Kyra mencengkeram tempat pena itu dengan kuat."Lepaskan!" ancam Deven. Namun, Kyra tetap tidak melepaskannya."Kuhitung sampai tiga. Kyra, kalau kamu masih nggak pergi kerjakan tugasmu setelah kuhitung sampai tiga, aku jamin akan membuatmu menyesal." Saat hitungan kedua Deven, Kyra terpaksa melepaskan tempat pena itu dan meletakkannya kembali ke meja. Setelah itu, dia berlari keluar dari kantor sambil menangis.Kyra duduk di anak tangga dan menangis cukup lama. Setelah itu, dia pergi ke gudang untuk mengganti seragam kotornya dan mengambil peralatan kebersihan untuk memulai pekerjaannya. Dalam hatinya terus mengutuk, 'Deven sialan! Tahunya cuma menindasku! Menindas Kyra kesayanganmu! Setelah menyiksaku sampai mati, aku mau lihat siapa lagi yang akan kamu siksa.'Namun setelah dipikir-pikir lagi, Deven begitu membencinya, kemungkinan dia hanya akan tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan jika Kyra meninggal. Mana mungkin dia akan bersedih? Kyra bahkan tidak yakin Deven akan mengh
Justin tentu saja bisa mendengar bahwa ucapan Deven ini adalah sebuah provokasi. Dia berbalik dan menanggapi dengan senyuman, "Pak Deven, terlepas dari apakah aku ini anggota Keluarga York atau bukan, tetap saja aku yang menjabat sebagai Presdir Grup York saat ini. Aku pamit dulu."Deven memicingkan matanya, lalu memerintahkan Ivan, "Selidiki.""Baik, Pak Deven.""Sudah jam berapa sekarang?" tanya Deven."Jam satu siang.""Kyra nggak makan?" tanyanya lagi."Belum, Nyonya masih mengepel lantai satu.""Bungkuskan makanan dari kantin untuknya," perintah Deven lagi.Ivan sangat paham bahwa Deven benar-benar perhatian terhadap Kyra dan ingin membawakan makanan untuknya. Ivan kemudian bergegas membawakan makanan dari kantin dan menyerahkannya pada Deven. Deven mengambil kotak makan itu, lalu masuk ke lift dan menekan tombol lift lantai satu. Dia ingat bahwa Kyra memiliki gula darah yang rendah. Jika tidak makan tepat waktu, Kyra bisa pingsan.....Di lantai satu Grup Scott. Di sana hanya ter
Tadinya Deven mengkhawatirkan serangan hipoglikemia Kyra kambuh karena tidak makan tepat waktu. Namun, kini dia malah melihat Kyra sedang berinteraksi dengan pria lain. Perasaan dalam hatinya bercampur aduk antara marah, gelisah, dan merasa terganggu melihat mereka berdiri bersama.Deven melemparkan kotak makanan di tangannya ke tong sampah di sebelahnya. Kemudian, dia melangkah cepat ke depan dan memposisikan dirinya di antara Kyra dan Justin. Deven memicingkan matanya dengan kesal saat menatap Justin, "Pak Justin, selera Anda memang unik. Membahas kerja sama sambil berkencan dengan wanita yang sudah menikah?"Ucapan itu langsung membuat suasana menjadi tegang."Deven, kamu bicara apa? Aku dan Pak Justin cuma kebetulan bertemu," sergah Kyra membela diri. Jika bukan karena cokelat yang diberikan Justin tadi, dia mungkin sudah pingsan ....Deven merasa ucapan Kyra terdengar seperti pembelaan diri yang mencurigakan. Dia menatap Kyra dengan tajam, "Nggak ada yang bakal ngira kamu bisu kal
Setelah menghapus air matanya, Kyra melanjutkan untuk bersih-bersih ruangan kantor. Dia membersihkan dua gedung ini hingga pukul satu subuh. Saking kelelahannya, kedua kaki Kyra sampai gemetaran dan perutnya sudah keroncongan. Namun, dia tetap saja harus terus bekerja. Setelah semuanya selesai, waktu sudah menunjukkan pukul dua subuh.Kyra berjalan keluar dari gedung Grup Scott dengan tubuh yang kelelahan. Angin dingin yang menusuk menerpa wajahnya. Tadinya dia ingin singgah ke minimarket untuk membeli mi instan, tetapi tiba-tiba sebuah mobil Bentley hitam berhenti tepat di depannya.Pintu mobil itu terbuka. Deven yang duduk di kursi pengemudi berkata dengan dingin, "Naik.""Nggak usah merepotkan Pak Deven, aku bisa naik taksi sendiri." Kyra tersenyum getir. Dia tahu bahwa Deven akan terus menyindir dan memakinya jika dia naik ke mobil itu. Hari ini Kyra sudah terlalu lelah, dia tidak ingin mendengar hal seperti itu lagi.Baru saja hendak berbalik, terdengar suara Deven yang mengancamn
Deven mengerutkan keningnya menjawab, "Benar.""Bu Kyra ...." Dokter baru saja ingin mengatakan bahwa Kyra sudah tidak bisa hidup lama lagi. Dia juga sedang hamil dan harus segera melakukan operasi untuk aborsi. Namun, sebelum memulai pembicaraan, terdengar suara batuk Kyra dari arah ranjang pasien. Deven dan dokter menoleh bersamaan, terlihat bahwa Kyra telah sadar dan wajahnya tampak sangat pucat."Deven, aku ingin minum air. Bisa nggak tolong bawakan aku segelas air?" tanya Kyra sambil menatap Deven dengan bibir yang kering dan lemas.Deven berdiri dengan anggun dalam balutan mantel hitam, kemeja putih, dan dasi hitam. Tatapan tajamnya menyusuri wajah Kyra yang tampak kurus, lalu dokter memberitahunya bahwa ada gelas sekali pakai di dispenser air di luar. Deven berbalik dan keluar dari kamar pasien.Kyra menunggu sampai Deven benar-benar hilang dari pandangannya sebelum menoleh ke arah dokter, "Jangan beri tahu dia tentang kondisiku.""Tapi Bu Kyra, dia itu suamimu. Lagi pula, kulih
Kyra menatap Deven dengan intens. Jelas sekali, dia telah mendengar ucapan Deven tadi. Kyra tidak merasa aneh terhadap respons Deven. Bagaimanapun, selama ini Deven memang mengharapkannya untuk mati. Namun saat mendengarnya secara langsung, Kyra tetap saja merasa sakit hati."Kenapa nggak berbaring saja? Untuk apa mondar-mandir?" tanya Deven sambil memelototinya dengan tak sabaran.Kyra sudah terbiasa dengan nada bicara yang ketus ini. Jadi, dia terus mengingatkan dirinya untuk membiasakan diri terhadap sikap Deven ini. Setelah itu, Kyra mengalihkan pandangannya dan membuka pintu toilet.Dengan salah satu tangannya yang memegang botol infus, langkah kakinya terasa agak sempoyongan. Dia hampir saja terjatuh, tetapi Deven langsung bergegas memapah lengannya. Namun, Kyra malah melepaskan diri dan menatap kaki Deven sambil berkata, "Nggak perlu pura-pura baik."Setelah masuk ke toilet, Kyra menutup pintunya. Deven mengelus hidungnya dan mendengus. Pura-pura baik katanya? Padahal Deven yang
"Kyra, jangan terus membahas uang denganku," ujar Deven. Kyra tidak tahu apa yang membuat Deven marah. Pria itu menekan dagunya dengan kuat sambil menggertakkan gigi untuk memberi peringatan.Menurut Kyra, Deven memang sakit jiwa. Dia susah payah memasak sarapan untuk Deven, tetapi malah dibuang. Mereka sudah menandatangani kontrak, tetapi Deven malah terus menunda untuk memenuhi janji.Kyra mendengus dan menimpali, "Pak Deven, sepertinya hubungan kita hanya sebatas kontrak sekarang. Semua tertera dengan jelas di atas surat perjanjian itu. Apa yang bisa kubahas selain uang? Sebaiknya kamu nggak ingkar janji."Ternyata di mata Kyra, hubungan mereka hanya sebatas itu. Deven sontak mencium bibir Kyra dan menggigitnya. Wanita ini bilang mencintainya, tetapi nyatanya hanya peduli pada uang.Deven merasa enggan dan tidak puas. Ke mana perginya Kyra yang begitu mencintainya dulu? Kyra berusaha keras mendorong Deven, tetapi pelukan Deven menjadi makin erat.Jika itu dulu, Kyra tidak pernah men
Ketika bersama Kyra barusan, Deven diliputi kebencian dan ingin sekali mencekiknya. Wanita ini terlalu pintar bersandiwara dan menggoda. Dulu ketika Deven merajuk, Kyra tetap akan merayunya dengan tubuh yang wangi dan hangat itu, lalu bergumam dengan manja, "Deven, aku mencintaimu."Deven akan tersenyum sambil bertanya, "Gimana kalau aku bersikap buruk padamu setelah kita menikah? Kamu masih akan mencintaiku?"Kyra tersenyum sambil menepuk dadanya dengan penuh percaya diri. Dia yakin Deven akan selalu bersikap baik padanya. Kalaupun tidak, dia akan menggunakan kehangatannya untuk meluluhkan Deven.Deven awalnya tidak percaya. Namun, setelah mendengarnya beberapa kali, ucapan Kyra itu menjadi terukir di benaknya.Kyra sudah berjanji akan selalu mencintainya seumur hidup tanpa peduli apa yang terjadi. Wanita ini malah bersama pria lain sekarang.Setelah kembali ke apartemen, Deven mandi air dingin untuk meredakan amarah dalam hati. Selesai mandi, dia mengambil ponselnya untuk menghubungi
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K