Kyra benar-benar tidak bisa menahan air matanya saat melihat wajah Nelson yang sudah tua.Kyra mengangkat tangannya. Dulu dia paling suka berkuku panjang dan mengecatnya dengan warna ceri. Warna itu akan membuat jarinya terlihat lebih lentik. Namun, sejak Nelson mengalami kecelakaan, dia tidak pernah merawat kukunya lagi.Kyra membantu Nelson menyeka air matanya, lalu tersenyum dan berkata, "Ayah, jangan menangis. Aku ingin melihatmu bahagia setiap hari. Sekalipun Kyra meninggal dan ayahnya harus mengantar kepergiannya, Kyra berharap ayahnya akan tersenyum bahagia di pemakamannya dan bukan menangis.Nelson sangat patuh. Dia mengangguk dan tidak menangis lagi. Kyra ingin membawa Nelson keluar untuk menghirup udara segar. Dia menyuruh Maya membantunya memapah Nelson ke kursi roda. Kemudian, Kyra mendorong kursi roda ke lantai bawah rumah sakit.Di atas batang pohon yang kering, terlihat lampion kecil berwarna merah. Dilihat dari kejauhan, lampion itu seperti buah kesemek yang merah.Nel
"Deven yang memberiku perintah. Kalau Nelson nggak siuman dalam 3 hari, dia akan melengserkanku dari jabatanku.""Coba kamu pikirkan, kalau aku nggak menjadi direktur rumah sakit lagi, gimana aku bisa membantumu? Kalau direktur baru tahu semua kejahatan kita, kita yang bakal terkena masalah. Aku melakukan ini untuk menolongmu.""Kalau soal kematian Kyra, semua itu kecelakaan. Deven membawa ibu Kyra kemari, makanya Kyra siuman. Aneh sekali, 'kan? Obat bius yang kuberikan tiba-tiba nggak berefek begitu saja."Okto menyingkirkan tangan Irish dan menghibur, "Orang lain mungkin nggak tahu tentang hubungan kita. Tapi, kamu pasti tahu betapa aku mencintaimu. Kamu adalah nyawaku. Mana mungkin aku mengkhianatimu demi Kyra?""Ayo, beri aku ciuman. Aku sangat lelah belakangan ini. Aku sudah lama nggak menyentuhmu. Aku benar-benar merindukanmu." Selesai berbicara, Okto memanyunkan bibirnya dan mendekati Irish.Irish masih kesal. Itu sebabnya, dia menolak. Okto terkekeh-kekeh dan memperingatkan, "
Kyra menemani Nelson berkeliling di seluruh rumah sakit. Dia merasa Nelson seharusnya menghirup udara segar setelah berbaring di ranjang rumah sakit untuk waktu yang lama. Dengan begini, Nelson baru bisa pulih dengan cepat.Ketika turun ke lantai bawah, hari masih sore. Sekarang, langit sudah berangsur gelap. Angin dingin bertiup, membuat selimut di pangkuan Nelson terbang. Nelson meletakkan tangan di mulutnya dan terbatuk tanpa henti. Tubuhnya sampai bergetar karena batuknya terlalu kencang."Ayah, aku bawa kamu kembali ke kamar." Kyra khawatir Nelson masuk angin, jadi bergegas mendorong kursi rodanya masuk.Nelson mengangguk. Dia mencoba berbicara, tetapi tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Dari bentuk mulutnya, Kyra bisa menebak bahwa Nelson mengatakan dirinya baik-baik saja.Setelah mendorong kursi roda ke lift, Kyra membungkuk dan bertanya, "Ayah, kamu mau makan apa?"Nelson menggeleng. Kyra meneruskan, "Mumpung aku nggak ada kerjaan, aku akan memasak untukmu. Aku akan memba
Begitu ucapan ini dilontarkan, air mata mengalir di wajah Nelson. Dia berbaring di ranjang tanpa mengeluarkan suara apa pun.Nelson adalah orang yang cerdas. Dia tahu dirinya telah menjadi beban hidup Kyra.Mia berhenti mengeluh. Dia baru menyadari dirinya salah berbicara. Dia tidak seharusnya menambah beban pikiran Nelson. Mia segera berucap, "Nelson, jangan cemas. Kami sangat senang karena kamu bisa siuman. Kyra bilang kehidupannya sangat baik sekarang. Dia mengandung anak Deven. Setelah anak itu lahir, mungkin Deven akan bersikap lebih baik kepadanya.""Aku bisa melihat kalau Deven sangat menyayangi anak di kandungan Kyra. Anak itu pasti akan terlahir sehat dan bahagia. Jangan dipikirkan. Aku cuma asal bicara tadi.""Lagi pula, biaya pengobatanmu ditanggung oleh Deven kok. Dia nggak sejahat yang kita pikirkan," hibur Mia.Nelson membuka mulutnya dan mengembuskan napas panjang. Air matanya masih mengalir.Kyra tidak langsung pulang, melainkan menyuruh Maya mengantarnya ke supermarke
"Ya." Kyra mengangguk.Deven mengernyit sambil bertanya, "Kamu juga buang tanaman hijau itu?""Ya," jawab Kyra lagi."Alasannya?" tanya Deven."Tanaman itu sudah mati. Kalau kerak jambul, dia pasti sedih karena terus dikurung. Jadi, aku melepaskannya supaya dia bisa terbang bebas," jelas Kyra dengan tenang.Deven menyipitkan matanya, lalu bertanya lagi, "Gimana kamu tahu burung itu nggak bahagia? Aku memberinya makan enak setiap hari. Dia mungkin mati kelaparan kalau di luar sana."Kyra mengejapkan mata. Ternyata begini jalan pikiran Deven. Jangan-jangan Deven mengira dirinya bahagia karena disiksa olehnya? Apa Deven merasa kehidupan seperti ini sangat seru?Kyra ingin melawan Deven, tetapi teringat pada ayahnya. Dia masih sangat membutuhkan Deven sehingga tidak boleh berkonflik dengannya. Jika menyinggungnya, akibatnya akan buruk.Kyra menarik napas dalam-dalam. Sekarang sudah awal musim semi, tetapi cuaca masih lumayan dingin. Angin yang berembus bak pisau yang menggores-gores wajah
Deven menahan tangan Kyra yang hendak melepaskan jubah mandinya. Dia berkata, "Aku nggak bilang ingin melakukannya denganmu."Lantas, Deven ingin melakukannya dengan siapa? Irish? Seharusnya begitu. Bagaimanapun, Deven adalah pria aneh yang berengsek. Dia hanya bersikap baik kepada Irish.Kyra tidak suka bertele-tele dengan siapa pun, termasuk Deven. Dia bertanya, "Bukannya kamu ingin aku membalas kebaikanmu?""Ya, tapi bukan dengan cara seperti ini," sahut Deven. Dia sangat membenci Kyra yang seperti ini. Dulu Deven memang menginginkan tubuh Kyra saat cemburu. Namun, sekarang dia ingin lebih banyak, yaitu hatinya.Kyra yang dulu selalu melakukannya dengan senang hati dan selalu mengambil inisiatif. Dia tidak pernah seperti ini. Deven sangat merindukan Kyra yang dulu.Deven telah memutuskan untuk tidak memaksa Kyra melakukannya jika Kyra memang tidak mau. Dia ingin Kyra mempersembahkan dirinya secara sukarela. Dengan begitu, Deven baru memiliki pencapaian. Lagi pula, tidak ada yang men
Kyra pun tidak menyangka pada akhirnya Deven yang membuat Keluarga Scott memerosot seperti ini. Apakah ini balas budi yang dimaksud Deven?Kyra tidak ingin memercayai omongan Deven lagi sekarang. Namun, selain bersikap patuh, dia tidak bisa melakukan hal lain lagi.Kyra mengejapkan matanya dan mengiakan. "Oke.""Kalau begitu, kita pasang kereta dorongnya. Kamu bantu aku." Deven merasa sangat puas dengan jawaban Kyra. Dia merobek plastik yang membungkus kereta dorong, lalu mencari buku panduannya.Deven membacanya dengan serius, lalu menyuruh Kyra mencarikan suku cadang untuknya. Mata Kyra sangat tajam. Dia selalu menemukannya dengan cepat, lalu menyerahkannya kepada Deven. Mereka terlihat sangat kompak.Malam ini, bulan dan bintang bersinar terang di langit. Mereka tidak menyalakan lampu karena sudah cukup terang.Kyra mendapati bayangan mereka tampak bersatu. Bayangannya ada di atas bayangan Deven. Akan tetapi, bayangannya terlihat tidak memiliki daya hidup. Dia seperti bunga yang sud
Selesai memasang kereta dorong, Deven mendongak dan mendapati Kyra belum mengalihkan pandangannya. Deven pun teringat pada masa-masa pacaran mereka.Saat itu, Deven pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Dia membaca buku dengan serius, sedangkan Kyra hanya menatapnya lekat-lekat.Deven sengaja bertanya, "Apa yang kamu lihat?""Lihat pacarku. Pacarku terlalu tampan. Nggak cukup kalau cuma dilihat beberapa jam," sahut Kyra.Sesaat kemudian, Deven tersadar dari lamunannya dan bertanya secara spontan, "Kamu ngapain?""Melihatmu," jawab Kyra yang masih menatap Deven. Tatapannya terlihat tulus, tetapi agak lelah."Untuk apa melihatku?" Deven mengernyit.Kyra berspekulasi bahwa Deven tidak ingin ditatap olehnya. Bagaimanapun, dia adalah putri dari pembunuh orang tuanya. Deven seharusnya merasa jijik ditatap oleh musuhnya.Kyra tersenyum dan membalas, "Supaya aku nggak lupa pada wajahmu."Kyra benar-benar sudah lelah pada kehidupannya ini. Namun, dia tidak menyalahkan orang lain. Lagi pula,
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K