Di kota GnomeKota penempa yang ada di dalam perut pegunungan Vodor, sekarang sudah beraktivitas secara normal. Pertarungan yang terjadi sebelumnya hanya merusak langit-langit kota karena kubah pelindung yang Akara buat.Di dalam sebuah ruangan yang luas, ada sebuah singgasana dengan senderannya berupa senjata berbagai bentuk yang berjejer rapi. Yog Aren, Raja Penempa tengah duduk di sana, dengan latar belakang berupa dinding dengan aliran magma. Selain itu, sebuah karpet merah tergelar di depannya hingga mencapai pintu masuk, dengan di kedua sisinya ada beberapa meja yang berhadapan. Di meja paling dekat dengan singgasana, duduklah seseorang pria berumur 40 tahunan. Tubuh kekarnya tidak kalah dengan milik Yog Aren, namun memiliki kumis di wajahnya yang terlihat garang dan angkuh. Dia adalah Marbun Bidara, mantan Raja Glint sekaligus orang yang mengejar Akara."Aku juga tidak menyangka jika kau juga memiliki masalah dengan bocah itu," ucap Yog Aren."Ada apa kalian kumpul-kumpul!?" se
Di sebuah ruangan, cahaya matahari yang begitu terik masuk melalui celah jendela. Di siang hari yang panas itu terdengar suara desahan wanita diiringi suara hentakan daging dengan tempo yang begitu cepat. Setelah lolongan panjang sang wanita, suara hentakan terhenti, digantikan oleh suara napas yang terengah-engah. Akan tetapi, beberapa saat kemudian suara hentakan daging terdengar kembali, disusul oleh teriakan memelas sang wanita."Ampunn sudaaaahhjj" "Lalu lepaskan borgol di tanganku!" jawab seorang laki-laki dengan suara seakan mengancam, tanpa menghentikan aksinya."Baigghhh berhentiii,"Setelah kegiatan mereka berhenti, terdengar suara 'klekk!' lalu 'crang!' ia melemparkan borgol di kedua tangannya hingga membentur tembok. Ia lalu menggenggam pergelangan lengannya dan menggoyang-goyangkanya. Beberapa saat kemudian ia beranjak dari posisi misionarisnya, meninggalkan wanita ubah itu di atas ranjang dan mengenakan pakaiannya kembali. Saat ingin melangkahkan kakinya keluar, ia tiba
Mendengar ancaman, ia malah tersenyum hingga matanya menyipit licik dan salah satu tangannya meraih pundak Akara. Ia berlenggak-lenggok mengitarinya hingga berada di belakang pemuda berjaket hitam dan berbisik padanya."Lakukanlah jika kau mampu. Memangs stamina jantan milikmu bertahan, namun energi di salam tubuhmu sudah aku serap sangat banyak."Akara hanya menghela napas panjang dan melepaskan tangan wanita itu dari pundaknya, lalu berjalan santai ke arah gurun. Wanita Rubah hanya bisa menatapnya dengan kesal karena diabaikan, lalu dengan ragu-ragu bahkan seperti gugup meneriakinya."Kau.. kau hanya akan mati di sana! Penguasa kota Ruby sangat kuat!" Akan tetapi Akara masih terus mengabaikannya. "Aishh…" ia bahkan semakin kesal hingga menghentakkan kakinya. "Kau hanya akan menjadi kering di gurun!" Ia kembali menghentakkan kakinya sebelum berjalan pergi ke arah yang sebaliknya. Baru beberapa langkah, ia berhenti, pergulatan batin terjadi antara mengikuti Akara dan berjalan pergi.
Rose terbelalak saat melihat tatapan mata Akara. Mata ular yang menyala terang dengan tiga warna, membuat mata rubahnya langsung padam. Ia langsung terduduk lemas dan terbatuk-batuk saat pemuda itu melepaskan cekikannya. Selendang sutra merah miliknya sudah sebagian terbakar, lalu ketakutan saat melontarkan pertanyaan. "Siapa dirimu sebenarnya!? Kenapa bisa menahan pessona rubahku, lalu mata itu!?"Akara lagi-lagi tidak menggubrisnya, bahkan berjalan menjauh dengan mata ular dan cakar Naga yang sudah padam.Tidak mendapatkan jawaban, Rose kembali berteriak dengan frustasi. "Jawab pertanyaanku!" Ia mengayunkan tangan ke depan, meluncurkan selendang sutra merah yang sebagian sudah terbakar. Tanpa menoleh sedikitpun dan tetap berjalan, kubah pelindung terbentuk dan langsung menghalaunya, dibarengi kilatan listrik merah di tubuhnya."Energi Ruang!?" seru Rose dengan mata melotot dan tubuh mematung, beberapa saat kemudian, ia menoleh ke arah jari-jemari Akara. Ia lalu teringat saat pemuda
Sekumpulan pasukan berpakaian putih kekuningan serba tertutup, berjejer mengelilingi mereka. Tidak ada yang bisa Akara buat, selain hanya melayang di udara. Cahaya panas sekaligus menyilaukan mata menerpa dari atas dan bawah. Salah satu orang kemudian maju dan bertepuk tangan, ia dan pasukannya menapak di pasir hitam panas tanpa alas kaki. Ia adalah Zil, seorang pria tampan dengan jambang dan kumis yang maskulin. "Bagus Rose, akhirnya kmu membawanya ke sini,""Bukan!" seru Rose saat Akara menatapnya dengan tajam.Jlengg jlegg jleg!.. Pasir besi baja membentuk pasung dan menahan kaki serta tangan Akara, padahal pria itu hanya melambaikan tangannya sekilas."Sialan! Lepaskan!" Akara langsung berontak, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Api Surgawi yang berkobar di tubuhnya sangatlah panas, bahkan membuat pasukan yang mengepungnya sekaligus Rose melompat menjauh, namun tetap tidak bisa melelehkan baja yang menjeratnya.Zil lalu mengulurkan tangannya ke depan dan menggerakkan jarinya seak
"Bisa kau lepaskan?" ucap Akara dengan wajah datar sambil menunjuk ke arah kerahnya. Sin, pemuda berwajah dingin itu lalu melepaskan Akara."Nih!" Akara memberikan dua butir pil andalannya, membuat pemuda bermata hitam itu kesal."Kau bodoh!" teriaknya, namun segera terdiam saat Akara mengeluarkan sepasang pedang kayunya. Ia kembali dibuat kesal saat menyadari bahwa itu merupakan pedang kayu."Kalau kau ingin mati di sini biar aku bantu lebih cepat!"Akara hanya tersenyum, lalu melakukan kuda-kuda untuk mengayunkan pedangnya. Akan tetapi, terdengar suara langkah kaki dengan jelas karena lokasi yang hening dan beralaskan bedi baja. Pemuda berjaket hitam itu lalu mengurungkan niatnya dan mereka duduk kembali."Akara!" seru seorang wanita disusul suara langkah kaki yang kian cepat. Dia adalah Rose yang langsung menggenggam jeruji besi dan melihat keadaan Akara."Ada apa?" ucap Akara acuh tak acuh, namun berusaha berdiri. Di sisi lain, Sin langsung melompat dan melancarkan pukulan ke arah
Zil yang kesal mengayunkan tangan membentuk lonjakan besi baja, namun Sin lagi-lagi sudah menghilang dan melancarkan pukulan di lain sisi. Beberapa pukulan kembali mengenainya hingga ia frustasi dan melakukan segel tangan. Seketika terbentuk lima gerbang besi yang mengelilinginya dari segala sisi. Kini Sin muncul di samping Akara dan langsung menepuk pundaknya."Bagaimana bisa?" ucap Akara, namun tiba-tiba ia memejamkan matanya seperti merasakan kesakitan. Energi di tubuhnya dihisap oleh Sin."Akan aku ajari bagaimana menggunakan kekuatanmu sendiri!" seru Sin sebelum melesat untuk melayangkan tendangan pada Gerbang Baja yang melindungi Zil. Bukannya mengenainya, namun malah menembusnya hingga langsung menghantam muka Zil. Walau tidak bergeming, namun memicu kemarahan Zil yang wajah tampannya dirusak. "Sialan!" teriaknya diiringi hancurnya kelima gerbang dan hentakan energi. Napasnya terengah-engah penuh amarah dengan tatapan tajam memandangi kedua pemuda di depannya. "Akan aku past
Tidak ada rasa gentar pada kedua pemuda itu. Lawan mereka merupakan binatang sihir tingkat Naga dua pola, yang memiliki kekuatan setara seorang di ranah Dhandhanggula penuh.Ketiga Esensi Surgawi berpadu menyelimuti tubuh Akara, dengan cakar naga Esensi Es di tangan kanan, tubuhnya dengan energi hijau Esensi Angin yang menerbangkannya, juga api tiga warna di telapak tangan kiri dan juga pedang kayunya. Di sisi lain, Sin juga diselimuti oleh energi yang membuat tubuhnya melayang di udara. Sebuah cahaya biru dan ungu layaknya cahaya bintang membentuk lingkaran di belakang kepalanya. Melayang layaknya aura ranah, namun dengan bagian tengah tercipta sebuah rasi bintang berlatarkan gelap layaknya di angkasa lepas. Tidak ada senjata yang ia gunakan selain tangan berotot dengan lengan baju yang yang terlipat rapi layaknya seorang tentara. Boombb… Zil melayangkan kakinya untuk melesat, hingga membentuk Sonic Boom berbentuk cincin energi yang mendorong bongkahan besi ke belakang. Kecepatanny