Home / Rumah Tangga / Pengkhianatan Istriku / Bab 1. Malam Takbiran

Share

Pengkhianatan Istriku
Pengkhianatan Istriku
Author: Kariani Sukadi

Bab 1. Malam Takbiran

last update Last Updated: 2023-06-07 15:09:43

Allahu Akbar … Allahu Akbar. Laila Ila Hailahu Allahu Akbar … Allahu Akbar Walillah Ilham.

Takbir menggema diseluruh jagat raya. Sementara, aku masih mengumpulkan botol bekas untuk dijual. Besok lusa sudah ditutup tempat pengepul karena lebaran tiba. Sedangkan aku masih sibuk mencari uang untuk sesuap nasi. Memenuhi kebutuhan kelaurga kecilku. Padahal, lebaran esok hari sudah tiba. Di sini aku masih bergelut dengan peluh, dan keringat yang bercampur debu. 

Ibu sudah tak lagi mampu mencari barang-barang bekas. Usaha ini terpaksa aku jalankan untuk bertahan hidup. Sudah sejak dari kemarin hujan mengguyur kotaku. Bahkan, di hari terakhir menjelang puasa ramadan tetap saja air membasahi bumi.

"Kamu mau apa? Penampungan sudah tutup sejak sore tadi. Tidak tidak lagi menerima barang bekas." Mang Damin berdiri menatapku acuh tak acuh. Pria paruh baya itu, tampak akan meninggalkan tempat penampungan barang bekas. 

"Tapi, Mang. Aku dan ibuku perlu makan malam ini besok sudah hari lebaran. Tolong buka sebentar, ya," pintaku memelas. Berharap Mang Damin punya hati nurani, untuk menerima barangan rongsokan yang kubawa.

"Tidak bisa. Saya juga mau takbiran malam ini. Silahkan bawa kembali seminggu lagi kemari." 

Tubuhku terasa lemas saat Mang Damin menolak barang rongsokan yang kubawa. Sudah seharian aku berkeliling untuk mencari botol bekas. Agar bisa menghasilkan uang untuk makan. Namun, semua pengepul sudah tidak lagi menerima dengan alasan malam takbiran. 

"Mang, tolonglah. Aku dan ibuku bisa mati kelaparan kalau tidak ada uang buat kami makan lusa. Besok pengepul sudah tutup dan waktu akan dibuka seminggu lagi kami harus makan apa, Mang?"

"Bukan urusanku. Kalian mau makan apa. Pergi sana!" Usir Mang Damin. Pendiriannya tetap kekeh tidak mau menerima barang milikku. 

Dia segera menutup pintu gudang pengepul dengan kuat. Lelaki itu, segera pergi berlalu tanpa rasa bersalah. Aku duduk terdiam sambil menenteng karung yang berisi barang rongsokan. Sedangkan Rafa, masih tetap dalam gendongan di punggung belakang. Dia sudah kehujanan dan kedinginan sejak tadi pagi. Tapi anakku yang malang masih betah tidur dalam gendongan. Mungkin Rafa tahu kesusahan orang tuanya. Harus berjuang sambil mencari nafkah.

Tubuh mungilnya pun sudah basah kuyup karena rintik hujan. Sungguh, tidak tega melihat anak malang seperti dia. Masih berumur empat tahun harus ikut merasakan derita ayahnya. Mencari sesuap nasi demi bertahan hidup. Apa hendak dikata. Nasibku yang malang tak berubah meski sudah berusaha bekerja keras. 

Bukan aku tak sayang padanya, namun pilihan tidak ada lagi. Sejak umurnya tiga bulan, Rafa sudah ditinggal ibunya. Sakira pergi meninggalkanku bersama Rafa hanya karena tak tahan hidup susah. Dia memilih laki-laki lain yang lebih kaya. 

Kini, sudah empat tahun berlalu. Namun, tak pernah kudengar lagi beritanya. Saat terakhir kita bertemu, dia sudah menikah dengan pria idamannya. Ya, karena aku miskin dia berpaling dan meninggalkan Rafa yang masih bayi merah.

"Mas, pokoknya aku minta cerai sama kamu. Aku tidak tahan hidup susah terus menerus denganmu, Mas. Sampai kapan hidupku begini. Sampai kapan, Mas," ucap Sakira kala itu. Matanya memerah menatapku. 

"Sabar, Sakira. Mas juga lagi berusaha kerja agar hidup kita enak dan bahagia."

"Kalau begini terus aku tidak tahan, Mas. Kamu cuma kerja sebagai buruh harus menanggung ibumu yang penyakitan itu. Rumah juga masih mengontrak. Kapan kita senang, Mas."

"Istighfar, Kira. Ibu itu orang tua kandungku. Kamu gak boleh ngomong begitu. Hanya dia satu-satunya keluargaku. Kalau bukan aku, lalu siapa lagi yang akan merawatnya."

"Usaha dong, Mas. Usaha!" Teriak Sakira.

Tangisnya pecah ketika suaranya melengking tinggi. Sementara, bayi Rafa menangis karena mendengar teriakan ibunya. Mungkin dia haus karena sejak tadi Sakira belum memberinya ASI. 

Kuraih tubuh Rafa yang terus menangis. Memberikan kepada Sakira. Namun, dia menolak untuk menyusui. Berbagai alasan dia katakan. 

"Sakira, Rafa menangis. Tolong kamu susui dia," ucapku lembut.

"Aku tidak mau. Berikan saja dia minum susu formula."

"Astagfirullah, Sakira. Kamu itu ibunya, masa tega membiarkan Rafa minum susu formula."

"Mulai sekarang kamu yang urus Rafa, Mas. Kamu bisa membeli obat untuk ibumu. Tapi tidak bisa memberikan susu untuk anak sendiri."

"Ibu sedang sakit, Kira. Kalau dia tidak diberi obat maka bisa semakin parah penyakitnya."

"Itu urusanmu, Mas. Pokoknya aku tidak mau menyusui Rafa."

Buk!

Sakira langsung pergi ke kamar, lalu membanting pintu sekuatnya. Ibu yang mendengar pertengkaran kami pun langsung ke luar dari kamar.

"Ada apa lagi to, Le. Kamu bertengkar lagi sama istrimu?"

"Ndak, Bu. Kami tidak bertengkar kok. Ibu istirahat saja nanti malah capek," ujarku.

"Kalau hidup Ibu jadi beban buatmu lebih baik Ibu pergi saja dari sini. Ibu tidak ingin rumah tanggamu hancur gara-gara Ibu."

Ya Tuhan!

"Ibu gak usah ngomong gitu. Aku akan menjadi anak durhaka bila Ibu pergi."

Sebagai suami, tentu aku tidak ingin terus membela istri. Bukan tak mau, tetapi keadaanlah yang memaksa tetap begini. Siang dan malam sudah bekerja keras membanting tulang. Demi menutupi semua kebutuhan. Namun, nasib baik belum berpihak kepadaku.

"Itu Rafa kenapa, Le? Kok sedari tadi menangis terus?"

"Rafa haus, Bu. Sakira tidak mau menyusuinya."

"Ya Allah, kenapa ibunya gak mau menyusui, Danu?" tanya ibu lagi.

Aku bergeming. Tangis Rafa terus saja berpanjangan. Membuat hatiku terasa sakit. Bukan tak ingin membelikan dia susu, namun keuanganku tidaklah cukup. Jangankan untuk membeli susu formula, untuk makan saja harus bekerja keras.

Dari pagi sampai jam lima sore aku bekerja sebagai buruh bangunan. Selesai itu, masih harus mencari barang rongsokan dan menjual kepada pengepul barang bekas.

Gaji hasil kerja menjadi buruh kuberikan kepada Sakira untuk memenuhi kebutuhan. Uang hasil mencari barang rongsokan aku berikan pada ibu untuk membeli obat. Ibu divonis dokter terkena penyakit paru-paru. Perobatannya tidak boleh telat selama enam bulan. Setiap satu Minggu sekali, aku harus menebus di puskesmas terdekat.

"Ayah, Rafa lapar," ucap Rafa membuka mata.

"Sabar, ya, Nak. Sebentar lagi kita akan beli makanan."

"Ayah, apakah malam ini kita akan makan enak? Sekarang malam takbiran. Besok hari raya. Teman-temanku semuanya sudah membeli baju baru buat besok. Kapan aku bisa punya baju baru juga, Yah?" tanya Rafa dengan mata yang berbinar.

"Maafkan Ayah, Nak. Ayah pria yang tak berguna. Bahkan, untuk membeli sepotong baju saja tidak bisa."

Kupeluk tubuh kurus Rafa. Sembari menangis di pelukannya. Jujur, ingin sekali memberikan semua apa yang dia inginkan. Akan tetapi, keadaan ekonomiku tidak bisa membuatnya tertawa seperti anak-anak yang lainnya.

"Ayah, kenapa nangis? Rafa gak papa kok kalau Ayah belum bisa belikan baju untuk Rafa. Baju yang lama pun tak apa-apa."

"Ayah janji, bila nanti punya uang banyak akan membelikan Rafa baju baru."

"Iya,Yah. Rafa ngerti kok Ayah belum punya uang."

Oh Tuhan! Bagaimana anak sekecil Rafa bisa mengerti. Sungguh, aku malu telah menjadi ayah yang gagal. Andai, saja keajaiban bisa terjadi. Aku akan tak meminta banyak kecuali baju lebaran. 

Suara takbir masih terdengar bergema dari arah masjid. Aku dan Rafa pergi meninggalkan tempat penampungan dengan langkah gontai. Usaha untuk menjual barang rongsokan telah gagal. Rencananya, akan membelikan baju baru buat ibu dan Rafa bila barang bekas terjual.

Aku sudah mengumpulkan uang tabungan beberapa bulan lalu untuk persiapan lebaran. Ditambah sedikit lagi pasti bisa membelikan mereka baju baru. Dari tahun ke tahun ibu tak pernah memakai baju baru. Ingin sekali memberikan hadiah gamis. Walau harganya tidak mahal. Pasti ibu bahagia menerima pemberian dari anak laki-lakinya. 

Bahkan, baju yang dia gunakan sudah robek sana sini. Tidak layak untuk dipakai. Namun, ibu tak pernah mengeluh. Dia mengerti keadaan ekonomi kita sangat sulit. Jangankan untuk membeli baju lebaran, untuk makan besok saja uang tidak cukup. Tempatku bekerja libur satu Minggu. Otomatis aku tidak bisa bekerja selama itu. Harus ada stok makanan di rumah, sementara hasil pencarian barang bekas belum terjual.

"Ayah, apakah kita akan pulang sekarang?" Rafa bertanya sambil menatapku. 

"Iya, Nak. Kita akan pulang ke rumah. Maaf, Ayah belum bisa memberikan baju lebaran untuk kamu."

"Ndak apa, Yah. Rafa ngerti kok Ayah lagi gak punya uang. Rafa tidak akan minta apa-apa," ucap Rafa menghapus jejak air mataku. Senyumnya membuatku bersemangat terus berjuang merubah nasib. 

Aku terus saja melangkah menyusuri jalan yang becek. Hujan masih enggan untuk berhenti. Meski gerimis masih turun membasahi bumi. Akan tetapi, tak menyurutkan langkah sebagain orang untuk mengumandangkan takbir. Menyebut kebesaran Allah. Setelah agak jauh meninggalkan penampungan barang rongsokan tiba-tiba suara yang tidak asing lagi menyapa. Membuatku seketika menghentikan langkah.

"Danu, tunggu!"

***

Bersambung.

Related chapters

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 2. Neng Naina

    Aku seketika menoleh ke belakang, saat mendengar suara yang tidak asing lagi memanggil. Melihat melihat Naina berdiri di samping mobil.Naina adalah anak—Pak Haji Agus. Pemilik tempat penampungan barang bekas. Pak Haji Agus adalah orang terkaya di kampung ini. Usahanya telah dikenal oleh masyarakat desa sekitar. Dahulu, dia juga merintis usaha rongsokan dari nol. Lama kelamaan menjadi maju, hingga bisa mengantarkan semua anak-anaknya sampai sekolah sarjana."Naina?!""Kamu mau apa malam-malam begini ke sini, Danu? Dan anakmu kelihatannya sudah kedinginan." Naina menatap heran. Mungkin sedang berpikir kenapa ada laki-laki gembel sepertiku masih berkeliaran malam-malam. Sedangkan takbiran sudah tiba. Semua orang merayakan dengan keluarga, tetapi aku malah di jalanan seperti gembel. "Aku ingin menjual botol bekas hasil pencarian hari ini. Tapi kata Mang Damin sudah tutup. Jadi, botol bekasnya mau dibawa pulang lagi, Neng.""Memang Mang Damin ke mana? Kok gudangnya ditutup?""Aku gak tah

    Last Updated : 2023-06-07
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 3. Baju Gamis Buat Ibu

    Mobil berhenti tepat di sebuah toko pakaian. Naina memintaku untuk turun. Masih ada toko penjual baju yang masih buka pada malam takbiran. Padahal, waktu saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun, keramain seakan tidak membuat para pengeruk rezeki ingin tidur.Mereka tetap menjajakan baju hingga malam. Beruntung masih ada toko baju yang buka, hingga aku bisa membelikan ibu baju baru. Ya, impian yang selama ini telah tertunda. Melihat ibu memakai gamis baru terlihat cantik.Bertahun-tahun memimpikan ibu memakai baju baru di hari raya idul fitri. Kemudian, kami akan datang bersilaturahmi ke rumah tetangga. Seperti tradisi yang sudah dijalankan selama ini. Saling maaf, memaafkan di hari idul fitri. Di mana manusia akan kembali suci. Bagai bayi yang baru lahir, lalu dihapuskan dosa-dosanya."Kang Danu, ayo turun! Kita belikan baju buat Emak," ucap Naina tersenyum lebar."Naina, ini toko baju yang sangat besar. Pasti harganya sangat mahal. Maaf, aku takut duitnya gak cukup buat

    Last Updated : 2023-06-07
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 4. Duka

    Tubuhku gemetar menahan tulang yang seakan tiba-tiba rapuh. Dada bergemuruh hebat ketika melihat jasad ibu terbujur kaku menjadi mayat. Malam takbiran berubah menjadi lautan tangisan duka. Oh, ibu. Mengapa pergi begitu cepat. Padahal, ingin memberikan hadiah baju gamis untukmu. Baju gamis yang sempat tadi dibeli jatuh begitu saja. Tepat di samping jenazah ibu. Tangisan langsung pecah melihat orang yang paling aku sayangi. Menyaksikan ibu yang kucintai harus menghembuskan napas terakhir di malam takbiran. Di saat semua orang merayakan hari bahagia, aku malah berduka. Tak kuasa menahan rasa sesak yang menyeruak. "Mas Danu, ibu menghembuskan napas terakhir kali ketika lepas azan magrib berkumandang. Aku tadi sempat memberikan air hangat untuk Ibu berbuka puasa," ucap Wiji. Menundukkan wajah seolah menyesal telat memberi kabar. Bukan salahnya juga bila ibu pergi. Semua yang terjadi sudah takdir.Selama ini, aku menitipkan ibu pada Wiji. Kebetulan jarak antara rumah dengan kontrakkan tid

    Last Updated : 2023-06-07
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 5. Talak

    Rintik hujan turun membasahi bumi. Mengiringi pemakaman ibu. Selesai salat idul fitri beberapa warga menunaikan kewajiban fardhu kifayah. Mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.Air mataku kembali turun membasahi pipi. Kala melihat tubuh wanita yang sudah lebih dari dua puluh tahun mengasuh, dan menemani. Kini, dia terbaring kaku di dalam tanah. Oh, ibu maafkan anakmu yang belum bisa membuatmu bahagia."Danu, azankan ibumu untuk yang terakhir kali," ucap Pakde Jarwo."Inggih, Paman."Suara azan menggema di tengah kuburan. Disertai cairan bening yang terus menetes membasahi pipi. Tak kuasa melihat jasad wanita yang begitu kucintai telah kembali pada yang Maha Kuasa.Selesai azan, jasad ibu ditutup dengan tanah. Perlahan gundukan membentuk seperti gunung. Kutaburi bunga dan daun pandan di atas pusara makam ibu. Aroma wanginya tercium cuping hidung. Di dalam sana ibu tidur untuk selama lamanya."Mas Danu, ayo pulang! Pemakaman sudah selesai.""Sebentar, Wiji. Aku masih in

    Last Updated : 2023-06-07
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 6. Tuan Dermawan

    Dari kemarin harinya, hujan lebat mengguyur desaku. Mulai dari pagi sampai pagi lagi, air terus turun membasahi bumi. Aku pun tidak bisa mencari botol bekas seperti biasa. Kulirik Rafa yang tertidur dengan pulas, saat meringkuk memeluk bantal guling butut. Wajahnya terlihat tampan meski memakai baju kumal.Aku tahu, anakku itu tidur sambil menahan lapar. Dari sore kami belum makan apa pun. Bukannya tidak ingin memasak, tetapi aku tidak punya uang untuk membeli bahan pokok. Bahkan, sebutir beras pun tidak ada di rumah. Jadi, bagaimana aku bisa membuatkan makanan? Rafa masih terlalu kecil untuk mengetahui beban berat apa yang menimpa ayahnya. Andai, dia sudah dewasa. Mungkin akan tahu sulitnya hidup jika tidak punya penghasilan tetap. Hanya mengandalkan hasil mulung. Biasanya, ibu akan meminjam beras dari tetangga, atau paling tidak bisa mencabut singkong yang ada di belakang rumah. Namun, beberapa hari sesudah dia pergi sangat terasa. Jika kehadiran beliau sangat berpengaruh. Kini, ak

    Last Updated : 2023-07-25
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 7. Tetangga Orang Kaya

    Di luar hujan masih saja turun dengan deras. Seolah langit sedang menangis menumpahkan segala kesedihannya. Sejak ibu meninggal aku tak punya hasrat untuk hidup. Ditambah harus membesarkan Rafa seorang diri. Bekerja keras membanting tulang pun uang tak cukup. Hanya bisa untuk makan sehari. Esok atau lusa harus mencari lagi. Bulan depan Rafa sudah mulai sekolah TK. Aku tak punya biaya untuk membuat pendidikannya lebih layak. Uang sekolah masuk TK membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sementara, pekerjaanku sebagai buruh bangunan, dan pengumpul botol bekas tidak cukup untuk makan. Bagaimana bisa menyekolahkan Rafa ke nol besar. "Eh, Pak. Duduk sini! Kenapa berdiri saja di sana?" tanya wanita yang sedari tadi membicarakan Pak Anton."Makasih, Bu. Saya di sini saja. Baju saya basah," jawabku agak sungkan. Perhatian para ibu-ibu langsung tertuju padaku."Tak apa-apa, Pak. Mari makan gorengan saat cuaca hujan begini. Cocok untuk situasi yang dingin. Perut terisi dan badan menjadi hangat."

    Last Updated : 2023-07-25
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 8. Nasi Basi

    "Ayah, Rafa lapar," ucap Rafa memegangi perutnya yang kempes.Aku menatap wajah putra semata wayangku iba. Merasa bersalah pada anak sendiri yang baru berumur empat tahun. Seharusnya, masa kecil Rafa dihabiskan dengan penuh kebahagian. Bermain dan tertawa bersama teman-temannya. Namun, harus menderita bersamaku di sini. Hidup miskin dalam tekanan ekonomi.Pekerjaanku masih menumpuk. Belum selesai mengaduk bahan bangunan. Masih ada sisa sepuluh menit lagi untuk waktu istirahat. Namun, Rafa tak mungkin menahan lapar sampai waktu itu tiba. Jatah makanan untuk para pekerja sebentar lagi akan datang. Akan tetapi, Rafa sudah merengek minta makan."Bang, bisakah aku minta jatah makan duluan untuk anakku?" tanyaku pada Bang Furqon. Dia kepala mandor yang baru tempatku bekerja di sini."Nih makan nasi sisa kemarin!" Bang Furqon meletakan nasi berwarna kuning di atas meja dengan kasar."Bang, nasinya sudah basi dan berbau. Tidak layak lagi untuk dimakan.""Emang kalau makan nasi yang sudah kuni

    Last Updated : 2023-07-25
  • Pengkhianatan Istriku   Bab 9. Ibu yang Dirindukan

    Aku terkejut ketika melihat wajah Sakira berada di berita televisi. Saat sedang menikmati makan siang dengan para pekerja lainnya. Tanpa sengaja aku menjatuhkan gelas. Menimbulkan bunyi yang sangat keras. Membuat mata Bang Mandor mertua membulat sempurna menatapku."Danu!" Seru Bang Mandor. Matanya langsung melotot ke arahku.Pandanganku masih menatap layar televisi berukuran 14 inch. Sakira Farida Safira sedang diwawancarai sebagai bintang tamu. Kini, dia bekerja sebagai model tabloid wanita, dan juga model butik terkenal. Wanita yang namanya masih terukir indah dalam hati. Walau dia sudah bersuami.Meskipun sempat kecewa pada Sakira, tetapi sampai detik ini, aku masih menyimpan rasa pada dia. Terlebih Sakira Safira adalah ibu dari anakku. Wanita yang sudah membawa Rafa ke dunia. Salahkan aku bila masih mencintainya?"Dasar anak buah bodoh! Apa kau tidak punya mata ha!" Hardik Bang Mandor.Bang Mandor seketika menampar pipiku. Hingga menimbulkan bercak merah. Hampir saja aku terjatuh

    Last Updated : 2023-07-25

Latest chapter

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 93. Balasan Untuk Istri Pengkhianat

    Bab 93. Balasan Untuk Istri PengkhianatTak lama kemudian, Arga datang membawa surat kontrak CV Anugerah. Menyerahkan kepada Rani, dan mengalihkan tanda tangan padanya. Arga memberikan pena, lalu memintaku untuk tanda tangan."Ini surat pengalihan kontrak kerja dengan CV Anugerah, Rani. Kau boleh membacanya terlebih dahulu sebelum Danu menyerahkan padamu dan menandatangani surat kuasa," ucap Arga menyerahkan dokumen kepada Rani."Baiklah, Arga. Akan kuperiksa lebih dahulu sebelum ditandatangani Danu.""Kau adalah wanita licik yang menggunakan cara kotor untuk meraih kesuksesan," sarkas Arga."Memangnya kenapa jika aku melakukannya. Bukankah dia juga sama melakukan dengan cara curang?""Kau benar-benar wanita iblis, Rani," cibir Arga."Diam! Aku tidak meminta pendapatmu, Arga!" Bentak Rani. Seraya meletakkan dokumen di hadapanku."Tandatangani dokumen pengalihan ini, Danu!""Kau sudah berjanji akan membebaskan Aisyah bila aku memberikan dokumen pengalihan surat kontrak kerja itu, kan?

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 92. Syarat

    Bab 92. Syarat"Sial!" Umpatku kesal. Rani langsung memutus sambungan telepon."Ada apa, Danu?" tanya Arga mengernyitkan dahi."Rani memintaku untuk datang sendirian ke gudang tua. Dia menyekap Aisyah, Arga.""Astaga! Kurasa perempuan itu sudah tidak waras, Danu.""Kita harus bagaimana ini, Arga.""Tenangkan dirimu, Danu. Aku akan berusaha untuk membantumu.""Baiklah.""Kau pergilah temui Rani. Bicarakan baik-baik dengan dia.""Oke, aku pergi dulu.""Jaga dirimu baik-baik, Danu!""Iya, Arga.""Den Danu, Mamang ikut, ya." Mang Dadang menyela, ketika aku akan masuk ke dalam mobil."Tidak usah, Mang. Sebaiknya Mang Dadang pulang saja jaga Kakek. Dan jemput Rafa di sekolah. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada Rafa.""Baiklah, Den Danu. Mang Dadang akan jemput Rafa di sekolah. Den Danu hati-hati di jalan, ya!""Iya, Mang. Aku titip Rafa, ya!""Inggih, Den. Mamang akan jaga Rafa dengan taruhan nyawa."Aku mengangguk tanpa menjawab, lalu segera masuk ke dalam mobil. Melaju dengan kecepatan ti

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 91. Dalang Penculikkan

    Bab 91. Dalang PenculikkanJantungku terasa berdetak kencang. Ketika mendengar suara teriakan Aisyah, sebelum menutup telepon. Sumpah demi Tuhan. Aku takut terjadi sesuatu pada Aisyah dan bayiku.Bentley hitam melaju dengan kecepatan tinggi. Menyalip beberapa mobil yang lewat. Walau mendapat sumpah serapah pada pengendara yang lain, tetapi Arga tetap tak peduli. Aku masih terus meminta agar pulang ke rumah.Sampai di rumah aku tak melihat siapa pun. Ketika masuk kakek hanya memandangku pongah. Memasuki halaman dengan napas ngos-ngosan."Danu, apa yang telah terjadi padamu? Kenapa kau masuk tanpa permisi ataupun mengucap salam. Seperti habis dikejar setan saja," ujar kakek menatap heran."Kakek, di mana Aisyah?"Aisyah?" kening kakek mengernyit."Iya, Aisyah.""Aisyah sudah pergi ke rumah sakit.""Siapa yang sudah mengantarkan Aisyah?""Si Dadang. Memangnya kenapa?""Kakek yakin Mang Dadang yang sudah mengantarkan Aisyah?""Ya tentu saja. Apa kau pikir Kakek ini sudah pikun? Tidak bisa

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 90. Mati Kutu

    Bab 90. Mati KutuSetelah kepergian Sakira, Jodi dalam pengasuhan ku. Walau kadang dia terlihat bersedih, lambat lain Jodi kembali ceria. Meski tidak seperti dulu lagi. Kadang, aku memergoki Jodi melamun. Memperhatikan teman-temannya bermain. Juga orang tua yang menggendong anaknya.Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, Jodi didaftarkan di sekolah Paud. Mungkin dengan begitu dia sedikit melupakan kesedihan kehilangan ibunya.Tiga bulan kemudian, kasus kebakaran terungkap. Bukti-bukti mengarah kepada Rani. Polisi menemukan satu anting yang jatuh di dekat area halaman. Saat itu, pihak petugas menelpon. Memberi tahu penemuan barang bukti."Selamat siang, Tuan Danu," ucap Briptu Zidan."Selamat siang, Pak.""Kami menemukan barang bukti satu buah anting mutiara di halaman depan. Apakah ini milik korban?""Bukan, Pak. Sepertinya, aku mengenal pemilik anting ini.""Bisa Anda jelaskan siapa pemiliknya?""Anting itu milik mantan istriku. Aku sendiri mengenalnya karena itu hadiah ulang tahunnya

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 89. Burung Gagak Hitam

    Bab 89. Burung Gagak HitamWajah Rani membeku seketika saat Tanaka berakhir di penjara. Mungkin dia juga tidak menyangka. Kalau aku adalah pemilik perusahaan Anugerah. Saat itu, usahanya untuk membuatku bangkrut sia-sia. Benar apa pepatah mengatakan, 'apa yang kau tanam itulah yang kau petik.'Tanaka telah memetik buah dari keserakahannya. Dia mendapatkan hukuman tujuh tahun kurungan. Terbukti melakukan tindak pidana. Kini, tinggal Rani yang masih gencar untuk menjatuhkan perusahaanku."Ingat, Danu. Aku pasti akan membalas dendam atas semua perbuatanmu. Kau telah membuat kakakku masuk ke dalam penjara. Rasakan pembalasanku nanti," ucap Rank dengan nada mengancam"Sadarlah, Rani. Balas dendam itu tidak baik. Jadilah dirimu sendiri seperti dulu. Aku suka Rani yang manis dan imut seperti bintang film India.""Cih! Najis!" Cemooh Rani.Aku menarik napas. Memijat dahi yang terasa sakit. Berkali-kali menahan dada yang sesak. Tidak kusangka secepat itu Rani berubah. Seolah beberapa tahun keb

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 88. Kalah Telak

    Bab 88. Kalah Telak"Celaka, Danu. Pabrik kita yang meproduksi mei instans terbakar pada bagian Utara," ucap Arga pongah. Seketika datang dengan napas tersengal-sengal."Apa?""Tidak ada satu barang pun yang bisa diselamatkan dari sana. Semua telah ludes terbakar.""Apa yang terjadi di sana, Arga?""Menurut satpam penjaga kebakaran terjadi karena adanya korsleting listrik.""Kalau begitu ayo, kita segera melihat ke sana," ujarku."Ayo!"Arga mengikuti langkahku dari belakang. Kami segera menuju ke pabrik mie instan, yang beroperasi pada jam malam. Pabrik itu, tak pernah sepi karena terbagi menjadi dua sip. Ada karyawan yang masuk jam kerja pagi. Ada juga yang masuk pada jam enam malam hingga jam enam pagi. Semua berjalan normal ketika aktivitas para karyawan dimulai.Bentley hitam menuju ke arah pinggiran kota. Ketika aku dan Arga sudah sampai di tempat itu, seluruh pabrik telah ludes terbakar. Hanya tinggal sisa sedikit saja pada bagian pengemasan."Apa yang telah terjadi?" tanyaku p

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 87. Iri Bilang, Bos

    Bab 87. Iri Bilang, BosAku pulang dengan raut yang gusar. Tidak disangka mereka berdua telah menipuku habis-habisan. Bagaimana Rani bisa setenang itu, pura-pura mencintaiku. Padahal, dia wanita pengkhianat.Sampai di rumah aku segera membuka jas, lalu melemparkannya asal. Aisyah yang melihatku kesal menatap heran."Mas, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti habis kalah judi?""Aku sedang tidak bercanda, Ais. Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku tidak ingin diganggu.""Katakan kalau kamu punya masalah. Aku akan coba membantumu.""Tidak ada," jawabku ketus. Membuka dasi, lalu mencampakkan asal.Aisyah yang melihatku geram masih bergeming. Menatapku dengan pandangan heran. Mungkin dia sedang berpikir aku lagi punya masalah.Lama kami terdiam tanpa saling berbicara. Namun, Aisyah dengan sabar menungguku. Hingga emosi menjadi reda. Saat itu, dia kembali lagi sambil membawa segelas jus buah naga."Minumlah! Biar mood kamu bagus, Mas," ujarnya. Meletakkan gelas berisi jus buah naga di atas

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 86. Rahasia Terungkap

    Bab 86. Rahasia TerungkapHatiku terasa mencelos. Ketika mendengar ucapan Sakira. Ada yang disembunyikan. Namun, Sakira tak ingin mengatakan ada rahasia apa antara Rani dan juga Tanaka. Jujur, aku merasa ketar ketir saat melihat mereka datang ke pesta pernikahan Naina. Bergandengan tangan layaknya pasangan kekasih.Berkali-kali kutarik napas. Untuk menghirup oksigen dalam rongga dada. Barangkali bisa mengurangi rasa sesak yang sedari tadi menghimpit. Mungkin dengan melonggarkan dasi bisa membuatku lebih rilex. Akan tetapi, tetap saja suasana hati terasa kaku. Seolah sedang mati rasa. Duduk salah berdiri pun juga salah."Danu, celaka dua belas!" ujar Arga. Tiba-tiba saja dia masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu. Membuatku mengernyitkan dahi."Ada apa? Kenapa kau seperti melihat hantu, Arga?""Apa kau belum tau kalau perusahaan yang ada di distrik Selatan sudah diambil alih?""Maksudnya?""Para karyawan tadi menelponku kalua PT Adikarya sudah beralih tangan.""Beralih tangan?""I

  • Pengkhianatan Istriku   Bab 85. Talak Tiga

    Bab 85. Talak TigaDadaku terasa sesak. Bagaimana dihimpit batu besar. Ketika mendengar Rani meminta talak. Siang itu, selesai makan kami bertiga kumpul di ruang keluarga. Dengan disaksikan kakek dan Aisyah, aku menjatuhkan talak untuk Rani.Sebuah bukti baru yang kudapat dari nomor tak dikenal, telah mengirimkan foto-foto Rani bersama selingkuhannya. Rasa sesak di dalam dada memenuhi rongga paru-paru. Bagai ditimpa beban berton-ton. Sakitnya hingga ke tulang belulang."Rani, pikirkan baik-baik permintaanmu. Benar kamu ingin meminta talak pada Danu?" tanya kakek menatapnya."Iya, Kek. Keputusanku sudah bulat. Hari ini aku akan angkat kaki dari sini untuk selamanya. Aku langsung meminta talak tiga," jawab Rani tanpa ragu."Sudahlah, Kakek. Untuk apalagi Kakek membujuk wanita seperti dia. Wanita yang tidak pantas menjaga kehormatan dirinya, dia tidak pantas untuk dipertahankan," ucapku menyela."Sabar, Danu. Semua bisa kita selesaikan secara baik-baik. Tidak harus memakai kekerasan fisi

DMCA.com Protection Status