Gadis cantik berwajah tirus dengan mata yang tajam, berambut hitam keunguan yang dikucir dua. Bajunya tanpa lengan, namun memakai sarung tangan hingga sepanjang lengan. Jadi lengan atas hingga ketiaknya tidak tertutupi. Ia juga memakai rok mini yang mengembang di atas lutut, tapi juga memakai kaos kaki setinggi lutut. Dia langsung mendekati Akara dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan.
"Apa yang kau lihat!?" Bentaknya seraya berkacak pinggang. Tanpa menunjukkan ekspresi apapun, Akara berjalan pergi begitu saja. Gadis itu langsung menggenggam erat, dan menghentakkan satu kakinya."Ayah! Lihat kelakuan pemuda mesum itu!" teriaknya sembari menunjuk Akara dan menoleh ke salah satu pria di sana. Pria berumur 30 tahunan dengan jenggot berbentuk segitiga."Apa yang dilakukan bocah sepertimu di sini!? Jika bukan berada di tempat ini, kau sudah aku hajar bocah!" Pria itu lalu menggandeng anak gadisnya dan berjalan pergi."Tapi ayah..." protesnya sMereka semua masih tercengang, ditambah lagi sekarang pemuda berjaket hitam dan Raja Pil sedang mengobrol."Sial, kau meninggalkanku, padahal masih ada bahan pil yang harus aku cari," ucap Akara yang duduk menyamping, menghadap ke arah Raja Pil. Kenapa dia sangat santai sekali? Apa hubungan mereka? Kalian tenanglah, mari minum agar tenang."Kau sangat lama di dunia Lestari, mana mungkin aku menunggumu, memangnya bahan pil apa?" "Pil Transformasi Tubuh, tapi sudah aku dapatkan beberapa bahannya,""Kau gila, itu Pil tingkat 9!""Pffft! Tingkat Sembilan!?" Mereka tanpa sadar berteriak, bahkan ada yang menyemburkan teh yang sedang ia minum dan akhirnya tersedak hingga batuk-batuk. Akara dan Raja Pil menoleh ke arah mereka dengan santai, lalu melanjutkan mengobrol."Membawa pulau bepergian, kau hebat juga pak tua Zimo!""Agk!?" Mereka lagi-lagi tercengang. "Dia tadi memanggil dengan nama? Aku tidak salah dengar buk
Di atas hamparan lautan awan putih, ada sebuah pulau melayang yang begitu besar. Hal mencolok di sana berupa pilar empat sisi yang terlihat seperti dua cincin emas raksasa yang melingkar pada pulau. Ujungnya yang menyatu di atas langit, memiliki lubang dan di dalamnya ada bola energi layaknya matahari. Di tengah-tengah pulau, ada area luas berbentuk lingkaran seperti altar, dengan bagian tengahnya berlubang seperti sumur. Sumur yang begitu dalam, terus masuk ke dalam tanah dan di ujungnya ternyata ada ruangan bawah tanah. Cahaya dari bola energi tadi menembus hingga ke dasar, menyinari sebuah kristal yang tertanam di tengah-tengah altar. Secara tiba-tiba, sinar memancar sangat terang, menerpa kristal tadi dan langsung disebarkannya. Bukan membias ke segala arah, namun menyalakan sajak yang ada di altar. Bergerak begitu cepat memenuhi altar dan ternyata masih ada aliran di salah satu sisinya. Aliran itu bergerak ke samping altar dan di sana ada altar lainnya dengan ukuran y
Aulia menjentikkan jarinya, lalu portal muncul seketika di dekat mereka, tanpa basa-basi Akara masuk ke sana. Sepeninggal Akara, Tense langsung berdiri dan membungkukkan badannya di depan Zimo. "Yang Mulia Raja Pil! Saya Tense, seorang master Alkemis tingkat 6 yang sejak dulu mengidolakan sosok Raja Pil! Tidak saya sangka bisa bertemu langsung, bahkan duduk di satu tempat yang sama!" serunya membuat Zimo tertawa canggung."Berdirilah, terima kasih juga telah membantu pemuda itu. Jika dia tidak lolos dari jeratan Yog Aren, tidak mungkin juga aku bisa melewati belenggu," Tidak berselang lama saat mereka mengobrol, Akara sudah muncul kembali dari portal."Bagaimana Akara?" sambut Aulia."Sudah daftar, tapi ujian kenaikan masih 3 bulan lagi kak, akan aku gunakan waktu sebaik-baiknya,""Oh kalau begitu, kamu bilang ingin menjemput gadismu 'kan? Biar kakak bantu!""Beneran kak?"Aulia mengangguk sambil mengulurkan t
Melihat kejadian itu, gadis kecil yang tadi digandeng oleh Kana langsung mendekati Akara. "Kak Akara! Wanita itu selalu memperlakukan kak Kana dengan buruk!""Vania." Kana menoleh sambil menggelengkan kepalanya."Biarin kak! Dia memang keterlaluan! Kak Kana saja yang terlalu baik!"Melihat keduanya bersitegang, Akara langsung meraih kepala mereka dan mengusapnya dengan lembut. "Sudah, kenapa malah kalian yang berkelahi?" Akara lalu menggandeng mereka dan menoleh ke belakang. "Ayo masuk dulu!"Mereka lewat begitu saja, mengabaikan wanita yang masih bersujud di tanah....Mereka sudah duduk di sofa, dengan beberapa pelayan yang mengantar hidangan. Kana duduk di samping Akara dengan tangan masih di genggamannya, sedangkan Vania di sisi lainnya. Gadis kecil itu lalu menarik baju Akara, meminta perhatiannya. Setelah Akara menoleh, ia lalu berbicara."Lihat kak! Masih banyak pelayan di sini, tapi selalu saja kak
Gua Pelindung HarapanBeberapa bangunan tingkat bertambah, bukan meluas, tapi memanjang sepanjang aliran Sungai. Tidak ada yang protes dari anggota Aliansi Angin Malam, sebab. Saat mereka kembali, para anggota di sana sudah mengetahui kematian Yog Aren. Ditambah lagi keberadaan Zimo sebagai Raja Pil di sisi Akara, membuat pemuda itu langsung mendapat kehormatan mereka. Akan tetapi, malah ada sebuah pulau mengapung yang ada di atas mereka.Akara keluar dari kamarnya, ditemani sorot cahaya matahari yang menembus langit-langit gua, ia masih memakai kimono tidur dan berjalan menuju dapur. Di meja makan, sudah duduk beberapa orang yang sedang menikmati makanannya. Mereka adalah pria berblangkong dan seorang wanita bergaun sutra putih. "Apa yang kalian lakukan di sini!?" Akara langsung bergegas mendekati mereka, namun mereka hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan sarapan. "Jangan berisik! Sudah, duduklah." Kana mendekatinya sambil membawa sepiring m
Mereka duduk santai sambil mengobrol setelah selesai sarapan, dengan Akara yang sudah berpakaian lengkap."Hebat sekali kamu naik Naga!" seru kakek Taji Meranti kepada Trueno."Haha iya kek!""Tuan Zimo juga, bisa-bisanya punya pulau melayang!"Saat Trueno meladeni kakek Taji Meranti, Zimo mendekati Akara."Lihat Akara!" ucapnya seraya menoleh ke arah kakek Taji Meranti. "Semakin tua fisiknya, daya kerja otak juga berkurang. Itulah kenapa pil Transformasi Tubuh merupakan pil tingkat 9, karena tidak hanya memperbaiki fisik, namun juga kinerja otaknya,""Maksudnya? Pil Transformasi Tubuh juga bisa untuk manusia?" Zimo hanya mengangguk, lalu hentakan kuat berkali-kali dengan cepat di arah pintu masuk. Ternyata Wyvern raksasa itu masuk ke dalam gua. Gua yang memang sangat lebar karena Ken si ular raksasa saja bisa masuk dengan mudahnya."Permisi tuan Akara, ada tamu," ujarnya sembari menoleh ke samping. Ternyata ad
Cahaya keemasan sang mentari dibiaskan oleh jernihnya air sungai, masuk ke dalam Gua Pelindung Harapan. Menerpa pemuda berjaket hitam yang sedang menuju meja makan dan menemukan wajah baru di sana. 3 orang berambut biru yang berpakaian rapi dengan seorang pria berkumis centang yang berwibawa, bersama anak gadisnya. Mereka memberikan salam kepadanya, namun pemuda itu tidak berkomentar apa-apa dan segera duduk di sana. "Tuan Agera, benar-benar kota yang luar biasa, sangat mencerminkan dirimu!" seru pria berambut biru."Raja Bento Besiah, kota masih sepi seperti ini kok, lagipula Lemon yang akan menjadi penguasa di sini," ujarnya membuat mereka saling memandang, sedangkan Kana langsung mendekatinya dan berbisik."Beliau Raja Shuyal!?" Akara tersenyum sambil menjawab. "Bukan, hanya kenalanku biasa." "Memangnya tuan Agera belum melihat kondisi di luar?" ujar pak tua berambut biru, membuat Akara menoleh ke arah luar dan langsung menghembuska
Hentakan yang dibuatnya saat mendarat ke tanah, membuat hembusan angin yang sangat kencang. Pepohonan di sekitarnya langsung tersapu menjauh, bahkan sampai tanahnya sekalian dan terbentuklah cekungan dengan dalam belasan meter dan lebar puluhan meter. Ada satu sisi yang tidak terkena efeknya karena kubah pelindung yang Akara buat. Di pusat cekungan, berdirilah seekor primata dengan bulu berwarna merah tua keemasan. Seekor orangutan yang besar tubuhnya bisa dibandingkan dengan Alagra. Dengan tangannya yang panjang dan berotot mengepal di tanah, ia menoleh ke arah mereka dengan tekanan gravitasi dan intimidasi yang sangat kuat. Kai dan Salamander langsung tersungkur ke tanah, namun Akara segera menjentikkan jarinya, membuat kubah pelindung yang baru. "Humph! Mampu menahan intimidasi dariku, berarti kau yang menghasut mereka untuk bergabung dengan manusia!" "Kalian kenal?" Akara menoleh ke arah Kai dan Salamander, lalu mereka mengangguk."Selain ayahku, ada
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak