Tentu saja benar. Penyakit Kyra sangat parah, hidupnya tidak lama lagi. Diperkirakan dia bahkan tidak mampu bertahan sampai malam tahun baru. Kini, tinggal 10 hari lagi sebelum malam tahun baru.Okto menelan ludah. Meski Kyra selamat dari bahaya kali ini, 10 hari lagi dia pasti akan mati bersama anaknya.Sambil mengerucutkan bibirnya, Okto berucap dengan hormat, "Pak Deven, aku nggak tahu kenapa kamu berpikir bahwa Bu Kyra menderita penyakit mematikan. Tapi, hasil pemeriksaan kami menunjukkan bahwa tubuhnya nggak ada masalah sama sekali."Deven yang tatapannya terlihat rumit pun merasa lega. Tubuh Kyra tidak ada masalah."Pak Deven, apa kamu mendengar rumor?" tanya Okto.Deven mendongak, lalu memicingkan mata seraya bertanya lagi, "Jadi, kenapa dia muntah darah?"Okto memberi tahu, "Pak Deven, keluarga Bu Kyra mengalami perubahan besar. Dia menderita depresi, ditambah lagi baru saja keguguran.""Tubuhnya sangat lemah. Dia juga masuk angin sehingga tubuhnya nggak kuat dan akhirnya munta
Berhubung takut Irish bertanya terlalu banyak, Okto segera menutup telepon.Deven berjalan ke depan kamar Kyra. Dia mendengar suara Mia yang berujar, "Kyra, kamu nggak bisa hidup bareng Deven lagi? Kalau benar-benar nggak bisa, kamu bisa bercerai. Jangan khawatir."Tangan Deven yang ada di gagang pintu tiba-tiba terhenti. Pantas saja Kyra ingin bercerai dan bahkan mendaftarkan perceraian mereka. Ternyata ada ibunya yang mendukung di belakang.Deven merasa sangat kesal. Kenapa tidak ada yang mendukung dia dan Kyra untuk tetap bersama? Dia tidak percaya, Mia tidak tahu bahwa Kyra sedang mengandung anaknya. Pada saat ini, Deven ingin sekali membuka pintu dan mengusir Mia.Namun, Deven menahan diri karena tidak ingin membuat Kyra marah. Deven berbalik dan meninggalkan koridor rumah sakit. Dia pergi untuk membeli buah kesukaan Kyra.Ada beberapa hal yang sebaiknya tidak didengar. Deven tidak begitu berlapang dada. Dia tidak bisa pura-pura tidak tahu setelah mendengarnya. Biarlah orang menga
Kyra dulu mengira bahwa ibunya lebih peduli pada ayahnya. Setiap kali menelepon, ibunya hanya berpura-pura menunjukkan perhatian. Kemudian, dia langsung membahas bagaimana Kyra harus bersikap lunak kepada Deven.Tak disangka, ternyata ibunya masih menyayangi dan memperhatikannya. Pengorbanannya selama ini tidak sia-sia.Kyra sendiri memang menderita penyakit yang tak bisa disembuhkan. Waktunya hanya tinggal sedikit. Dia telah menerima begitu banyak bantuan dari Deven, jadi bercerai bukanlah hal yang mudah.Pria itu tidak akan membiarkannya pergi. Jika mereka benar-benar bertengkar, itu akan menjadi bencana besar bagi Keluarga Scott.Mia berucap, "Kyra, jangan khawatir dan berpikir terlalu banyak. Masa depan nggak pasti, jangan terlalu memikirkan hal-hal yang belum terjadi. Jangan menakuti dan menyulitkan diri sendiri."Mia melanjutkan sambil menangis, "Semua masalah ada solusinya. Ibu masih punya beberapa perhiasan yang dibeli ayahmu untukku.""Ibu bisa menjualnya untuk sementara memba
Deven memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya, sementara tangannya yang lain membawa sekantong jeruk yang baru dibelinya.Kyra merasa sedikit gugup. Dia tidak yakin seberapa banyak Deven mendengar percakapan mereka barusan. Dia memberi isyarat kepada ibunya untuk tidak berbicara lagi. Mia pun mengerti dan diam.Sebenarnya Mia memang takut pada Deven. Ada aura ketegasan pada dirinya yang tidak bisa diabaikan, terutama ketika tidak berekspresi. Itu membuat orang lain merasa terintimidasi.Deven meletakkan kantong jeruk di atas meja dengan suara keras, lalu mengambil satu jeruk dan mulai mengupasnya. Menurut Kyra, dia sedang marah lagi. Selain itu, dia sedang berusaha mengendalikan amarahnya."Bu, aku baik-baik saja. Kamu sebaiknya pulang dulu untuk melihat keadaan Ayah," ucap Kyra yang mencoba mengusir Mia.Jika Deven mendengar percakapan mereka, dia pasti akan melampiaskan amarah pada Mia. Jadi, lebih baik ibunya pergi dulu.Mia menyeka air matanya dan tidak menatap Deven sedikit
Hidup Kyra juga berharga. Mengapa Deven selalu bertindak sesuka hati tanpa memedulikan perasaannya? Hati Kyra hancur. Dia membuang jeruk di tangannya ke tempat sampah.Tangan Deven yang memegang jeruk terkepal erat. Mengapa wanita itu begitu tidak tahu terima kasih? Padahal dia sudah mengalah dan berusaha menoleransinya.Lantaran memikirkan janin dalam kandungan Kyra, Deven berusaha bersabar dan berkata, "Pengobatan ayahmu sudah dilanjutkan lagi. Kyra, sampai kapan kamu mau ribut denganku?"Ribut dengan Deven? Ternyata di mata pria itu, Kyra adalah orang yang gemar membuat keributan tanpa alasan.Dengan perasaan muram, Kyra menunduk dan melihat kuku-kukunya yang pucat. Masih ada beberapa lunula di kukunya beberapa hari lalu, tetapi sekarang sama sekali tidak ada. Hal ini membuktikan tubuhnya sudah sangat lemah.Kyra hanya menunduk tanpa berkata apa-apa. Deven yang mengira dia sudah mengalah tanpa sadar berujar lebih lembut, "Aku akan memaafkan kelancanganmu kali ini, tapi kamu harus me
Memenuhi semua keinginannya. Membuktikannya dengan tindakan. Apa Deven benar-benar berharap Kyra mati?Kyra tiba-tiba merasa dirinya sangat tolol. Dia telah berulang kali bertanya, tetapi hatinya pantang menyerah. Dia terus berangan-angan dan kembali menanyakan hal yang sama.Bahkan buku yang dibaca berulang kali juga hanya memiliki satu akhir cerita. Seperti itulah akhir kisah Kyra dan Deven."Mulai sekarang aku nggak ingin mendengar pertanyaan nggak mutu ini lagi," ucap Deven dengan jengkel sebelum beranjak pergi.Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Dia menggigit dengan kuat, tetapi seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Bahkan hingga bibirnya berdarah, dia tetap tidak merasakan sakitnya.Di mata Deven, hidup dan mati Kyra ternyata hanya topik tidak bermutu. Baiklah, mulai sekarang dia tidak akan bertanya lagi.Kyra tidak akan mencoba melawan takdir lagi. Sebab, biar berkali-kali mencoba, hasilnya tetap nol besar. Seberapa keras pun dia mencoba melawan dan mengadu keber
Kyra ingin keluar dari rumah sakit. Dia merasa sangat kesepian, terkurung di kamar rawat bak burung di sangkar.Deven tidak setuju, dia khawatir Kyra akan diam-diam aborsi lagi bila tidak diawasi. Jadi, alih-alih pergi bekerja di Grup Scott, dia membawa pekerjaannya ke kamar rawat.Deven menemani Kyra, tetapi Kyra sejujurnya tidak merasa demikian. Dia merasa bahwa pria itu sedang mengawasinya.Setiap hari Kyra meminum banyak obat, misalnya suplemen nutrisi dan penguat janin. Yang tidak ada hanyalah obat tidur, obat pereda nyeri, antidepresan, dan obat kanker.Awalnya, Kyra menyuruh Deven untuk pulang saja. Dia tidak akan kabur, apalagi dalam kondisi tubuh selemah ini. Namun, Deven tetap pada pendiriannya.Kyra pun malas berkata lebih banyak. Keduanya menghabiskan waktu bersama di ruang rawat, tetapi tidak saling bicara.Deven menaruh laptopnya di meja lipat. Pandangannya fokus ke layar. Ada kalanya, dia pergi ke luar untuk menjawab panggilan karena takut mengganggu istirahat Kyra.Sela
Mia berkata, "Iya, kali ini sungguhan. Pak Okto yang bilang kalau pemulihan tubuh ayahmu berjalan dengan sangat baik. Kemungkinan dalam dua hari ini dia akan siuman.""Kyra, setelah ayahmu siuman, kita nggak perlu takut lagi! Beberapa waktu ini sungguh berat. Syukurlah akhirnya semua kembali baik," tambah Mia sambil menyeka air mata bahagianya.Ayahnya akan segera siuman. Kyra termangu, sesaat lupa untuk merasa gembira. Dia sudah terlalu terbiasa berada dalam tekanan.Mia memeluk Kyra sambil menangis bahagia. Kyra juga menangis. Meskipun beberapa waktu ini semua terasa begitu sulit dan melelahkan, ayahnya akhirnya akan siuman!Sebelum meninggal, Kyra selalu berharap bisa melihat ayahnya siuman. Tuhan begitu baik mendengar doanya.Mia mengurai pelukannya dan bertanya pada Kyra, "Gimana? Kamu sudah pertimbangkan apa yang Ibu katakan beberapa hari lalu?""Masalah apa?" tanya Kyra balik, berpura-pura bodoh. Dia tahu ibunya sedang membahas tentang gagasan untuk menceraikan Deven.Mia menya
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K