Tuan rumah perjamuan, Argo Besiah, Bento Besiah dan anaknya Aul Besiah. Remaja yang pernah mengikuti ujian Alkemis bersama Akara dan Mala Jati. Melihat kedatangan Akara, pak tua Argo Besiah langsung bergegas untuk menyambutnya.
"Nak Agera! Terima kasih telah datang!" seperti biasanya, ia langsung menepuk pundak Akara."Ayo segera duduk!" Ia mendorong pundak Akara pelan menuju meja di samping Alred Jati, namun pandangan pemuda itu tertuju pada remaja yang tak asing baginya."Sebentar!" Akara meraih tangan Argo Besiah di pundaknya dan melepaskannya, lalu berjalan perlahan ke arah remaja itu. Ia tersenyum menyeringai, namun lekukan di dahinya tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Penghinaan terhadapnya, juga utusan yang mengincar nyawanya, namun yang paling membuatnya kesal adalah saat ia merendahkan Alice. Mengingat kembali hal itu membuat darahnya, tangannya mengepal dengan begitu erat untuk melampiaskan emosi sesaat."Pemuda ini?" Ron Waru berdMelihat kecanggungan dan rasa penasaran para undangan, Argo Besiah lalu berdiri dan berdehem sebelum bicara."Saat kondisiku sedang kritis, tidak ada yang bisa mengobati pak tua ini. Bahkan Alkemis setingkat nak Alred Jati dan Tense tidak bisa memurnikan pil Astral Jiwa yang saya butuhkan. Ditambah lagi Raja pil di kota Araves sedang pergi, untung akhirnya mereka berdua mendapatkan resep pil itu."Wanita cantik bernama Aulia langsung menoleh ke arah Dong Waru dan berkata. "Siapa yang memberikan resep itu?""Menurut penjelasan Alred Jati, dia merupakan seorang wanita cantik berambut pirang dengan gaun putih keemasan,""Dia!?" Aulia tidak bisa menutupi keterkejutannya, hingga menutup mulutnya menggunakan kedua tangan."Dewi Alkemis, untuk apa beliau ikut campur di dunia fana?" ucap Dong Waru, lalu Aulia dengan ragu-ragu menoleh ke arah Akara."Tuan muda keluargamu telah memprovokasi orang yang salah!".."Walau begitu,
Yog Aren memprovokasi Aulia hingga membuat wanita cantik itu merasa begitu geram. Ia lalu menghela napas sebelum akhirnya berdiri untuk menjawabnya."Jika kami memiliki pemikiran yang licik seperti itu, apa mungkinkah bisa menjadi menantu orang nomor satu di seluruh dunia?" ucapnya dengan tenang, sambil tersenyum bangga, namun tidak meredakan semangat Yog Aren untuk memancingnya."Posisi orang nomor satu di berbagai dunia, malah diberikan oleh seorang gadis kecil yang usianya tidak lebih dari lima belas tahun!" Seperti saat menjebak Akara, ia sangat pintar sekali merangkai kata-kata untuk menggiring opini publik."Apa jadinya jika kekaisaran terbesar malah dipimpin oleh seorang gadis kecil? Jika para menantunya tidak mau menggantikan tahta, kenapa tidak diserahkan kepada yang lebih bisa memimpin!?" lanjutnya membuat Aulia sedikit kesal dibuatnya. Wanita cantik itu lalu menjawabnya."Kaisar Amerta yang membangun kekaisaran ini dengan begitu baik, j
Wyvrn, makhluk dengan tubuh sangat persis dengan Naga, namun hanya memiliki sepasang kaki dan tanpa tangan. Drake, Wyvrn, Wyrm, dan Amphipthere merupakan sub spesies dari Naga maupun Ular Naga. Walau memiliki ciri khas masing-masing, namun ada persamaan yaitu kepalanya. Kepala Naga dengan tanduk runcing layaknya pengganti rambut.Akara mendekatinya, ia langsung mengulurkan tangannya untuk meraih kepala makhluk itu. Mata ularnya menyala, lebih tepatnya mata Naganya. Binatang sihir biasanya langsung tunduk, namun tidak dengannya. Tidak ada reaksi apapun, baik melawan maupun tunduk. "Ada apa Agera?" ucap Aulia karena penasaran."Dia dikendalikan!" jawab Akara dengan begitu geram, karena makhluk sub spesies Naga tidak ada yang tingkatannya di bawah tingkat mistis. Mereka seharusnya memiliki kepribadian, namun Wyvrn ini tidak memilikinya. Ia berjalan dan mengamati dari segala sisi, namun tidak menemukan benda mencurigakan yang menempel di tubuhnya."D
Hari demi hari, minggu demi minggu, Akara tak henti-hentinya menempa. Puluhan senjata ia hasilkan dan terus disebarkan oleh Aliansi Angin Malam. Kegiatan yang saling menguntungkan, selain menjalankan rencana Akara, juga menaikkan pendapatan Aliansi. Mereka bahkan sudah menyewa tempat di kota yang berada di dalam perut pegunungan Vodor. Gunung terpanjang yang membentang di tiga Benua. Iya, tiga benua. Kota Gnome menjadi ujung pegunungan di benua utama, namun pegunungan itu masih menyambung di dalam samudera. Ia terus menyambung hingga muncul lagi di kerajaan Glint, benua Smabor. Pegunungan yang menjadi batas antara wilayah kekaisaran Amerta dan Naga sejati. Pegunungan itu menyelam kembali di samudera dan muncul di benua lain, lebih tepatnya kutub, wilayah Kekaisaran Gletser Abadi. Membelah kutub, bahkan istana Kaisar Gletser Abadi berada di atas pegunungan Vodor ini...Kembali ke alur, konferensi penempa dimulai dalam beberapa hari lagi. Kini Akara dikawal ole
Seorang pemuda dengan tubuh yang bisa dibilang terbentuk dengan sangat baik. Otot perutnya begitu nampak dan hampir tanpa lemak. Rambutnya yang berdiri runcing berwarna merah terang, memakai celana putih panjang dengan baju yang sudah melingkar di pinggangnya layaknya sabuk. Jarl Kalala, pemuda dari dunia magna, atau yang sering disebut dunia merah. Dibandingkan dengan kota Gnome, ilmu penempa di dunia itu beberapa langkah di depannya.Pemuda itu terkekeh puas memandangi pedang yang berhasil ia tempa. Setelah itu mendongakkan kepalanya, melihat kerumunan orang yang sedang memperhatikannya. Dengan bangga, ia melambaikan tangan dan tersenyum, melelehkan hati gadis-gadis yang melihatnya. Setelah itu ia membuka sayap perinya dan melesat menuju istana kota Gnome di ujung kota."Banyak juga sainganmu." Lemon berjalan kembali mendekati Akara setelah melihat pemuda tadi. Dengan acuh tak acuh, Akara melanjutkan berkeliling. Baru beberapa langkah mereka berjalan, ada seseora
Pandangannya lalu tertuju pada penjaga toko yang masih berdiri. Ia merupakan seorang pria paruh baya, bertubuh kurus tinggi dengan penampilan rapi. Walau begitu, bajunya yang seperti jubah memperlihatkan sebelah tubuh dari pundak hingga dadanya yang kurus hingga tulang rusuknya terlihat jelas. Trueno namanya, raut wajahnya nampak begitu kesal melihat kedatangan mereka."Ada apa!?" ucapnya dengan ketus."Kristal Nadi Gletser," jawab Akara singkat."Pergilah! Tidak ada batu itu!" serunya sambil melambaikan tangan, lalu berbalik badan dan berjalan ke belakang. Namun tiba-tiba ada suara langkah kaki sesombong yang berlari mendekat. Ia adalah gadis sebelumnya yang langsung mendekati pria tua bernama Trueno itu."Pak tua, jual kristal Nadi Gletser padaku," ucap gadis itu dengan nada memelas."Tidak akan aku jual padamu!" jawabnya ketus, lalu Akara berjalan mendekatinya dan berkata dengan santai."Katanya tidak ada?""Kau!?" Ga
Perkataan gadis itu membuat Trueno terkekeh."Kalau memang bisa memenuhi penawaran yang kau sebutkan, pergilah dan tanya pada Yog Aren. Dia tidak mungkin akan menolak penawaran itu," ucap Trueno sambil melangkahkan kakinya ke arah dalam toko."Daripada diberikan kepadanya!" seru gadis itu seraya menunjuk Akara. "Dia belum tentu bisa menempanya juga! Lebih baik diberikan kepadaku, ada seseorang yang bisa menempanya untukku!" lanjutnya.Akara langsung mendekatinya, terus mendekat hingga membuat gadis itu berjalan mundur."Mau apa kau!?" serunya, namun Akara langsung memojokkannya di dinding. Dengan tangannya yang ada di samping kepala gadis itu. "Jangan merasa hebat, masih ada orang lain yang bisa melakukannya, bahkan mungkin lebih hebat!" ucap Akara, disusul energi dingin yang muncul dari telapak tangannya. Membekukan dinding yang merambat mengarah ke kepala gadis itu."Temanku seorang Penempa tingkat lima, dia yang akan menjadi
"Mmmmmm!" Gadis itu berteriak, namun tertahan oleh mulut Akara. Ia benar-benar melumatnya dengan buas, sambil menahan kedua tangan gadis itu di atas kepalanya menggunakan satu tangan. Tangan lainnya ia gunakan untuk memegangi dagu kecilnya, lalu satu kaki di antara kakinya. Posisi kakinya selain untuk mengunci dan menghindari tendangan, juga melemahkannya dengan menekan selangkangannya.Sambil terus berusaha memberontak, mata tajamnya perlahan-lahan mulai sayu. Pergerakan tubuhnya juga melemas, diikuti oleh menetesnya air mata di pipinya. Melihat mangsanya tak berdaya, Akara lalu melepaskan ciumannya. Gadis itu langsung terduduk lemas di lantai, dengan pandangannya yang rendah, menatap kepergian pemuda yang mencuri ciuman pertamanya.Baru beberapa langkah berjalan, ada kilatan petir tipis, namun bercabang memenuhi langit-langit kota. Listrik berwarna ungu cerah, disusul suara ledakan yang gemlegar. "Apa yang terjadi?" tanya Alan pada pemuda di depannya.