Setelah bersusah payah menipu Kyra dan memanfaatkannya untuk mencapai posisi sekarang, Deven seharusnya takut mati."Kyra, kamu begitu ingin aku mati?" tanya Deven sambil memicingkan mata. Tatapannya tampak dingin dan tajam. Menurutnya, Kyra benar-benar tidak tahu balas budi.Kyra tidak merasa dirinya salah berbicara. Dia tersenyum dan bertanya, "Sepertinya kamu memang ingin ingkar janji ya? Kamu ketahuan, makanya marah-marah begini?""Aku nggak marah kok!" Deven yang murka pun membanting mangkuknya dan memelototi Kyra.Kyra terkekeh-kekeh dan mengejek, "Lihat penampilanmu, kamu masih bilang nggak marah?"Deven tidak memedulikannya lagi. Dia pergi ke balkon untuk merokok. Sesaat kemudian, dia baru kembali ke ruang tamu.Di sana, terlihat Kyra meringkuk di sofa dan menyelimuti tubuhnya. Rambut hitamnya tidak terlihat mengilap seperti dulu lagi, melainkan seperti daun yang kering. Wajahnya terlihat pucat seperti orang yang sakit.Deven mencemaskan kesehatan Kyra. Sepertinya, wanita ini m
"Kamu benar-benar tahu keinginanku?" tanya Deven sambil memicingkan mata mengamati Kyra yang masih duduk di sofa.Keinginan Deven adalah Kyra melahirkan anak untuknya, lalu dia akan berusaha melupakan dendam dan kebencian supaya mereka bisa seperti dulu lagi. Sejak awal, hanya ini keinginannya.Ketika melihat bintang jatuh di universitas saat itu, Deven juga membuat permintaan seperti ini. Dia bahkan memohon kepada orang tuanya untuk melindungi Kyra dan anak mereka saat membersihkan makam. Deven tentu merasa lega jika Kyra mengetahui keinginannya.Kyra bertemu pandang dengan Deven. Kesedihan makin menyelimuti hatinya. Bukannya Deven berharap dirinya cepat mati agar bisa menikah dengan Irish? Kenapa Deven terus mengingatkannya akan hal ini? Apa Deven khawatir Kyra lupa betapa besar kebenciannya?Mungkin karena sudah terbiasa dengan sikap cuek Deven, Kyra tidak berniat untuk meladeninya. Jika itu dulu, dia pasti sudah memulai pertengkaran dengan Deven."Aku tahu," gumam Kyra. Menurutnya,
"Aku nggak tenang kalau kamu sendirian ...," ucap Deven.Kyra mengernyit dan menyela dengan tidak sabar, "Deven, aku nggak ingin melihatmu sekarang. Aku merasa stres kalau melihatmu. Kamu pasti tahu ini, 'kan? Pergilah. Anggap aku memohon padamu. Kepalaku sudah sakit."Deven tentu tahu Kyra ingin sekali menghindar darinya dan tidak ingin bersamanya. Namun, apa yang bisa dilakukan Deven selain berpura-pura bodoh?Kyra sepertinya tidak membutuhkan perhatian darinya. Amarah Deven berkecamuk memikirkan ini. Mereka hanya akan bertengkar kalau terus bersama di sini."Kalau ada masalah, telepon saja aku. Bibi Maya akan datang untuk masak dan merawatmu nanti," pesan Deven. Kemudian, dia berbalik dan pergi.Kyra hanya menatap punggungnya. Seketika, dia terisak-isak sambil memekik, "Deven, kalau kamu berani ingkar janji, aku nggak akan melepaskanmu sekalipun menjadi hantu! Aku akan menghantuimu dan Irish!"Kyra tentu tahu dirinya tidak seharusnya marah-marah. Namun, dia kesulitan untuk mengendal
Tangan Kyra yang diletakkan di atas pangkuan perlahan-lahan mencengkeram ujung mantel hingga berkerut."Bu Kyra, kamu benar-benar pasien yang membuat dokter pusing! Aku sudah menegaskan beberapa kali kalau penyakitmu sangat parah. Pasien kanker nggak boleh hamil karena hanya akan membuat sel kanker menyebar makin cepat. Kenapa kamu bandel sekali?""Sebelumnya kamu juga hamil dan ragu-ragu untuk menggugurkan kandunganmu. Alhasil, kamu keguguran dan kondisimu makin lemah, 'kan? Kenapa malah hamil lagi?""Kenapa kamu nggak menanyakan pendapat dokter dulu waktu mempersiapkan kehamilan? Aku sampai nggak tahu harus gimana menasihatimu lagi. Apa kamu merasa usiamu terlalu panjang?"Selesai mengomel, dokter itu mengambil cangkirnya dan meminum air. Kyra tidak menyalahkannya sedikit pun. Dia merasa ucapan dokter ini masuk akal.Sesaat kemudian, Kyra berkata dengan lirih, "Dokter, kamu nggak perlu membujukku menggugurkan kandunganku. Biarkan semuanya mengalir seperti air."Dokter itu sampai tert
Kyra tidak membawa payung sehingga air hujan mengenai sekujur tubuhnya. Dia tidak memanggil taksi, melainkan memilih untuk berjalan pulang.Terlihat seekor burung pipit berdiri di kabel listrik sambil diterpa angin. Kyra tersenyum melihatnya. Dia dan burung pipit itu sama. Mereka sama-sama menunggu kematian tanpa punya kemampuan untuk melawan.Kyra menarik napas dalam-dalam, teringat pada pertanyaannya saat di rumah sakit tadi. "Dokter, apa aku bisa bertahan sampai malam tahun baru?"Dokter itu menjawab, "Dengan kondisimu yang sekarang, kamu bisa meninggal kapan saja. Apa ada keinginanmu yang belum terkabulkan?"Kyra berpikir sejenak. Sepertinya masih banyak keinginannya yang belum terwujud. Misalnya hidup bahagia bersama Deven sampai tua, melahirkan anak laki-laki yang tampan dan anak perempuan yang cantik. Kemudian, mereka akan menamai anak itu bersama.Kyra juga ingin melihat Nelson siuman dan berbakti kepada orang tuanya. Ada banyak keinginannya yang belum terkabulkan. Dia bahkan p
"Kamu mau mendonorkan hatimu buatku?" tanya Kyra sambil menatap Justin dengan raut terkejut.Justin tersenyum tipis dan membalas, "Kenapa nggak?""Tapi, kita belum kenal lama. Sepertinya ini kurang pantas," ucap Kyra.Kyra menurunkan kedua tangannya ke atas lutut, lalu mengepalkannya. Jari-jarinya terlihat sangat pucat.Justin menatap mata Kyra, lalu berujar dengan nada serius, "Bahkan kalau kita baru saling kenal sehari, aku tetap akan membantumu kalau kamu membutuhkannya.""Melayani masyarakat adalah hal yang pertama kupelajari setelah bergabung dengan kepolisian. Biarpun aku sudah bukan seorang polisi, prinsip itu nggak pernah berubah," tambah Justin.Kyra tahu bahwa Justin adalah petugas polisi yang mengagumkan. Dia selalu siap menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya.Contohnya, waktu Alba hampir mati waktu itu. Saat Kyra berlutut di tengah badai salju dan dikepung media keji yang memberitakannya, Justin juga yang datang menyelamatkannya.Belakangan, waktu Irish mempro
Kyra berpikir bahwa ini mungkin akan jadi pertemuan terakhir mereka. Seharusnya tidak masalah jika dia memberi tahu Justin.Kyra menghela napas, lalu tersenyum pahit dan berkata, "Pak Justin, nggak ada cinta dan dendam yang tanpa alasan di dunia ini. Begitu juga sikap Deven padaku.""Maksudnya?" tanya Justin dengan bingung.Kyra balik bertanya sambil tersenyum, "Kalau kematian orang tuamu disebabkan secara tidak langsung oleh ayah mertuamu, apa kamu akan menyalahkan istrimu?"Justin tidak menyahut. Dia tidak menjawab iya ataupun tidak."Itulah alasan Deven membenciku. Aku nggak menyalahkannya karena akulah yang berutang padanya," ucap Kyra lagi."Apa kamu pernah curiga kalau dia yang membuat Pak Nelson kecelakaan?" tanya Justin.Kyra tertegun. Deven berniat menjebloskan ayahnya ke penjara, tetapi dia menahan diri karena kekurangan bukti.Yang bisa Deven lakukan hanyalah memenjarakan si sopir. Si sopir yang bernama Raul dimasukkan ke penjara karena memang bersalah.Dengan statusnya saat
Mata keduanya bertemu, saling terjalin. Sorot mata Deven tajam dan dingin. Tatapannya sedingin hujan di luar jendela, salju yang turun di musim dingin, dan es tebal yang membeku selama ribuan tahun.Kyra tidak punya energi untuk beradu pandang dengan Deven. Mungkin karena dia tahu sel kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuh dan hidupnya tidak panjang lagi. Ibarat bola karet kempes, Kyra merasa seluruh energi di tubuhnya luruh.Mereka hanya bertatapan sedetik sebelum Kyra melengos dan berjalan melewati Deven. Seolah-olah pria itu hanya udara atau orang asing di matanya.Dari arah dapur, tercium aroma sayuran dan daging yang dimasak. Maya yang mengenakan celemek tiba-tiba keluar dari dapur sambil membawa piring makanan.Begitu melihat Kyra, Maya langsung berujar dengan senang, "Akhirnya Nona Kyra pulang juga. Nona nggak tahu betapa kami sangat mencemaskanmu. Syukurlah Nona pulang dengan selamat."Maya hanya seorang pembantu. Dia bukan teman Kyra ataupun keluarganya, tetapi dia sangat p
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K