Ikut pulang dengannya? Mendengar ucapan ini, Kyra langsung terbengong. Memangnya mereka masih serumah? Sebelum ayahnya kecelakaan, hubungan mereka sangat mesra. Setiap kali Deven membuatnya kesal, dia akan menggendong Kyra seperti ini dan membujuknya pulang.Mengingat kembali semua kejadian masa lalu dan hubungan mereka yang semakin menjauh sekarang, hati Kyra menjadi sangat sedih. Hari ini Kyra sudah terlalu lelah dan tidak ingin bekerja lagi. Bersandar di dada Deven membuat hatinya terasa tenang.Setelah turun ke lantai bawah, Deven melepaskan gendongannya dan berkata, "Kenapa kamu jadi nggak higienis sekarang? Pakaianmu kotor sekali, cepat ganti dengan pakaianmu sendiri!"Kehangatan yang baru dirasakannya tadi, kini telah menghilang. Kyra ingin sekali membalas, bukankah kamu yang menyuruhku memakai ini? Dasar munafik!Namun karena sudah tidak makan seharian, Kyra tidak punya tenaga untuk bertengkar lagi. Kyra pergi ke gudang untuk mengganti pakaiannya.Kyra ingin duduk di kursi bela
Mata Kyra memancarkan kekecewaan, seolah-olah baru tersadar dari mimpi. Benar, dia hanyalah pembantu di rumah Deven. Tidak mungkin Kyra masih berharap bisa berjalan-jalan di mal sambil bergandengan tangan dengan Deven seperti dulu.Kyra mentertawakan dirinya sendiri sambil menggigit bibir dengan getir. Jemarinya yang lentik terkepal dengan erat seraya berkata, "Maaf, aku yang terlalu berharap. Kamu pulang saja dulu, aku akan pulang setelah selesai belanja nanti."Setelah berkata demikian, Kyra berbalik dan masuk ke dalam supermarket. Meskipun Kyra tahu bahwa Deven membencinya dan hanya ingin menyiksanya, hatinya tetap saja terasa sedih saat mendengar perkataan Deven yang ketus.Air mata berderai menyusuri wajahnya. Saat memasuki supermarket, sebuah gelombang panas menyambutnya. Kyra langsung mengusap air matanya dengan tangan. Setelah bertanya pada pramuniaga, Kyra akhirnya menemukan area penjualan perlengkapan mandi. Dia meletakkan troli belanja di samping dan melihat rak-rak dengan c
Deven melempar puntung rokoknya ke luar jendela. Dengan satu entakan, dia menginjak pedal gas sampai habis dengan ekspresi marah. Nadi di punggung tangannya yang memegang setir terlihat sangat jelas, menandakan kemarahannya saat itu.Bentley hitam itu memelesat seperti anak panah dan menimbulkan debu di sekitarnya. Dia sengaja menunggu Kyra di sana karena khawatir Kyra akan kesulitan naik taksi untuk pulang karena membawa terlalu banyak barang.Namun, yang terjadi adalah Kyra malah asyik dengan polisi muda itu. Dulu, Deven berencana untuk turun tangan untuk menghadapi Justin, tetapi Justin malah mengundurkan diri tiba-tiba pada malam itu juga. Sekarang, Justin telah kembali lagi.Setelah sampai di apartemen, Deven membuka sebotol anggur merah dan meminumnya dengan ekspresi datar. Anggur yang masuk ke tenggorokannya terasa sangat pahit. Dia berdiri di balkon sambil menunggu selama setengah jam penuh. Pada saat itulah, sebuah mobil SUV berhenti di depan apartemennya.Pintu mobil SUV ter
Kyra menoleh dan melihat Deven yang sedang berdiri di ambang pintu dengan setelan jasnya. Wajahnya tampak agak marah.Kyra tertawa getir, "Aku cuma pembantu, mana berani tidur dengan Pak Deven.""Kuberi waktu satu menit. Kalau kamu nggak datang, kontak kita langsung dibatalkan!" Usai bicara, Deven langsung membanting pintu dan keluar. Kyra mengerjapkan matanya dengan kesal. Deven mengancamnya dengan menggunakan Nelson dan menginjak-injak harga dirinya.Namun, Kyra tidak bisa melawan. Dia membutuhkan kontrak ini agar Deven mau membantu keluarga mereka. Dengan begitu, Kyra baru bisa meninggal dengan tenang. Akhirnya, Kyra terpaksa berjalan ke kamar utama dengan pasrah.Bagaikan seorang bos yang berkuasa, Deven berdiri di depan cermin sambil memicingkan matanya. "Bantu aku ganti baju."Kyra berjalan ke arahnya dan membantunya melepaskan jas. Matanya terfokus pada pria itu, tubuhnya yang tinggi dan tegap berdiri dengan anggun. Tenggorokannya bergerak naik turun dan terlihat sangat menggoda
Kyra tidak tahu entah apa lagi yang akan dilakukan oleh Deven, tetapi dia tetap menuruti perintahnya untuk melepas kacamata Deven. Setelah itu, dia mengulurkan tangan untuk memegang wajah Deven yang tampan dan menciumnya.Seketika, Deven mulai bereaksi. Tangan di leher Kyra telah dilepaskan perlahan-lahan. Setelah itu, tangan Deven berpindah ke belakang kepala Kyra dan ciuman mereka pun semakin intim. Kyra curiga bahwa Deven memang sengaja mempermainkannya. Saat mencium Kyra, Deven melakukannya dengan sangat kasar seakan-akan hendak menelan Kyra.Namun, Kyra tidak berani melawan ataupun memberontak. Dia hanya bisa menerima semua ini diam-diam. Entah sejak kapan, pakaian di tubuhnya telah ditanggalkan. Kyra digendong ke ranjang dan dihujani cumbuan. Dari leher, dahi, pipi, hingga telinga dan bibirnya. Lalu, ciuman itu terus menjalar hingga ke bagian bawah. Kyra membuka matanya dan memandangi langit-langit dengan diam.Kini dia merasa sangat kelelahan, dalam benaknya masih teringat semua
Kyra tidak bisa memuntahkannya lagi karena dia sudah menelannya. Saking kesalnya, Deven menekan dagunya dengan keras hingga membuatnya meringis kesakitan. Setelah itu, Deven memasukkan jarinya ke tenggorokan Kyra untuk memaksanya muntah.Kyra tiba-tiba merasa mual. Begitu Deven mengeluarkan jarinya, Kyra langsung memuntahkan seisi perutnya. Semua makan malam yang disantapnya tadi juga habis tak bersisa, termasuk pil yang baru saja ditelannya tadi.Deven langsung mengguyur kloset itu hingga bersih. Kemudian, dia berjongkok dan menekan dagu Kyra lagi untuk memaksa Kyra menatap kedua matanya. "Kyra, jangan sok pintar! Kalau berani makan obat lagi lain kali, ingat nasib ayahmu yang sedang terbaring itu!"Kyra memelototinya dengan bengong, "Kamu mengancamku?""Bagus kalau kamu tahu aku sedang mengancammu. Sepertinya kamu belum jadi bodoh, masih bisa mengerti bahasa manusia." Deven membungkuk dan menggendongnya. Kyra baru saja hendak memberontak, tetapi Deven membalasnya dengan ketus, "Nggak
Pagi berikutnya, Kyra terbangun oleh bunyi alarm yang menandakan telah pukul 6 pagi. Karena tidak diizinkan libur, Kyra berencana untuk bangun lebih awal dan pergi ke vila keluarganya untuk mengambil barang-barang penting dan membawanya ke apartemen Deven.Saat membuka matanya, Kyra melihat bahwa pria di sampingnya sudah tidak ada lagi. Dia meraba-raba tempat tidur di sebelahnya yang sudah dingin, menandakan bahwa Deven sudah lama bangun.Malam sebelumnya, Kyra bermimpi. Dalam mimpinya, dia mendekap dalam pelukan Deven. Seperti biasanya, kaki Kyra selalu melingkari pinggang Deven. Anehnya, Deven tidak mendorongnya menjauh, malah memeluknya erat-erat. Sayangnya, mimpi indah itu harus berakhir dan kini dia harus terbangun untuk menghadapi kenyataan yang dingin dan kejam.Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, Kyra memanggil taksi menuju vila Keluarga Scott. Berhubung kondisi kesehatannya yang kurang baik, Kyra jadi jarang mengemudi. Perusahaan pindahan yang dihubunginya malam sebelumnya
Oleh karena itu, Deven masih belum sempat sarapan sampai sekarang."Pak Deven, aku memang salah semalam.""Oh ya? Kalau begitu, coba katakan apa kesalahanmu," tanya Deven kembali. Tangannya masih terus membolak-balikkan dokumen dan menandatanganinya.Sebenarnya Kyra tidak merasa dirinya bersalah, tetapi dia tetap harus tunduk karena menumpang hidup di rumah Deven. Hal terpenting baginya saat ini adalah mengumpulkan uang yang cukup untuk biaya rumah sakit."Aku nggak seharusnya minum pil kontrasepsi. Kalaupun mau minum, aku tetap harus tunggu instruksimu dulu."Deven terdiam."Aku akan ingat untuk menuruti ketentuan yang tertulis di kontrak, selalu patuh padamu dan nggak boleh membantah. Kamu memberiku pekerjaan sama dengan memberiku kesempatan dan menghargaiku. Aku seharusnya berterima kasih padamu, nggak boleh menjauhimu."Deven masih belum merespons."Oh ya, aku hanya kebetulan bertemu dengan Pak Justin di supermarket semalam. Dia sudah bilang padaku, pengunduran dirinya itu nggak ad
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K