitu melihat keberadaan Akara. "Tuan Agera, kita bertemu kembali!" Ia menyeringai penuh dendam, membuat Bento Besiah dan Alred Jati berdiri. "Ron Waru, ini istana Shuyal!" Bento Besiah memperingatkan."Tenang Yang Mulia, tidak ada lagi yang bisa melindungi bocah ini. Lemon dan Aliansi Angin Malam sudah tamat, lalu pria berjubah yang selalu di sisinya juga sekarang tidak ada. Raja Penempa pasti segera mengetahui kabar keberadaannya di sini, apa kalian masih ingin melindungi bocah sepertinya?"Akara lalu berdiri sambil tertawa, membuat mereka menatapnya kebingungan."Apa yang kau tertawakan bocah!? Kematianmu sudah di depan mata!" Pandangan mereka lagi-lagi tertuju pada jalan masuk setelah mendengar gemrecak dari armor penjaga yang berlari mendekat. "Yang Mulia!" Ia langsung berlutut dan menelangkupkan tangannya di depan. "Ada kabar dari kota Gnome bahwa..." Ia ber
Banyak sekali orang yang mencaci maki Akara, dengan tatapan yang begitu tajam penuh amarah. Ia sekali lagi menyapu pandangannya, membuat para penjaga panik."Mohon jangan dengarkan perkataan mereka!" penjaga itu membungkuk, namun Akara hanya tersenyum tipis sebelum melesat, menembus air terjun dan masuk ke dalam Gua Pelindung Harapan. Tidak ada perubahan di lorong depan, terlihat bersih dan cahaya matahari menembus dari langit-langitnya dan aliran sungai di atasnya terlihat jelas dengan ikan-ikan yang berenang. Ia lalu terbang masuk lebih dalam. Lokasi kamarnya juga masih tak tersentuh, lalu sampailah di bagian paling ujung. Ruangan yang jauh lebih luas dari sebelumnya. Kolam racun milik Ken masih ada di sana, dengan Spider Blood Lily yang masih terawat, bahkan ada belasan orang yang berlatih di pinggirannya. "Tuan Agera!?" Pria umur 40 tahunan berambut pendek dan tubuh kekar layaknya tentara. Jubah tersampir pada pundaknya untuk menyembunyikan tangan kanannya, na
Gadis cantik berwajah tirus dengan mata yang tajam, berambut hitam keunguan yang dikucir dua. Bajunya tanpa lengan, namun memakai sarung tangan hingga sepanjang lengan. Jadi lengan atas hingga ketiaknya tidak tertutupi. Ia juga memakai rok mini yang mengembang di atas lutut, tapi juga memakai kaos kaki setinggi lutut. Dia langsung mendekati Akara dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan. "Apa yang kau lihat!?" Bentaknya seraya berkacak pinggang. Tanpa menunjukkan ekspresi apapun, Akara berjalan pergi begitu saja. Gadis itu langsung menggenggam erat, dan menghentakkan satu kakinya. "Ayah! Lihat kelakuan pemuda mesum itu!" teriaknya sembari menunjuk Akara dan menoleh ke salah satu pria di sana. Pria berumur 30 tahunan dengan jenggot berbentuk segitiga. "Apa yang dilakukan bocah sepertimu di sini!? Jika bukan berada di tempat ini, kau sudah aku hajar bocah!" Pria itu lalu menggandeng anak gadisnya dan berjalan pergi. "Tapi ayah..." protesnya s
Mereka semua masih tercengang, ditambah lagi sekarang pemuda berjaket hitam dan Raja Pil sedang mengobrol."Sial, kau meninggalkanku, padahal masih ada bahan pil yang harus aku cari," ucap Akara yang duduk menyamping, menghadap ke arah Raja Pil. Kenapa dia sangat santai sekali? Apa hubungan mereka? Kalian tenanglah, mari minum agar tenang."Kau sangat lama di dunia Lestari, mana mungkin aku menunggumu, memangnya bahan pil apa?" "Pil Transformasi Tubuh, tapi sudah aku dapatkan beberapa bahannya,""Kau gila, itu Pil tingkat 9!""Pffft! Tingkat Sembilan!?" Mereka tanpa sadar berteriak, bahkan ada yang menyemburkan teh yang sedang ia minum dan akhirnya tersedak hingga batuk-batuk. Akara dan Raja Pil menoleh ke arah mereka dengan santai, lalu melanjutkan mengobrol."Membawa pulau bepergian, kau hebat juga pak tua Zimo!""Agk!?" Mereka lagi-lagi tercengang. "Dia tadi memanggil dengan nama? Aku tidak salah dengar buk
Di atas hamparan lautan awan putih, ada sebuah pulau melayang yang begitu besar. Hal mencolok di sana berupa pilar empat sisi yang terlihat seperti dua cincin emas raksasa yang melingkar pada pulau. Ujungnya yang menyatu di atas langit, memiliki lubang dan di dalamnya ada bola energi layaknya matahari. Di tengah-tengah pulau, ada area luas berbentuk lingkaran seperti altar, dengan bagian tengahnya berlubang seperti sumur. Sumur yang begitu dalam, terus masuk ke dalam tanah dan di ujungnya ternyata ada ruangan bawah tanah. Cahaya dari bola energi tadi menembus hingga ke dasar, menyinari sebuah kristal yang tertanam di tengah-tengah altar. Secara tiba-tiba, sinar memancar sangat terang, menerpa kristal tadi dan langsung disebarkannya. Bukan membias ke segala arah, namun menyalakan sajak yang ada di altar. Bergerak begitu cepat memenuhi altar dan ternyata masih ada aliran di salah satu sisinya. Aliran itu bergerak ke samping altar dan di sana ada altar lainnya dengan ukuran y
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak