Hati yang ikhlas dan doa yang tulus adalah dua tentara yang tak terkalahkan. Ibnu Taimiyyah.(Azzura Balbina Ayyubi - Perjalanan Cinta Zayyan)Berulang kali Azzura menyentuh tangan Rafka, menjelaskan supaya laki-laki itu percaya padanya. Berulang kali pula Rafka menyentak dan mendorong tubuh itu dengan kasar. Azzura tersungkur ke lantai dengan berlinang air mata. Percuma saja menjelaskan, semua bukti mengarah padanya. Dia pasrah, menerima apapun yang terjadi hari ini. “Apa yang kamu harapkan lagi dari gadis ini, Nak? Bahkan di malam pernikahan kalian, dia tidak bisa memberikan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Kamu mau bekas orang lain, seberapa banyak dia tidur dengan laki-laki di luar sana kita tidak tahu,” ucap Savina memprovokasi Rafka supaya semakin jijik pada Azzura.Rafka melirik sekilas Azzura yang sudah tidak berdaya. Gadis itu menggeleng cepat menanggapi perkataan Savina. Wajahnya terlihat memelas. Namun, semakin membuat Rafka jijik.Rafka mendekat ke arah Azzura. Dia m
Pertahankan kesetiaan dan ketulusan sebagai prinsip utama dalam menjalani sebuah hubungan.(Azzura Balbina Ayyubi - Zayyan Haziq Priambudi)Ponsel Zayyan kembali berdering dengan penelepon yang sama, sang bunda. Namun, Zayyan kembali menolak panggilan tersebut. Dony melihat kegelisahan pemuda tampan itu, dia pun tersenyum sambil menepuk bahunya.“Kamu tinggal saja, nanti bunda dan nenekmu kecewa,” ucap Dony memberi solusi. Dia mengenal Zayyan, pemuda itu tidak pernah ingkar janji. Bagaimana keadaannya, dia akan menepati janji tersebut.“Bagaimana dengan gadis itu, Pa? Tidak mungkin aku meninggalkannya sendiri di rumah sakit, meskipun tidak terluka, tapi aku yang membuatnya begini. Mungkin saja dia syok karena hampir tertabrak,” ucapnya dilema. “Enggak apa, nanti biar Papa yang jaga dan urus semua. Besok pagi kamu temui dan minta maaf padanya,” ucap Dony menenangkan. Zayyan masih ragu, antara menuruti saran Dony atau tidak “Kamu sudah janji pada keluargamu, jangan kecewakan mereka,”
Untuk pertama kalinya, aku tak perlu mencoba untuk bahagia karena saat bersamamu, hal itu terjadi begitu saja. Seolah aku mendapatkan kebahagiaan seutuhnya.(Zayyan Haziq Priambudi – Cahaya Cinta Azzura)Zayyan segera memarkirkan mobil kesayangannya di garasi rumah. Dia langsung melenggang masuk menemui sang bunda. Wanita cantik nan hebat yang teramat penting dalam hidupnya. “Assalamualaikum,” sapanya, membuat beberapa orang yang ada di ruang keluarga melihat ke arahnya.“Wa’alaikumussalam,” jawab semua serentak.Wanita cantik berusia empat puluh tiga tahun itu langsung mendekat dan terlihat khawatir. “Kamu dari mana saja, Sayang? Kami menunggumu hampir tiga puluh menit,” ucapnya sambil menatap sang putra.“Maaf, Bunda. Ceritanya panjang, nanti habis makan malam aku ceritakan semuanya,” ucapnya sambil tersenyum manis.“Di luar sudah enggak hujan, sebaiknya kita berangkat sekarang,” ajaknya pada seluruh keluarganya. Mereka yang sudah bersiap pun mengangguk.“Kakek dan Nenek, ikut
Rahasia dari kesabaran adalah melakukan sesuatu dalam ketidakpastian. Namun, tetap berpegang teguh pada harapan.(Azzura Balbina Ayyubi)***Zayyan harus kecewa karena belum sempat meminta maaf pada gadis itu. Untuk wajah, dia masih bisa melihatnya, meskipun tidak jelas. Kalau pun bertemu kembali, dia bisa mengenalinya. “Maaf, Sus. Apa pasien memberitahukan datanya? Nama dan alamat rumah, atau lebih jelas kartu identitasnya,” tanya Zayyan pada suster yang masih belum selesai membersihkan kantong-kantong infus.“Tidak, Mas. Lebih jelasnya Mas bisa bertanya pada resepsionis,” jawab suster itu sungkan.Zayyan meninggalkan ruangan itu, dia menanyakan langsung pada resepsionis. Namun, hasilnya sama. “Pasien yang Anda bawa semalam mendapat fasilitas dari Dokter Dony sehingga kami belum sempat mendatanya. Biasanya Dokter Dony mempunyai datanya sendiri. Apalagi kalau itu keluarga beliau, kami tidak berani mendata sebelum mendapat persetujuan,” ungkap suster jaga tersebut menjelaskan.“Baik,
Islam mengajarkan agar keutuhan rumah tangga dijaga dan dipertahankan. Namun, bila tidak memungkinkan dan terjadi ketidakserasian maka cara darurat bisa di lakukan dengan perceraian.(Azzura Balbina Ayyubi)***Ayana dengan sabar menunggu sang sahabat tenang. Dia tidak akan membiarkan Azzura pulang ke panti dalam keadaan kacau. Dia tahu Bu Winda mempunyai riwayat penyakit jantung. Wanita itu sangat menyayangi Azzura, kalau melihat Azzura seperti ini pasti membuatnya terkejut. Hampir lima belas menit menunggu. Azzura sudah sedikit tenang. Gadis itu mengusap kasar sisa air matanya dengan tisu pemberian Ayana. Menghirup napas dalam-dalam lalu dia embuskan. “Bismillah ... aku bisa, aku kuat,” ujarnya sambil menerbitkan senyum manis di wajah cantiknya.“Itu baru sahabatku. Aku yakin kamu bisa!” ucap Ayana tidak hentinya memberi dukungan.“Aku harus bangkit demi kalian semua. Aku enggak akan mengecewakan kalian dengan terus terpuruk. Kak Rafka sudah tidak mengharapkanku lagi. Seperti h
Pertemuan bukanlah sebuah kebetulan. Bukan sesuatu yang harus ditunggu, tetapi sesuatu yang harus dicapai.(Zayyan Haziq Priambudi)ucapnya lirih.“Ibu tidak memaksamu untuk menghilangkan sekaligus pe Azzura menatap kepergian Rafka dari ruang sidang tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Bagaimana pun juga, laki-laki itu pernah ada di hatinya. Azzura berharap ada seutas senyum manis dari Rafka untuknya terakhir kali.“Sombong banget! Aku pastikan dia akan menyesali apa yang dilakukannya padamu. Ingin rasanya aku lempar dengan balok kayu yang ada di pojok ruangan. Sebel aku!” gerutu Ayana kesal, bahkan tangannya masih mengepal.“Kita pulang, yuk! Aku capek, Na,” ucap Azzura dengan menyunggingkan senyum manis. Jujur, Azzura semakin sedih dengan perilaku Rafka. Namun, dia berusaha menyembunyikannya dari sang sahabat.Seolah mengerti, gadis cantik tetapi tomboi itu mengangguk. Dia sangat tahu sang sahabat menyembunyikan kesedihan di depannya. Dia bisa memahami keadaan Azzura. Untuk itu, di
***Bagaimana bisa bangkit? Jika penyebab sedihmu masih terus dipelihara dengan mengingatnya setiap hari.(Azzura Balbina Ayyubi – Perjalanan Cinta Zayyan Haziq Priambudi )Kedua pemuda tampan itu masih bergeming di tempatnya. Mereka berdiri tidak jauh dari tempat Azzura duduk. “Bonusmu banyak, Zay. Beli satu, dapat delapan. Hidupmu pasti semakin berkah, menghidupi anak yatim,” bisik Zidan menggoda.Pletak!“Ngomong apa, sih? Aku enggak yakin kalau mereka semua anaknya,” ucap Zayyan sambil menonyor kepala sang sahabat.“Aw, sakit! Kupret kamu, Zay,” umpatnya.“Makanya, kalau bicara itu otak dipakai. Jangan dipakai pas bersama klien aja,” gerutu Zayyan.“Lha, cewek itu di sini bersama beberapa anak. Mungkin saja salah satu dari mereka itu anaknya,” ucap Zidan menerka.“Dilihat dari usianya mungkin sekitar 20 sampai 21 tahun, kemungkinan mereka bukan anaknya. Malah aku berpikir kalau dia seorang asisten rumah tangga atau pengasuh,” ujar Zayyan.“Zay, dia berdiri. Sepertinya mereka aka
Sederhana saja. Jika air matamu menetes setelah mengingatnya, berarti dia masih segalanya di hatimu.(Rafka – Cahaya Cinta Azzura)Rafka beranjak menuju kamar, setelah mendengarkan penjelasan sang mama dan sang adik. Rafka tak sanggup bila berlama-lama berbicara dengan mereka. Apalagi jika mereka membahas perihal perceraiannya.Sejenak Rafka termangu, mungkin mandi bisa menyegarkan tubuh dan pikirannya. Gegas Rafka menuju kamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Berharap air hangat yang membasuh tubuhnya dapat menghilangkan penat di hatinya. Sesaat kemudian, pemuda tampan itu sudah berada di balkon kamarnya. Menatap langit dan menikmati sinar bulan yang ditemani bintang. “Ya Allah, aku enggak menyangka akan berpisah dengan Azzura dengan cara seperti ini. Azzura ... kenapa kamu begitu tega mengkhianatiku?” ucapnya lirih. Tak terasa air matanya pun mengalir membasahi pipi.“Jujur, aku masih mencintaimu, Zura. Akan tetapi, aku tidak bisa memaafkan pengkhianatanmu,” ucapnya lagi.“Kamu
Saat ini Arash berada di stasiun untuk mengantarkan Zayyan dan Azzura. Ya, hari ini mereka berdua akan ke rumah Bik Jum dengan menggunakan kereta. Tentu saja semua itu permintaan dari Azzura yang tidak bisa diganggu gugat.“Kurang dua puluh menit lagi pemberangkatannya, Sayang. Lebih baik kamu duduk santai,” ujar Zayyan yang sejak tadi melihat sang istri mondar-mandir ke sana kemari. Baru kali ini, wanita cantik yang saat ini perutnya sudah mulai terlihat membuncit itu naik kereta.“Sayang sekali Filzah enggak ikut. Kalau dia ikut antar kami, pasti juga sangat senang karena belum pernah juga naik kereta,” sahut Azzura.“Arfi sedikit rewel, kayaknya mau tumbuh gigi, makanya Filzah enggak jadi ikut antar,” jawab Arash.“Kamu sudah menjadi suami siaga buat Filzah dan Arfi, bahkan di sela kesibukanmu kamu tahu setiap perkembangan Arfi, makasih, ya, Rash. Kamu benar-benar membuktikan ucapanmu untuk bahagiakan Filzah,” ucap Zayyan senang.“Tidak usah berterima kasih, Zay. Aku melakukan sem
Azzura terlihat berbinar saat Zayyan mengeluarkan motor sportnya dan menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. “Jangan lupa pegangan yang erat seperti yang kamu katakan tadi,” ucap Zayyan saat memasangkan helm untuk Azzura.Azzura mencebik. “Dasar modus,” ucapnya memukul dada sang suami.“Modus, tapi untuk kebaikanmu juga, Sayang,” jawab Zayyan menaik turunkan alisnya menggoda.“Lho, Den Zayyan dan Non Azzura mau ke mana malam-malam naik motor?” tanya Pak Heru satpam yang berjaga di gerbang utama kediaman keluarga Priambudi.Zayyan dan Azzura menyengir sebelum menjawab pertanyaan satpam yang sudah bekerja di rumah ini belasan tahun yang lalu itu.“Mau cari nasi goreng seafood permintaan bumil yang sedang ngidam ini, Pak,” jawab Zayyan sopan. Ya, meskipun pada bawahan Haziq dan Nirina selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghormati yang lebih tua tanpa merendahkannya.“Owalah, tapi kenapa pakai motor, Den? Udah malam, lho. Apa tidak takut masuk angin Non Azzura?” ucap Pak Heru me
Lima belas hari berlalu, setelah kepulangan Filzah dari rumah sakit. Saat ini, bayi tampan yang diberi nama Arfi Putra Elmani gabungan dari nama Arash dan Filzah itu sedang dikhitan. Permintaan Nirina dan Haziq untuk mengkhitan sang cucu saat bayi pun disanggupi Arash, begitu pun dengan Filzah yang menyetujuinya, meskipun masih terbesit tidak tega. Namun, dia yakin semua akan baik-baik saja.Pagi ini, seperti biasanya Arfi dimandikan Bik Ulil karena Filzah masih takut untuk memandikannya sendiri. Nirina dan Nirmala yang sengaja menginap di rumah Arash dan Filzah pun segera mengambil alih Arfi. Sudah biasa mereka akan berebut untuk menggendong Arfi yang ujungnya Nirina harus mengalah.Usai sarapan bersama, Dokter Dony membawa teman seprofesinya yang diminta untuk mengkhitan Arfi. Haziq dan Habibi mempersilakan dokter itu untuk segera mengkhitan sang cucu. Arash dan Filzah pun sudah menyiapkan tempatnya.“Sayang, kalau kamu enggak tega lihatnya, sebaiknya kamu ke kamar. Kata orang tua
Saat ini Arash dan Filzah berada di dalam kamar. Arash membantu mengemasi pakaian Filzah dan meletakkannya ke dalam koper. Laki-laki tampan itu terlihat bersemangat membantu Filzah. Sesekali ia mengusap lembut perut sang istri yang masih rata, lalu mencium keningnya.“Bagaimana dengan reaksi mama nanti, Kak? Aku pergi meninggalkan rumah dan Kak Arash begitu saja,” ungkap Filzah resah. Hatinya masih cemas memikirkan sang mama mertua yang tidak menyukainya.“Tidak usah risau memikirkan mama, Sayang. Ini kehidupan kita, rumah tangga kita. Aku akan tetap menjadi anak yang berbakti pada mereka, tapi aku tidak akan tunduk pada perintah mama yang sekiranya menyesatkan. Berbakti pada kedua orang tua tidak harus menyesatkan diri, bila mama salah aku akan menentangnya,” ucap Arash sungguh-sungguh. Dia tidak mau kehilangan Filzah lagi hanya karena sang mama.“Ba-bagaimana kalau Alvisyah hadir lagi dalam kehidupan rumah tangga kita. Tidakkah Kak Arash akan tergoda?” tanya Filzah lagi. Sebenarnya
Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi
Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera
Hati yang kuat takkan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad telah mengalahkan segalanya(Sekeping Hati)Usai menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Bik Jum, Filzah merasa beban yang ditanggung hatinya sedikit ringan. “Non Filzah sebaiknya istirahat dulu. Setelah melewati perjalanan panjang, pasti Non Filzah lelah. Sebentar Bibi siapkan sarapan buat Non,” ujar Bik Jum sambil mengantar Filzah ke kamar yang baru saja dibersihkannya.Filzah yang merasa lelah pun mengiyakan perintah Bik Jum. Gadis cantik itu menyeret koper dan membawanya masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan untuknya, kamar yang biasa dia tempati saat liburan di rumah Bik Jum.Filzah memilih membersihkan tubuhnya dulu sebelum beristirahat. Sekarang tubuhnya terasa segar dan lebih ringan—berkurang rasa lelahnya. Saat Filzah akan membaringkan tubuhnya, terdengar panggilan Bik Jum mengajaknya sarapan. “Non Filzah silakan melanjutkan istirahatnya. Nanti saatnya makan siang, Bibi akan bangunkan!”
Sebaik-baik rindu adalah rindu yang ketika terpenuhi menjadi energi baik untuk membuatmu semakin termotivasi.(Arash💔Filzah)Arash berulang kali mengacak rambutnya. Dia sangat menyesal sudah menyakiti Filzah, apalagi sudah menampar sang istri.“Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku begitu bodoh?!” Arash menatap telapak tangan yang sudah menampar wajah sang isteri lalu mengusap kasar wajahnya.“Filzah, maafin aku. Aku sudah mengingkari janjiku, bahkan aku sudah melakukan kekerasan fisik padamu. Aku merasa gagal. Aku bukan suami yang baik,” isaknya penuh penyesalan.. Bik Ulil merasa iba dengan apa yang menimpa sang majikan. “Sebaiknya Den Arash sekarang membersihkan diri dulu dan salat. Setelah tenang, Den Arash bisa mencari Non Filzah. Bibi akan menyiapkan makan malam dulu,” bujuk Bik Ulil.“Bik Ulil tidak usah menyiapkan makan malam untukku, aku belum lapar. Silakan Bibi menghangatkan lauk untuk makan malam. Lalu, Bibi makanlah lebih dulu. Usai mandi dan salat, aku akan mencari F
Cinta itu terlalu suci untuk dinodai, terlalu tinggi untuk dikhianati, terlalu indah untuk dikotori. Karena ia adalah anugerah yang harus dijaga kesuciannya, Diagungkan ketinggiannya, dan dikagumi keindahannya.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Filzah segera menutup dan menguci pintu kamar. Perlahan tubuhnya luruh menyandar pintu kamar. Air mata satu persatu jatuh. Arash yang menyadari kesalahannya telah berlaku kasar pada sang istri segera menyusul. Arash sudah tidak peduli keberadaan sang mantan dan mamanya. “Zah, tolong buka pintunya, Zah. Tolong maafkan aku!” pintanya sambil terus mengetuk pintu.Arash mendengar deru mobil Alvisyah meninggalkan rumahnya, tetapi Arash sama sekali tidak peduli. Saat ini yang terpenting baginya hanyalah Filzah. “Ya Allah, apa yang telah aku lakukan tadi? Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosi dan tanganku?” Arash mengusap kasar wajahnya, frustrasi, hingga terduduk di lantai depan pintu kamarnya.“Sayang, aku mohon, buka pintunya. Aku minta maaf,” u