Menghadapi kata-kata dingin dari Kyra, Deven menahan amarahnya. Dia menggenggam tiga batang dupa, lalu menyalakannya dengan lilin yang tertancap di tanah.Asap hitam mengepul dari dupa itu, lalu terbawa angin dan langsung ke matanya. Deven merasa matanya perih. Pria itu memegang batang dupa dengan erat, sementara matanya menatap tajam pada gundukan tanah di depannya.Nelson sudah mati. Dia mati dengan cara yang begitu membingungkan, bahkan mati di depan Deven. Nelson seolah sengaja menjebaknya.Bagaimana Deven bisa membersihkan namanya sekarang? Bagaimana Kyra bisa percaya padanya? Berdasarkan pemahamannya tentang Kyra, dia tahu bahwa istrinya tidak akan menyerah begitu saja dan melahirkan anak untuknya.Pernikahan mereka sekarang benar-benar di ambang kehancuran. Apalagi, masa tenang perceraian mereka sudah hampir habis. Semua ini membuat Deven merasa sangat frustrasi. Dia merasa bahwa pria tua itu benar-benar licik. Ketika masih muda, Nelson menabrak ayahnya dengan mobil dan bahkan
Melihat ekspresi Deven yang makin suram, Kyra tahu dia marah. Dulu, dia pasti tidak akan berkata seperti ini dan mempertimbangkan perasaan Deven. Namun sekarang, situasinya sudah berbeda.Kyra menarik napas dalam-dalam, lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Deven dan meminta dia pergi dengan tegas. Dia khawatir jika terlalu lembut, Deven tidak akan mengerti."Kamu sudah bakar dupa. Deven, sekarang kamu bisa pergi," usir Kyra dengan suara rendah tetapi tegas.Deven pun mengepalkan tinjunya. Otot-otot wajahnya juga menegang. Dia merasa bodoh karena datang ke sini hanya untuk melihat wajah marah Kyra dan Mia."Tanpa kamu bilang, aku juga akan pergi," jawab Deven dengan sinis. Kemudian, dia berbalik dan pergi.Saat melewati Justin, Deven meliriknya dengan sinis sambil berujar, "Justin, Kyra masih wanita yang bersuami. Kalau kamu mau berselingkuh dengan wanita murahan itu, setidaknya tanyakan dulu pendapat Pak Farhan."Wanita murahan? Apa Deven sedang berbicara tentang dirinya? Napas Kyr
Kyra tidak tahu alasan ibunya berkata begitu, tetapi dia tetap memperlambat langkahnya. Napas Mia makin sesak, seakan ada tangan besar yang mencekik lehernya. Itu membuatnya sulit bernapas.Kesadaran Mia juga mulai kabur. Dalam lamunannya, dia seakan melihat suaminya dan dirinya sendiri yang masih muda.Dua puluh tahun yang lalu, pada hari yang sama Mia dan Nelson berjalan di atas salju sambil bergandengan. Mereka hendak menikah dan mengikat janji selamanya.Namun ketika tersadar kembali, Mia menyadari bahwa orang yang digandengnya adalah Kyra, bukan suaminya.Mia berkata perlahan, "Kyra, dengarkan ibu. Apa pun yang terjadi, jangan pernah menyerah pada hidupmu. Jangan melakukan hal-hal bodoh.""Hidup ini cuma sekali. Kalau Deven nggak bisa membuatmu bahagia, tinggalkan dia. Sekarang ayahmu sudah tiada, bebanmu pun berkurang. Kalau Ibu juga pergi, kamu bisa menjalani hidupmu dengan lebih baik," lanjut Mia.Kyra mengernyit saat mendengar kata-kata itu. Dia segera menimpali, "Bu, apa yang
Kyra segera berjongkok dan mencoba menarik ibunya. Namun saat tangannya menyentuh tangan Mia, rasanya luar biasa dingin."Bu, Bu ...!" Kyra melihat kelopak mata ibunya yang terbuka dan tertutup perlahan. Dia pun cepat-cepat memeriksa napas ibunya yang sudah sangat lemah.Justin dan Alex langsung maju ke depan. Justin bergerak lebih cepat. Dia menggendong Mia dan membawanya ke mobil dengan langkah cepat. Sementara itu, Alex bertugas untuk mengemudi.Mia terbaring di kursi belakang yang sudah direbahkan. Saat Justin hendak turun dari mobil, Mia menatapnya sambil berujar, "Pak Justin, aku mau sampaikan beberapa hal."Kyra tidak ingin keinginan ibunya terabaikan, jadi dia berucap, "Pak Justin, tolong naik ke mobil bersama kami."Justin mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil dan menutup pintu. Alex menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan cepat di jalan pegunungan."Alex, tolong ngebut. Antar ibuku ke rumah sakit terdekat," pinta Kyra dengan cemas. Alex mengiakannya, lalu mobil pun melaju
Alex tidak menyukai Justin karena merasa Justin adalah rival cinta Deven. Pria ini pasti berniat jahat."Pak Justin nggak perlu repot-repot." Alex menyenggol Justin sedikit, lalu menggendong Mia turun dari mobil.Dokter memeriksa Mia sesaat, lalu berkata dengan ekspresi serius, "Cepat antar pasien ke rumah sakit kota. Fasilitas di sini kurang baik. Kami nggak bisa menolongnya. Cepat sedikit. Kalau terlambat, takutnya pasien nggak tertolong lagi."Ucapan dokter bak sambaran petir di musim panas. Rumah sakit Kota Arendalle cukup jauh dari sini. Mereka harus berkemudi selama setengah jam untuk tiba di sana. Apakah Mia bisa bertahan hingga setengah jam? Mia kembali digendong ke mobil. Alex berkemudi dengan kecepatan tertinggi supaya Mia bisa tiba di rumah sakit secepat mungkin.Kyra duduk di samping ibunya. Dia menatap wajah Mia yang makin pucat dan menggenggam tangannya yang makin dingin. Kyra benar-benar sedih. Dulu ibunya adalah nyonya kaya yang terhormat dan membuat orang-orang iri, t
Kyra terus memohon kepada ibunya untuk bertahan. Dia mengatakan mereka akan segera tiba di rumah sakit dan Mia akan mendapatkan pengobatan.Mia mengangguk dengan susah payah. Supaya Mia tidak tertidur, Kyra bahkan melontarkan beberapa candaan kepada ibunya. Sebenarnya memang lucu, tetapi Kyra tidak bisa tertawa dan malah meneteskan air mata.Mia memahami maksud Kyra. Ketika mendengar lelucon itu, dia berusaha menyunggingkan senyuman untuk Kyra. Tiba-tiba, Mia merasa sangat lelah. Dia lelah hingga sulit untuk membuka matanya. Kelopak matanya terasa sangat berat.Tatapannya mulai tidak fokus. Kyra yang berada di hadapannya menjadi berbayang-bayang. Mia mencoba mencari Kyra yang asli, tetapi tidak bisa menemukannya.Saat berikutnya, muncul sosok Nelson yang masih muda di hadapan Mia. Mia terbayang akan kenangan 20-an tahun yang lalu.Saat itu, langit turun salju. Nelson masih merupakan seorang pemuda miskin yang belum mendirikan Grup Scott. Itu sebabnya, keluarga Mia menentang hubungan me
Tangan Mia benar-benar dingin sekarang. Tidak ada kehangatan sedikit pun lagi."Ibu, bangunlah! Kamu harus bangun!" pekik Kyra dengan hati yang hancur. Dia terus menggoyangkan tubuh ibunya. "Jangan menakutiku! Jangan bercanda seperti ini!"Namun, tidak peduli bagaimana Kyra menangis dan memanggil, Mia tidak memberikan reaksi apa pun. Kyra menghapus air matanya, lalu buru-buru turun dari mobil dan mendesak, "Pak, cepat gendong ibuku masuk! Cepat sedikit!"Justin menggendong Mia dan bergegas masuk. Okto sedang berada di lantai 1 untuk memeriksa pekerjaan karyawan. Ketika melihat Justin menggendongnya dan diikuti oleh Kyra dan Alex, dia tertegun."Pak, Cepat tolong Bu Mia," ucap Alex segera.Okto menyuruh Justin menggendong Mia ke ruang UGD. Begitu melakukan pemeriksaan, Okto menghela napas dan melirik mereka dengan tatapan rumit."Bu Kyra, turut berduka. Bu Mia sudah meninggalkan kita sejak tadi. Kalian melewatkan waktu terbaik untuk menolongnya," ucap Okto dengan tidak berdaya.Kyra men
Ketika mendengar Deven yang menelepon Alex, Kyra mengernyit sambil berkata, "Aku nggak ingin melihatnya di sini."Ketika ayahnya dikubur, Deven sempat berselisih dengan Kyra. Kini, ibunya telah pergi. Dia tidak ingin Deven mengganggu ketenangan ibunya. Apalagi, Mia paling membenci Deven. Mia tidak akan tenang kalau melihatnya di sini.Ucapan Kyra membuat Alex termangu. Dia melihat panggilan yang terus masuk, lalu berkata, "Bu, aku keluar untuk menjawab telepon dulu."Alex pun melangkah keluar. Salju di luar makin lebat. Alex menerima panggilan, lalu menjelaskan, "Pak, aku sedang sibuk tadi, makanya nggak bisa mengangkat telepon."Pada dasarnya, Deven memang sedang kesal. Biasanya, Alex selalu menjawab panggilannya dengan cepat. Hari ini, dia malah harus menunggu begitu lama. Bagaimana mungkin dia tidak marah? Namun, setelah teringat pada situasi hari ini, Deven menahan emosinya dan bertanya, "Gimana keadaan Kyra?""Sangat buruk. Kesadaran Bu Mia menurun saat perjalanan ke rumah sakit K
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K