Ketika Kyra hendak mengucapkan sesuatu, pintu ruangan mendadak dibuka. Kyra dan Mia sontak menoleh ke pintu.Terlihat Deven yang mengenakan jas hitam. Potongan jas itu telah disesuaikan sehingga sangat pas dengan tubuhnya. Sebenarnya model jas Deven sangat simpel, tetapi entah mengapa jas itu terlihat begitu menarik saat dia kenakan.Kaki panjang Deven yang berbalut celana hitam melangkah masuk. Wajahnya tampak dingin.Kyra sedih saat menyadari kebodohannya. Bahkan setelah berulang kali disakiti Deven, dia masih bisa tertarik pada pria kejam itu.Mata Kyra bertemu dengan mata dingin Deven. Kyra-lah yang pertama mengalihkan pandangan ke ujung sepatu kulit Deven.Mia memandang Deven. Meski Deven-lah yang membantu mereka melanjutkan pengobatan Nelson, Mia tidak berniat untuk bersikap lunak padanya.Deven menyapukan pandangan ke sekeliling ruangan, lalu melirik ke luar ruangan. Dia berkata pada Kyra, "Tunggu aku di luar.""Kamu mau ngapain?" tanya Kyra sambil menatap Deven dengan curiga da
Kyra tidak ingin meladeni Deven. Dia memejamkan matanya dan berpura-pura tidur. Tiba-tiba, mesin mobil mati. Kyra mengira mereka sudah tiba di apartemen. Begitu membuka mata, ternyata mobil berhenti di pinggir jalan.Deven melepaskan sabuk pengaman dan menyuruh Kyra turun. Kyra ingin menolak karena ingin cepat pulang untuk tidur.Namun, Kyra memahami sikap Deven. Pria ini sangat keras kepala. Karena tidak bisa membantah, Kyra pun tidak berbasa-basi lagi dan memilih untuk turun.Deven pun tak kuasa tersenyum saat melihat Kyra tidak melawannya. Dengan demikian, keduanya sama-sama berjalan masuk ke mal.Kyra diam-diam tersenyum sinis. Pria ini memang sudah tidak waras. Bagaimana bisa Deven yang merupakan seorang maniak kerja tiba-tiba membawanya jalan-jalan? Kini Deven memang meluangkan waktu untuknya, tetapi perasaan Kyra terhadapnya sudah berubah.Deven membawa Kyra memasuki toko perlengkapan bayi. Setelah melihat-lihat sesaat, staf pun mulai memperkenalkan produk kepada mereka. Kyra me
Kyra tersenyum sambil membatin, 'Masa? Memangnya suamiku sebaik apa? Apa ada suami yang mengutuk istrinya cepat mati?'Ketika melihat Kyra hanya diam, staf itu mengira Kyra tidak percaya. Dia tersenyum sambil meneruskan, "Aku serius. Aku bukan ingin menyanjungmu. Aku sudah lama bekerja di sini dan melihat banyak pelanggan kaya. Tapi, hanya ada beberapa pria yang mau menemani istrinya belanja perlengkapan bayi.""Kebanyakan wanita kaya belanja dengan ditemani pengawal atau pelayan. Sementara itu, suamimu bukan cuma kaya, tapi juga dermawan. Kamu nggak tahu gimana para pasangan muda itu belanja. Kalau istrinya mengambil barang yang agak mahal, mereka akan pura-pura batuk dan memasang ekspresi suram.""Lihat semua barang belanjaanmu, semuanya barang mahal. Tapi, suamimu sama sekali tidak melarangmu lho!" Ekspresi staf itu dipenuhi kekaguman.Kyra hanya menatap staf itu. Staf itu menambahkan, "Kalau kelak aku bisa mendapat suami sebaik ini, aku nggak akan pernah marah padanya."Kyra menund
"Kamu harus memberitahunya kalau kamu mengidap kanker hati stadium akhir. Kamu nggak boleh membiarkannya bertindak semena-mena," nasihat Justin.Kyra merasa sangat tidak nyaman. Selain mengikuti kemauan Deven, sepertinya tidak ada yang bisa dilakukannya lagi. Dia tersenyum dan menyahut, "Tenang saja. Bukannya kamu pernah memberitahuku untuk jangan mencampuri nasib orang lain atau kamu akan menanggung karmanya?"Nasib Kyra yaitu menantikan kematiannya dengan tenang."Aku masih berusaha mencarikan liver yang cocok untukmu. Kamu nggak boleh menyerah. Aku juga pernah memberitahumu kalau nyawa itu sangat berharga. Jangan mengorbankan nyawamu seperti yang dilakukan Alba," bujuk Justin.Jika itu sebelumnya, Kyra pasti akan terharu hingga menangis saat mengetahui ada yang mendonorkan liver untuknya. Ini karena dia sangat takut mati dulu. Namun, sekarang dia tidak takut lagi dan bisa menerimanya dengan lapang dada.Asalkan Nelson siuman dan baik-baik saja, Kyra akan menerima nasibnya dengan sen
Tangan Kyra yang hendak mendorong Deven sontak membeku. Seketika, pikirannya menjadi lebih jernih. Dia tidak sanggup menanggung konsekuensi sebesar itu.Kyra menarik napas dalam-dalam, lalu mengejapkan matanya yang agak kering. Kemudian, dia menurunkan tangannya yang telah menyentuh lengan kemeja Deven.Tindakan ini tentu dilihat oleh Justin. Dia mengernyit dan bertanya, "Kamu nggak lihat dia menolak disentuh olehmu?""Kata siapa?" Deven terkekeh-kekeh dan menoleh menatap Kyra. Dia tersenyum bangga sambil bertanya, "Istriku, coba kamu beri tahu Pak Justin. Apa kamu keberatan disentuh olehku?"Kyra mendapati Justin menatapnya dengan cemas. Dia tentu tidak bersedia disentuh oleh Deven karena tidak menyukai pria kasar seperti Deven.Suasana seketika menjadi makin menegangkan. Napas Kyra pun menjadi makin sesak. Namun, dia tidak bisa menolak karena posisinya memang tidak unggul. Dia tidak bisa mengubah apa pun.Justin adalah pria yang sangat baik, setidaknya Kyra berpikiran seperti itu. Ju
"Nggak kok." Kyra segera membantah. Dia tahu Deven orang yang curigaan. Jika Kyra terlihat ragu, Deven pasti akan melampiaskan amarahnya kepada Justin.Deven tentu memahami isi pikiran Kyra. Dia pun bertanya dengan gusar, "Kalau begitu, kenapa kamu masih belum pergi?""Bu Kyra, tenang saja. Pak Deven orang yang berpendidikan, apalagi mal adalah tempat umum. Aku akan baik-baik saja," ujar Justin dengan lembut.Kyra menggenggam erat kunci mobil. Pada akhirnya, dia berbalik dan masuk ke lift. Justin menatap Kyra untuk waktu yang cukup lama. Makin dilihat, dia merasa Kyra makin jauh dari dunia manusia.Justin tidak bisa merasakan semangat hidup sedikit pun dari sosok Kyra. Wanita ini tidak ada bedanya dengan bunga yang sudah layu, bahkan yang batangnya sudah busuk.Justin mengernyit. Masa Deven tidak menyadari ada yang aneh dari penampilan Kyra? Deven benar-benar tidak menyadarinya atau hanya berpura-pura bodoh?Ketika melihat alis Justin yang makin berkerut dan ekspresinya yang makin seri
Begitu ucapan ini dilontarkan, kaki Deven yang hendak melangkah masuk ke lift tiba-tiba ditarik kembali. Dia berbalik, lalu kembali ke hadapan Justin dan meraih kerah bajunya. "Apa katamu?"Deven yakin dirinya salah mendengar. Mana mungkin Kyra mengidap kanker hati stadium akhir!Ketika melihat Deven begitu cemas, Justin merasa lega. Sepertinya Deven masih peduli pada Kyra. Deven seharusnya punya cara untuk membujuk Kyra."Cepat bicara!" desak Deven.Justin menatapnya sambil berkata, "Kyra mengidap kanker hati. Sel kankernya sudah menyebar ke 2/3 bagian tubuhnya. Kalau dia hamil, dia akan mati lebih cepat.""Deven, kalau kamu benar-benar peduli padanya dan nggak ingin dia mati, jangan paksa dia untuk melahirkan anak."Deven mengejapkan mata. Otaknya seolah-olah akan meledak. Kyra mengidap kanker hati? Bahkan sudah stadium akhir?Ini tidak mungkin. Bagaimana mungkin Kyra yang begitu kuat mengidap kanker? Orang lain mungkin bisa terkena kanker, tetapi Kyra tidak mungkin!"Kamu tahu kenap
Deven mengakhiri panggilan. Dia merasa ada yang tidak beres, tetapi tidak tahu apa itu.Logikanya, Okto adalah bawahannya. Okto telah mengikutinya selama bertahun-tahun, jadi tidak mungkin berani berbohong.Lantas apakah Kyra yang berbohong? Sejak awal, Kyra sudah tidak mencintai Deven, bahkan terus menggoda Justin. Apakah ucapan Justin bisa dipercaya?Deven menyeberang jalan dengan ekspresi dingin. Setelah tiba di samping Bentley hitam, dia membuka pintu. Kyra telah menyalakan mesin penghangat. Namun, begitu pintu samping terbuka, angin dingin sontak bertiup masuk.Rambut Kyra pun menjadi berantakan dan menempel di wajahnya. Karena terlalu dingin, napasnya pun memburu. Dia baru saja mencemaskan Justin, tetapi Deven sudah kembali. Deven melirik wajah pucat itu, lalu segera masuk dan menutup pintu.Seketika, tercium aroma yang sangat familier, yaitu parfum favorit Deven. Kyra yang membantunya memilih parfum ini dulu. Tanpa disangka, Deven masih memakainya sampai sekarang, padahal hubung
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K