Sudah menjadi hal yang normal ketika seseorang pertama kali menginjakkan kaki ke sebuah pulau kecil, yang pertama kali terdengar adalah gemuruh dari beragam binatang rimba. Tetapi tidak demikian dengan hutan Youhi. Pemandangan hutan Youhi memang tampak normal sebagaimana pulau-pulau pada umumnya, tetapi perasaan Li Xian mengatakan jika ada yang tidak beres dengan pulau tersebut.
“Fu’er, kau istirahat dulu di sini, kakek ingin memastikan sesuatu!”
“Baiklah. Jika ada bahaya, Kakek jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku.” Zhou Fu memberi usul dengan ekspresi yang serius, sepertinya dia memang sudah merasa menjadi pahlawan sejak ia berhasil menaklukan musuh tempo hari hanya dengan satu pukulan.
Li Xian berjalan dengan hati-hati, ia penasaran apa yang membuat hutan tersebut menjadi sunyi. Langkah Li Xian terhenti ketika ia mendapati ada sebuah batu besar yang sepertinya sengaja diletakkan di bibi hutan dan cukup dekat dengan lokasi pantai. Batu besar tersebut berukuran setidaknya 15 kali ukuran tubuh orang dewasa. Semua sisi batu tersebut memiliki bentuk yang sama yaitu berlubang-lubang dan seperti terkikis sesuatu.
“Selamat datang di pulau Youhi. Segera tinggalkan pulau ini jika masih ingin bernapas!”
Li Xian membaca ukiran yang ada di batu raksasa tersebut, meski beberapa tulisan tersebut tampah terpotong karena kondisi batu yang keropos, Li Xian cukup yakin jika isi tulisannya demikian. Biasanya, seorang pengembara yang baik memang bersedia memberi tanda jika kebetulan mereka singgah pada tempat-tempat khusus yang berbahaya.
“Cucuku! Kemarilah!”
Li Xian memanggil Zhou Fu untuk bertanya sesuatu. Tak berapa lama, Zhou Fu mendekat. Terlihat oleh Li Xian jika mata Zhou Fu memiliki kantung yang menghitam, bibirnya biru dan kulit-kulit tubuhnya semakin cokelat. Meski demikian, sorot matanya tetap cemerlang, sepertinya dia memang sangat senang sebab bisa berjalan-jalan keluar dari pulau Konglong.
“Fu’er cucuku, bagaimana jika kita berlayar lagi mencari pulau lain? Dari catatan di batu itu, kakek rasa ada sesuatu yang berbahaya di pulau ini. Bagaimana menurutmu?”
“Bahaya? Apakah itu artinya menantang? Baiklah, ayo kek kita lihat apa yang berbahaya, kalau ada sesuatu di dalam, kita hajar bersama-sama!”
Tanpa menunggu persetujuan dari sang kakek, Zhou Fu melangkah memasuki hutan dengan mendongakkan kepala ke atas, ia seperti ingin memperkenalkan betapa hebatnya dirinya kepada pulau Youhi. Li Xian menggeleng-gelengkan kepala melihat cucu kecilnya yang gemar menantang segala sesuatu yang dinamai ‘bahaya’.
“Oh ya, bukankah sudah lama sekali kita tidak makan, Kek?”
***
Sudah lebih dari tiga mil perjalanan, Li Xian dan Zhou Fu tak menemukan satu binatang buruan pun. Zhou Fu berulang kali bertanya pada Li Xian mengapa mereka seperti sedang sendirian di dalam hutan. Li Xian belum bisa menjawab sebab ia belum menemukan satu petunjuk pun. Hingga beberapa waktu kemudian, terdengar suara gemuruh yang entah dari mana datangnya. Li Xian mencengkeram pundak Zhou Fu untuk memberi peringatan agar berwaspada.
Zhou Fu melihat ke segala arah, ia berharap suara gemuruh itu adalah suara binatang buas yang bisa mereka santap dagingnya. Zhou Fu juga berharap jika binatang buas tersebut akan sedikit lebih sulit untuk ditaklukkan sebab selama di pulau Konglong ia merasa sangat bosan dengan binatang-binatang buas yang mudah dikalahkan.
Tak lama berselang, suara gemuruh itu semakin nyaring terdengar bahkan membuat telinga hampir-hampir tuli saking kerasnya. Li Xian tahu suara itu, ia berteriak pada Zhou Fu sebelum terlambat. Tapi nyatanya ia terlambat, suara Li Xian tenggelam. Tenggelam dalam artian yang sebenarnya.
Li Xian ingin berteriak pada Zhou Fu untuk berpegangan erat pada pohon atau memanjat ke pohon yang tinggi. Tetapi sebelum kalimat tersebut sampai ke telinga Zhou Fu, pulau Youhi dilanda gempa berkekuatan besar dan dibarengi dengan tsunami yang gelombang airnya lebih tinggi daripada pohon tertinggi sekalipun di pulau tersebut.
Li Xian mampu bertahan dengan cukup baik dalam sapuan badai tsunami tersebut, berkali-kali tubuhnya menghantam pohon dan bebatuan tetapi itu tidak melukainya sedikit pun. Ia pun mampu untuk tidak bernapas selama beberapa waktu ketika pulau Youhi karam oleh gelombang tsunami.
Tapi, bagaimana dengan si kecil Zhou Fu?
Li Xian merinding membayangkan bagaimana tubuh kecil Zhou Fu tersapu ombak raksasa. Ke mana Zhou Fu hanyut? Bagaimana keadaannya saat ini? Apakah dia mengerti apa yang harus dilakukan?
Li Xian berenang dengan kecepatan maksimal dan berkeliling ke berbagai arah untuk menemukan tubuh cucunya. Di luar dugaan Li Xian, pulau Youhi tenggelam dalam waktu lebih dari setengah jam. Itu adalah durasi yang terlalu lama untuk sebuah gelombang air mampu menenggelamkan seluruh pulau dalam sekali hantaman.
Pertanyaan mengapa tidak ada binatang di hutan tersebut, setidaknya sekarang sudah terjawab. Tentu taka da satu binatang pun yang berhasil selamat dari bencana alam seganas itu. Tapi, hal tersebut tidak lagi mengganggu pikiran Li Xian. Kepalanya hanya terisi ke mana Zhou Fu hanyut, bagaimana keadaan Zhou Fu.
Suasana pulau Youhi sudah sedikit lebih normal pasca gempa, Li Xian melanjutkan pencariannya tetapi pencarian tersebut tidak membuahkan hasil meski hari telah berganti. Ya, Zhou Fu sudah hilang lebih dari 24 jam. Jika Zhou Fu masih di pulau tersebut, Li Xian yakin ia sudah menemukannya sebab ia sudah berkeliling hingga ke masing-masing sudut pulau kecil itu.
Tetap saja, batang hidung Zhou Fu tidak tampak sedikit pun.
***
Hari sudah berganti lagi, pencarian Li Xian belum menemukan titik terang. Li Xian yang putus asa memilih untuk duduk di bibir pulau, tepat di pantai di mana pertama kali ia dan cucunya tiba di pulau Youhi. Li Xian berharap, entah bagaimana caranya, akan ada keajaiban dari Dewa sehingga Zhou Fu kecil bisa selamat dari amukan tsunami tempo hari.
Dan sepertinya, Dewa memang mengabulkan harapan Li Xian. Tampak jauh sekali dari tengah lautan, matanya menemukan sebuah titik yang bergerak semakin lama semakin mendekat. Titik kecil itu mengelaurkan bunyi yang timbul dan tenggelam,
“Kakek!!! Kakek!!! Akhirnya kita bisa makan daging! Aku menemukan ikan besar ini di lautan!”
Ya, itu memang Zhou Fu. Li Xian hampir-hampir terharu mendengar suara cucunya yang teramat bersemangat. Li Xian seperti menyesali kebingungan dan kesedihannya dua hari itu, nyatanya, orang yang ia khawatirkan bahkan sepertinya memang tidak butuh dikhawatirkan.
Zhou Fu sampai ke pantai dengan terengah-engah, ia menyeret ikan paus besar yang sudah tak bernyawa. Tubuhnya basah oleh keringat yang bercampur air laut.
“Sykurlah! Terima kasih Dewa, Kau telah menyelamatkan cucuku!” Li Xian berucap sambil mengelus-elus kepala Zhou Fu yang basah.
Zhou Fu mendongak ke atas dan bertanya,
“Siapa Dewa? Aku tidak mendapat bantuan dari siapapun! Aku menangkap ikan ini sendirian kau tahu?!!!”
Li Xian tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Zhou Fu yang sepertinya tersinggung ketika Li Xian menyebut soal pertolongan Dewa.“Baiklah-baik, kakek menunggumu terus-menerus dua hari ini. Kakek sepertinya takut jika ada bahaya dan kakek sendirian,” tutur Li Xian sekadar untuk membuat Zhou Fu merasa berguna keberadaannya.“Jangan khawatir, Kek. Aku sudah di sini bersama kakek. Bahaya yang kemarin itu, sepertinya menyenangkan juga kalau datang lagi.”Li Xian dengan refleks memukul kepala Zhou Fu sebab bencana seperti dua hari silam itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan candaan. Binatang seberat 1 ton saja akan bisa tersapu dengan mudah lalu tenggelam di dasar lautan jika dihantam tsunami seganas itu.“Jaga mulutmu, bocah!”***Tak hanya tsunami berkekuatan dahsyat, ternyata pulau Youhi juga memiliki beberapa gunung berapi yang aktif. Sesekali, pulau tersebut banjir air, dalam waktu yang lain, pulau ter
Kesalahpahaman antara Zhou Fu dan perempuan yang baru ia temui pada akhirnya harus terhenti ketika Zhou Fu mendengar suara langkah kaki mendekat. Suara itu adalah suara pergerakan beberapa orang yang cukup gesit dan lincah. Didengar dari laju pergerakannya, Zhou Fu yakin jika kecepatan langkah tersebut melebihi singa jantan yang kelaparan. “Itu dia nona Shen Shen! Jangan biarkan nona Shen Shen lolos!” Tiga orang pendekar laki-laki menyergap Zhou Fu dan perempuan yang ternyata bernama Shen Shen. Shen Shen bersembunyi di balik tubuh Zhou Fu dan memohon agar Zhou Fu bersedia menolongnya. “Tenang, akan kuhadapi mereka semua!” Insting Zhou Fu memang mengatakan jika Shen Shen memang sedang membutuhkan pertolongan. Zhou Fu pun mengambil sikap siap untuk memberi serangan pada tiga pendekar yang kini berdiri tak jauh darinya. “Minggir kau, Bocah! Jika tidak aku akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian!” salah seorang dari tiga pendekar itu mena
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa t
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Diskusi yang dilakukan oleh Zhou Fu dan Shen Shen berlanjut hingga dini hari sebab Shen Shen nyatanya tidak bisa tidur semenit pun. Mereka bersepakat tentang beberapa hal dan saling berdebat tentang beberapa hal yang lain. Akan tetapi, perdebatan Shen Shen dan Zhou Fu menemui jalan buntu ketika Shen Shen mengungkit tentang persediaan uang. Ya, mereka membutuhkan banyak uang sebagai bekal menuju ke Caihong. Sementara pada saat itu, baik Zhou Fu maupun Shen Shen sama-sama tidak memiliki uang sedikit pun. Awalnya perkara tersebut tidak menjadi masalah sebab Shen Shen sudah memikirkan solusinya.Sebelumnya, Shen Shen sudah memberi tahu Zhou Fu tentang beberapa biro perwakilan bangsawan Caihong yang tersebar di kota-kota besar di luar daratan Caihong. Biro perwakilan tersebut didirikan untuk memberi kemudahan bagi bangsawan-bangsawan Caihong yang sedang mengalami kesusahan ketika berada di luar Caihong. Tujuan pertama perjalanan Shen Shen dan Zhou Fu adalah untuk menemukan Biro te
Suara para penonton pecah ketika Zhou Fu meneriakkan janji kemenangannya. Kecongkakan Zhou Fu membuat taruhan yang dilakukan penonton menjadi semakin ramai. Jika yang bertanding adalah Wang Ling, penonton biasanya enggan melakukan taruhan sebab Wang Ling nyatanya sudah menuai kemenangan entah berapa ratus atau berapa ribu kali dalam sepuluh tahun terakhir. Momen menebak siapa pendekar yang akan menjadi pemenang dalam arena biasanya hanya dilakukan penonton pada pertandingan-pertandingan biasa.Tapi tidak dengan hari itu. Kepercayaan diri Zhou Fu yang totalitas membuat beberapa gelintir orang menaruh rasa optimis juga padanya. Meski penonton mulai membuka taruhan, tetap saja suara terbanyak masih ada di pihak Wang Ling.“Paman Wang Ling, di mana dirimu? Apa itu artinya kau sedang ketakutan?” Zhou Fu berteriak ke arah jalan masuk milik lawan. Wajar saja Zhou Fu meneriaki musuhnya yang tak kunjung muncul, sebab nyatanya ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit
Satu jam sebelumnya…Para penonton diam membisu dengan tubuh gemetaran tepat ketika Wang Ling terkulai lemas tak berdaya akibat satu pukulan yang diberikan oleh Zhou Fu. Mereka khawatir jika Zhou Fu akan membalas dendam pada mereka karena beberapa saat lalu mereka meremehkan kekuatan Zhou Fu. Jika waktu bisa diputar kembali, mereka ingin berbalik mendukung Zhou Fu sehingga di saat Zhou Fu menang dari Wang Ling, mereka hanya perlu bersorak gembira tanpa merasakan kegentingan yang mencekam.“Tuan muda, mohon jangan beritahukan kepada semua orang jika selama ini aku berbuat curang. Percayalah, akibat kecuranganku tersebut, desa ini tak pernah diganggu oleh rombongan perampok dari luar,” Wang Ling masih mencoba merengek memohon pada Zhou Fu ketika Zhou Fu memberikan uluran tangan kepadanya.Zhou Fu nampak mengamati Wang Ling selama beberapa saat, ia sedang membuat penilaian apakah ucapan yang baru saja dikatakan Wang Ling adalah kej
Semakin lama, semakin Zhou Fu yakin jika tak ada orang yang lebih pandai daripada Shen Shen dalam hal mencari masalah. Ketika ia teringat kembali awal pertemuan mereka, Zhou Fu seolah-olah menyadari jika ia memang hidup dengan membawa takdir untuk membereskan semua masalah yang menjerat Shen Yang.Seperti hari itu, mengingat Zhou Shan telah memasang perisai kuat di area kapal, jelas tertangkapnya Shen Shen tidak disebabkan oleh kerusakan arai yang dibuat oleh Zhou Shan. Dalam artian, Shen Shen secara sengaja keluar dari perlindungan Zhou Shan dan seperti biasanya, melangkah menghampiri masalah.Pada saat itu, dihadapkan dengan informasi dibawanya Shen Shen ke istana walikota, Zhou Fu dan Zhou Shan menunda agenda makan siang mereka. Keduanya bergegas keluar dari rumah makan lalu menyewa kuda-kuda terbaik untuk digunakan pergi menuju ke istana walikota.“Mengapa kita harus repot-repot menyewa kuda jika kita bisa melesat cepat ke istana? Menjengkelkan!” gerutu Zhou Fu sesaat sebelum mena
Tampaknya, pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Zhou Shan adalah pertanyaan yang paling dihindari oleh sang walikota. Tak peduli apa pun keadaannya, sang walikota tetap terkesan menghindari menjawab pertanyaan itu. Dalam keadaan antara hidup dan mati, pria itu bahkan meludah sembari tersenyum mengejek kepada Zhou Shan.“Kau tak akan pernah mendapatkan jawabannya!” ucap Gao Shan sembari sebelah tangannya melakukan gerakan khusus dari balik jubah.Seketika itu juga, kilatan cahaya terang benderang membutakan mata semua orang, termasuk Zhou Fu dan Zhou Shan. Dengan sigap Zhou Fu melesat menarik tubuh Zhou Shan mundur, sekadar berjaga-jaga pada sesuatu yang mungkin tak mereka ketahui.Ketika ledakan cahaya telah berakhir, Zhou Fu dan Zhou Shan melihat hanya ada bekas-bekas keberadaan walikota bersama putranya di ruangan itu. Keduanya telah menghilang entah ke mana.“Sepertinya walikota menggunakan teknik atau spirit tool teleportasi,” gumam Zhou Shan seraya mengamati bekas keberadaan
Zhou Shan tak mau membuang waktu. Dalam sekejap, ia melangkah maju, tangannya terangkat dan udara di sekitarnya berubah drastis. Aura emas yang kuat mulai membungkus tubuhnya, membuat Gao Shan dan Gao Ren merasakan tekanan yang luar biasa."Masa-masa kejayaanmu sudah hampir kadaluarsa, Tuan Walikota," ucap Zhou Shan menyeringai. "Aku akan memberimu salam perkenalan, Prelude Strike!"Zhou Shan mengayunkan tangannya ke arah Gao Shan. Udara di sekelilingnya bergetar hebat ketika rune-rune bercahaya emas muncul di udara, membentuk lingkaran rumit yang tiba-tiba mengeluarkan petir emas. Kilatan petir itu melesat cepat ke arah Gao Shan, seperti kehendak langit yang tidak dapat dihindari.Gao Shan dengan cepat mengangkat tangannya, membentuk perisai energi merah yang berasal dari spirit tool Crimson Essence Flask. "Blood Shield!" teriaknya. Perisai itu terbentuk dari darah kental yang berputar cepat, memblokir petir yang datang dari Zhou Shan.Ledakan keras terdengar saat petir dan perisai d
Gao Ren merasa darahnya berhenti mengalir. Tubuhnya bergetar ketakutan. Ia tak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu, Sun Hao yang selalu ia anggap tak terkalahkan ternyata bisa dikalahkan dengan begitu mudahnya.Zhou Fu berjalan mendekat, setiap langkahnya seakan menjadi dentang lonceng kematian bagi Gao Ren. Namun, Gao Ren menolak menyerah begitu saja. Ia masih punya kartu truf yang belum dimainkan.“Kau akan menyesal berurusan denganku!” ucap Gao Ren memberi ancaman, meski saat itu suaranya terdengar ketakutan.Dengan tangan gemetar, Gao Ren mengeluarkan sebuah bola permata dari spatial ringnya. Tak berlama-lama, Gao Ren mencengkeram bola permata itu hingga membuatnya pecah berkeping-keping. Suara retakan bola permata itu terdengar memekkakkan telinga. Di saat yang sama, muncul ledakan di udara, menciptakan kepulan kabut debu yang tebal selama beberapa detik. Gao Ren mundur selangkah, membuat Zhou Fu mengerutkan kening karena penasaran dengan apa yang akan munc
“Spirit Formation Mid Stage. Kau sebut itu kuat? Kau sedang melawak?” cibir Zhou Fu yang serta merta membuat mata Gao Ren memerah karena marah. Kebanggaan yang beberapa detik lalu meledak di kepala Gao Ren kini terasa sirna dan tergantikan oleh amarah yang tertahan.Di saat yang sama, Sun Hao juga dibuat terkejut oleh ucapan Zhou Fu. Dari caranya berbicara, jelas sekali bahwa Zhou Fu menganggap rendah seorang kultivator di ranah Spirit Formation, yang mana ranah tersebut sudah termasuk ajaib untuk diraih oleh seseorang semuda Gao Ren.Dengan gerakan cepat, Sun Hao melangkah maju dan meminta Gao Ren mundur di belakangnya. "Tuan Muda, biarkan saya yang menangani mereka. Saya akan memastikan mereka tidak akan keluar dari ruangan ini hidup-hidup."Zhou Shan yang sedari tadi diam kini hanya tersenyum sinis melihat adegan itu. "Apakah kalian berdua benar-benar berpikir bisa menahan kami dengan kekuatan sekecil itu?" tanyanya, sengaja terdengar mengejek.Gao Ren mendekati Sun Hao lalu berbis
Seseorang yang baru saja memasuki ruangan tersebut memberi tatapan intimidasi kepada enam pria yang berada di dalam rumah makan. Empat pria yang berasal dari Teratai Hitam dan Safir Biru tampak gugup dan gelisah sebab mereka tahu siapa sosok yang baru saja menegur mereka. Sementara Zhou Fu dan Zhou Shan merasa tak perlu gelisah atau khawatir sedikit pun sehingga ketika pria itu muncul di dalam ruangan, Zhou Fu dan Zhou Shan hanya melipat tangan di dada sembari mengamati apa yang akan dilakukan pria tersebut.“Maafkan atas keributan yang terjadi, Tuan Sun. Kami hanya berniat mengusir dua pengacau ini,” ucap Hong Tian kepada Sun Hao, pemimpin tertinggi pasukan pengawal walikota.Sun Hao tak merespon permintaan maaf dari Hong Tian, melainkan kini menghunuskan tatapan mematikan ke arah Zhou Fu dan Zhou Shan secara bergantian.Dalam hati, Hong Tian merasa sangat puas karena itu artinya Sun Hao akan segera memberi pelajaran berharga kepada Zhou Fu dan Zhou Shan.“Di mana letak sopan santun
Tak mau terlalu peduli dengan suasana di ruangan itu, Zhou Fu mengajak Zhou Shan untuk duduk tak begitu jauh dari dua meja yang terlebih dahulu terisi. Sembari menunggu pelayan menghampiri, baik Zhou Fu dan Zhou Shan mulai berkonsentrasi untuk mendengar percakapan yang tengah terjadi di meja-meja yang terisi.“Kami membawa hasil bumi terbaik dari pulau Teratai Hitam, kami yakin walikota akan sangat senang menjalin kerja sama dengan warga di Teratai Hitam,” ucap seorang pria berjubah gelap kepada dua pengunjung restoran yang berasal dari pulau Safir Biru. Matanya menyipit tajam, menunjukkan bahwa ia merasa unggul.“Jangan buru-buru percaya diri, Tuan Hong. Hasil bumi dari pulau Safir Biru jelas lebih unggul ketimbang milik kalian. Walikota pasti akan mengutamakan membangun cabang sekte Darah Suci di pulau kami,” timpal si pria lain menanggapi ucapan Hong Tian.Rekan Hong Tian menepuk pundak Hong Tian, memberi isyarat kepadanya agar tak memperpanjang perdebatan dengan Duan Lei yang bera
Beberapa jam kemudian, Zhou Fu dan Zhou Shan telah tiba di gerbang depan kota Lembah Angin Abadi. Dari luar, kota itu tampak seperti sebuah oasis yang hidup di tengah padang tandus. Pohon-pohon rimbun dan bunga berwarna-warni yang bertebaran di seluruh penjuru kota menciptakan pemandangan yang kontras dengan tanah gersang di sekelilingnya. Tak akan ada orang yang tak keheranan menyaksikan anomali tersebut.“Aku semakin yakin, pemimpin di kota ini merupakan seorang kultivator dari dunia atas,” gumam Zhou Shan saat merasakan keberadaan energi Qi yang cukup memadai meski tak terlalu tinggi kepadatannya. “Hanya saja, bagaimana bisa dia turun ke tempat ini?”“Apa dia juga memiliki artefak suci?” tanya Zhou Fu.Zhou Shan melotot kesal dan menyebutkan jika artefak suci sejenis alat transportasi beda alam milik Holy Light bukanlah spirit tool yang bisa dimiliki sembarang kultivator. Sekte bintang 10 dengan kekayaan berlimpah pun belum tentu memiliki spirit tool semacam itu.“Lalu, bagaimana c
Tak ada hal yang bisa dikulik dari Jiang Hao mengingat pria itu sebenarnya juga tak benar-benar tahu apa kesalahannya sehingga ditempatkan di wilayah pengasingan tersebut. Maka, demi memuaskan rasa penasaran, Zhou Fu mengajak Zhou Shan pergi ke utara, ke kota Lembah Angin Abadi.“Tuan-Tuan sekalian,” ucap Jiang Hao menyela percakapan Zhou Fu dan Zhou Shan. “Maaf jika ucapanku lancang, tetapi, bukankah lebih elok jika kalian menyelamatkan kami dulu sebelum kalian pergi ke utara? Maksudku, biasanya orang baik akan berbuat demikian,” ucap Jiang Hao lagi dengan wajah penuh harap.Zhou Shan mengerutkan kening, ia baru teringat satu hal yang juga mengganggu pikirannya. “Itu yang sebelumnya ingin kutanyakan. Tempat ini memiliki suhu ekstrim yang berbahaya. Jika kalian ingin selamat, bukankah kalian hanya perlu pergi dan mencari pemukiman baru?”“Bodoh!” Zhou Fu menjitak kepala Zhou Shan, terkesan sangat kurang ajar di mata Jiang Hao yang melihat wajah Zhou Fu jauh lebih muda dari Zhou Shan.