“Hah sudahlah, tidak ada satu pun baju yang menarik perhatianku. Meskipun sebenarnya Nora butik adalah butik yang sangat terkenal, tapi aku jadi tidak mood belanja di butik ini setelah bertemu dengan temanmu yang tidak sopan itu. Harusnya kau adukan sikap temanmu itu pada atasanmu agar dia segera dipecat. Butik berkelas seperti ini malah mempekerjakan seorang wanita hamil yang tidak tahu diri,” ucap Bianca dengan ketus pada penjaga butik di hadapannya yang sejak tadi menemaninya mencari gaun.
“Baik, Nona. Maaf atas ketidaknyamanan Anda. Tapi jika Anda tidak jadi belanja, tolong Anda—“ penjaga butik itu tak menyelesaikan ucapannya, karena Bianca langsung memotongnya.“Aku tidak punya waktu. Aku akan pergi ke butik lain yang tak kalah berkelas dari butik ini,” ketus Bianca.Bianca mendengkus samar, kembali mengenakan kacamatanya dan melangkah melenggak-lenggokan tubuhnya hendak keluar dari butik. Langkahnya terhentiSetelah ditahan dan diintrogasi setengah jam di pos keamanan, akhirnya Bianca bisa dibebaskan ketika Ayaz datang dan membayar denda atas baju yang tak sengaja dibawa Bianca.“Terima kasih, Tuan. Semoga kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi,” ucap satpam itu pada Ayaz, namun mata mereka melirik ke arah Bianca yang berdiri di samping Ayaz.Sontak saja Bianca mendelik tak suka. “Apa maksud kalian? Jadi kalian masih menuduhku mencuri?” Bianca kembali berteriak.Sebelum terjadi keributan, Ayaz segera menahan lengan adiknya.“Sudah, diam! Ayo kita pulang!”Ayaz menarik tangan kanan Bianca menuju pelataran butik. Bianca berdecak kesal saat melihat ke arah pintu kaca butik Nora, dimana ia melihat Athalia tersenyum dari dalam sana sambil menatapnya dengan wajah puas.“Kau pulang denganku. Mobilmu biar dibawa oleh sopir. Ayo masuk!” kata Ayaz sambil membukakan pintu untuk Bianca. Tamp
Butik milik Nora memang selalu menjadi pilihan utama bagi orang-orang berkantung tebal untuk memilih gaun atau pakaian yang akan mereka beli.Termasuk juga dengan Rita. Ibu kandung dari Dean itu ditemani oleh suaminya untuk memilih gaun yang akan dipakainya nanti di acara pernikahan kerabatnya.Damar baru saja memarkirkan mobilnya di depan butik. Rita melepaskan safety belt yang membelit di tubuhnya, kemudian menoleh pada suaminya dan berkata.“Pa, nanti bantu pilihkan gaun yang cocok untuk Mama ya.”“Baik, Ma. Nanti Papa pilihkan.” Damar mengangguk senang hati menjawab permintaan istrinya.Rita tersenyum, lalu turun dari mobil dan menggandeng lengan Damar melangkah memasuki butik itu.“Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Vivi—salah seorang penjaga butik di sana.“Aku mau mencari gaun untuk istriku,” ucap Damar.Vivi tersenyum. “Silakan, Tuan. Perlu saya temani
Athalia berpikir bahwa lelaki di depan sana adalah Mahesa. Postur tubuhnya dari belakang memang sama persis. Hal itu membuat Athalia merasa bahagia sekaligus gelisah secara bersamaan.Pasalnya, sifat Mahesa yang sekarang sangat bertolak belakang dengan sifat Mahesa yang dulu ia kenal.Athalia meneguk ludahnya susah payah. Memberanikan diri untuk melangkah lebih dekat menghampiri lelaki itu. Tiba di belakang tubuh lelaki itu, Athalia pun memanggilnya.“Mahesa?”Mendengar suara Athalia yang begitu merdu serta lembut saat menelisik di telinga, lelaki itu pun membalikan badan dan menghadap Athalia.Saat itu juga Athalia membeliakkan matanya. Sebab ternyata dugaannya salah besar. Lelaki bertubuh jangkung itu ternyata bukanlah Mahesa. Melainkan…“Ayaz? Kau?” pekik Athalia dengan mulut terbuka. Ini kali pertama ia bertemu dengan Ayaz lagi setelah cukup lama.Ayaz tersenyum tipis melihat wajah terkejut Athalia.&nb
“Lalu Kakak mau?” tanya Yasna, mengubah posisi tidurnya menjadi miring menghadap Athalia.Athalia menggelengkan kepala.“Kakak tidak menolaknya, tidak juga menerimanya.”Yasna menepuk jidatnya setelah mendengar jawaban Athalia.“Hhh … seharusnya Kakak langsung tolak saja mentah-mentah agar dia tidak menemui Kakak lagi. Ingat, Kak. Keluarga Anderson itu tidak ada yang normal satu pun. Sifat mereka semua sama saja. Senang merendahkan orang seperti kita, besar kepala, sombong pula! Bisa saja adik tirinya Tuan Mahesa itu hanya mau memanfaatkan Kakak. Pokoknya jika dia datang lagi, Kakak harus bersikap tegas dan minta dia untuk jangan mendekati Kakak. Oke?” Yasna nyerocos menasihati.Membuat Athalia menarik napas pelan dan geleng-geleng kepala. Adiknya yang baru remaja tanggung itu sudah emak-emak yang sedang menasihati anaknya. “Jujur, setelah melihat Kak Athalia dikecewakan oleh Tuan Mahesa. Aku sudah
Mendengar permintaan Dean, Athalia masih membisu, kepalanya menunduk dalam.Hatinya gelisah apakah sebaiknya ia menolak atau menyanggupi permintaan lelaki di hadapannya itu. Sedangkan Athalia tak tega melihat wajah memohon Dean saat ini.Terlebih Athalia pun begitu merindukan Dirly. Bocah laki-laki yang berhasil merebut hatinya.“Bagaimana, Athalia? Aku menunggu jawabanmu. Jujur, jika kau menolaknya, aku tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Dirly. Dia memiliki harapan yang sangat besar untuk bertemu denganmu. Kau pasti tahu kalau Dirly telah menganggapmu sebagai bagian dalam hidupnya. Dia sangat menyayangimu,” tutur Dean yang makin melemahkan pertahanan Athalia.Meski sebenarnya Athalia masih berada dalam keraguan karena Damar yang membencinya dan melarangnya berhubungan dengan Dean, tapi pada akhirnya Athalia juga tak bisa menahan rasa rindunya terhadap Dirly.“Baiklah, apa pun yang akan terjadi nanti aku akan siap menghadapinya
“Kejutan apa, Pa?” tanya Dirly, ingin tahu.Namun Dean mengelengkan kepalanya. “Bukan rahasia namanya kalau Papa kasih tahu sekarang.”Mendengar itu, Dirly mengerucutkan bibirnya sambil menutup buku gambarnya.“Ayo bersiap-siap! Papa tunggu lima belas menit, kau harus segera turun. Kita tidak punya banyak waktu, sayang. Percayalah, kejutan ini sangat spesial dan kau takkan kecewa melihatnya.” Dean mengecup kening Dirly lalu bangkit berdiri dari duduknya.Setelahnya, Dean pun berlalu pergi keluar dari kamar bocah itu.Seperginya Dean, Dirly mengerutkan keningnya. “Sebenarnya Papa ingin memberiku kejutan apa?” gumam Dirly.Tapi Dirly tak terlalu banyak berpikir. Dean pasti akan lama menunggunya. Dirly pun melompat turun dari tempat tidur dan segera memilih baju di lemari.***“Kita sudah sampai!” seru Dean setelah menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah restoran mewah.Di
Jantung Athalia berdegup sangat keras ketika langkah Mahesa dan Kiran makin dekat ke arah mejanya.Saat itu Mahesa pun tak sengaja menatap ke depan sana, hingga membuat kedua bola matanya bersinggungan dengan bola mata Athalia yang berwarna coklat muda.“Atalia?” pekik Mahesa dalam hati.Kiran yang juga menyadari keberadaan Athalia di dalam restoran itu, seketika berdecih jijik.“Ck! Mengapa Athalia selalu saja mengganggu momen romantisku dengan Mahesa? Aku muak sekali melihat wajah wanita murahan itu! Athalia sudah seperti benalu yang terus mengganggu kebahagiaanku,” batin Kiran lalu ia memutar bola matanya malas.Tapi meski begitu, Kiran yang sadar bahwa Mahesa pun mengetahui keberadaan Dean dan Athalia, ia segera mengapit lengan Mahesa dan menunjukan sikap manisnya.“Sayang, bukankah itu temanmu yang bernama Dean, ‘kan? Lihat! Dia sedang bersama Athalia,” ucap Kiran pada Mahesa yang berdiri di sam
“Atalia, apakah makanannya enak?” Dean bertanya dan membuat Athalia terkejut, lalu segera menatapnya.“Iya, Dean. Makanannya sangat enak. Aku menyukainya,” ucap Athalia sedikit gugup.Sikap Athalia yang terlihat aneh membuat Dean mengernyitkan alisnya.“Athalia, kau kenapa? Apa kau sedang sakit?” Dean bertanya.Athalia menggelengkan kepala.“Tidak, Dean. Aku baik-baik saja.”“Wajah Mama kenapa pucat? Mama sungguh baik-baik saja ‘kan?” kali ini Dirly yang bertanya, membuat Athalia gelisah. Namun Athalia tak urung mengangguk kembali.“Jangan khawatir, Dirly. Mama baik-baik saja,” jawab Athalia sambil mengusap lembut puncak kepala Dirly, membuat bocah itu mengembangkan senyum di bibirnya.Akan tetapi Dean masih merasa ada yang aneh dengan sikap Athalia, sebab beberapa kali Dean mengajaknya bicara, kadang Athalia tak fokus menatapnya. Perhatiannya seperti ter
Mahesa menatap pada dokter dengan sorot penuh harap. Dan dokter itu menarik napas sebelum akhirnya berkata.“Keadaan Nyonya Athalia tetap sama. Tapi kita masih bersyukur operasi ini tak memperparah kondisinya. Setelah pulih dari melahirkan, Nyonya Athalia sudah bisa melakukan terapi kankernya di Indonesia. Dia wanita yang kuat, tak banyak yang berhasil bertahan sampai di titik ini,” ungkap dokter itu yang akhirnya membuat Mahesa mendesah lega.Mahesa sangat kagum pada Athalia. Kini ia menatap wajah bayi mungilnya yang tampak memerah. Bayi itu menangis, lalu perawat mengambil alihnya dari tangan Mahesa.“Maaf, Tuan. Kami harus segera memindahkan bayi perempuan Anda ke ruang inkubator.”Mahesa mengangguk mendengar ucapan perawat itu. “Boleh aku ikut mengantar bayiku?” tanya Mahesa, seakan tak rela jika harus berpisah barang hanya sejenak dengan malaikat kecilnya.Perawat dan dokter itu saling pandang,
Meski usia kandungan Athalia baru menginjak delapan bulan, namun dokter menyarankan agar bayi Athalia segera dikeluarkan dari kandungannya. Karena akan makin membahayakan kondisi Athalia.Awalnya Athalia sempat menolak dan berdebat kecil dengan Mahesa. Athalia takut terjadi hal buruk pada bayi mungilnya andai dilahirkan premature. Namun Mahesa bersikukuh meyakinkan bahwa dokter tahu yang terbaik. Mahesa juga takut terjadi hal buruk pada bayinya. Tapi ia lebih takut kehilangan Athalia.Akhirnya Athalia luluh setelah Mahesa meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.Dean dan Narsih sudah ada di rumah sakit. Mereka berdua datang ke Jerman. Sedangkan Yasna, Dirly dan keluarga Dean masih di Indonesia. Sengaja sekali Dean tak mau memberitahukan kabar Athalia yang akan dioperasi ini pada mereka agar tak merasa khawatir.“Mahesa, jangan pergi!” Athalia menggenggam erat tangan Mahesa saat perawat mendorong ranjangnya menuju ke ruang operasi.
“Dia baik-baik saja.” dokter berkata pada suster setelah ia memeriksa keadaan Athalia.“Tapi dia mengigau terus, dok.”“Tidak apa. Selama kondisinya stabil. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” pungkas dokter yang menangani Athalia. Dokter itu bernama Dokter Greg.Suster itu mengangguk. “Baik, dokter. “ sebenarnya suster itu khawatir terjadi apa-apa pada Athalia, juga karena ia dibayar oleh Dean untuk terus memantau kondisi Athalia dan menginformasikan setiap perkembangannya.Tepat di saat dokter baru saja akan berbalik keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka mengerutkan kening saat melihat sosok lelaki yang tak dikenal, melangkah memasuki ruang ICU dan menghampiri ranjang Athalia.“Siapa dia?” dokter berbisik pada suster.“Saya tidak tahu, dok,” balas suster itu menggelengkan kepala.Lelaki asing itu adalah Mahesa. Yang ketika melihat pintu ruang ICU tak di
Tak ingin membuang waktu, Mahesa langsung mengurus keberangkatannya ke Jerman. Dan sebagai seorang ayah yang telah mendukung Mahesa, Leuwis turut membantu segala persiapan putranya.Kini mereka pun telah tiba di bandara. Sebelum masuk ke gate penerbangan, Leuwis menggenggam tangan kanan Mahesa dengan erat.“Apa kau yakin Papa tidak perlu menyusulmu ke sana?” tanya Leuwis, yang sebenarnya ingin ikut.“Tidak perlu, Pa. Papa tunggu saja di sini dan berikan doa yang terbaik untukku.” “Itu pasti. Kau tak perlu memintanya. Papa akan selalu mendoakanmu.”Mahesa tersenyum, sesaat memeluk ayahnya, sebelum kemudian mengurai pelukan dan pamit untuk pergi.Leuwis menghela napas pelan sambil melambaikan tangan, melepaskan kepergian Mahesa yang kini telah menghilang dari pandangan mata.“Semoga keberuntungan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, Mahesa,” gumam Leuwis.***Tiba
Meski sudah larut malam, Dean tak bisa tidur. Ia masih duduk di ruang tengah sambil menonton TV.Namun, tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya yang berdenting.“Ck! Siapa yang bertamu di malam-malam buta begini.” Dean bergumam lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama.Saat pintu itu dibuka, Dean langsung menghembuskan npaas kasar ketika melihat sosok Mahesa yang berdiri di hadapannya dengan penampilan yang cukup berantakan.Sepertinya Mahesa habis berkelahi. Terlihat dari rahang dan sudut bibirnya yang lebam dan berdarah.“Apa kau sudah gila? Bisakah kau bertamu di waktu yang tepat?” Dean menyindir, baru saja ia akan kembali menutup pintu rumahnya namun tangan Mahesa lebih dulu menahannya dengan kuat, hingga Dean menyerah dan pintu itu pun kembali terbuka lebar.“Sebenarnya apa maumu?” sentak Dean, kesal.“Aku mau kau beritahu aku di mana Athalia berada?” tegas
Leuwis tak sanggup saat melihat Mahesa yang sedang kacau seperti ini.“Mahesa,” desah Leuwis bersimpuh duduk di samping Mahesa dan membuat Mahesa membuka kedua matanya hingga bertemu pandang dengan bola mata ayahnya.“Pa … “ Mahesa berbisik pelan. Namun kedua matanya menyiratkan kesedihan. Terihat dari matanya yang memerah dan berkaca-kaca.“Kemarilah, Nak! Kemarilah!” Leuwis membuka tangannya lebar-lebar.Mahesa tahu isyarat itu. Ia pun beringsut duduk dan segera masuk ke dalam pelukan Leuwis. Menghambur memeluk tubuh Leuwis dan menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.Mahesa menangis tanpa suara. Hanya saja Leuwis merasa bagian depan bajunya yang basah.“Pa, aku telah kehilangan dia! Aku telah kehilangan Athalia dan anakku! Athalia sedang hamil, Pa. Dia hamil darah dagingku. Berkali-kali aku membujuknya tapi dia tak mau kembali. Aku terlalu banyak menyakitinya. Aku ini lelaki bejat yang sangat menji
Hanya sebentar Leuwis dirawat di rumah sakit. Ia pun sudah boleh pulang ke rumahnya.Selama ada di rumah sakit, tak ada satu pun anggota keluarganya yang menjenguknya selain Mahesa.Entah karena memang mereka tidak tahu Leuwis dirawat, atau mungkin karena mereka tidak peduli sama sekali terhadapnya.Yang jelas, Leuwis merasa kecewa. Ayaz melihat dirinya yang hampir mati, namun sama sekali tak berniat menolongnya.Justru Mahesa lah yang melarikannya ke rumah sakit dan menemaninya meski mereka hanya saling diam dan tak ada satu pun yang berani bicara.“Kau gila, Ayaz! Kau berani melakukan itu pada Papamu? Bagaimana kalau dia masih hidup lalu mengusir kita semua dari rumah ini?”Baru saja Leuwis akan membuka pintu kamar Ayaz untuk menegur anak tirinya itu, namun gerakan Leuwis terhenti saat ia mendengar suara Jessica yang sepertinya sedang berbicara dengan Ayaz.“Masa bodo tentang Leuwis. Dia bukan Papaku. Aku bosan hidup di ba
“Selama ini aku bekerja untuk memenuhi hidupmu dan keluarga kita. Tapi mengapa kau tak menghargaiku? Setidaknya bantu aku untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Bukannya malah menambah masalah di kepalaku!” sentak Leuwis dengan keras.Leuwis marah, tentu saja.Bisa dibilang, Ayaz adalah anak tertua setelah Mahesa. Meskipun Ayaz hanya anak tirinya. Namun Leuwis pikir, sudah sepantasnya Ayaz ikut mengemban tanggung jawab untuk mengurus perusahaan dan membantunya.Bukannya malah hanya berfoya-foya.“Apa masalahnya, Pa? Aku memanggil dua wanita penghibur itu untuk sedikit menyenangkanku. Bagaimana aku bisa bekerja jika hatiku tidak senang?” Ayaz berkata dengan wajah santainya.Membuat bola mata Leuwis melebar.“Tapi kau bisa bersenang-senang di waktu dan tempat yang tepat! Tidak dalam situasi seperti ini!” Leuwis masih tak habis pikir. Ayaz sempat memikirkan kesenangannya di saat mereka terancam hid
Langit terlihat begitu mendung. Tak secerah tadi pagi, dimana saat mereka asyik bermain sepak bola di halaman belakang rumah Dean.Kini Dean melamun, menatap nanar pada wajah Athalia yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dean menungguinya. Ia mengusir halus semua orang yang hendak ikut menemani Athalia di rumah sakit, termasuk Narsih dan Yasna.“Athalia, kau harus berjanji padaku! Kau akan tetap hidup sampai nanti, sampai Dirly dan anakmu dewasa. Sampai kau berhasil mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Jangan pernah pergi sebelum semua itu terjadi. Berjanjilah padaku, Athalia!” Dean meraih tangan kanan Athalia, lalu menciumi jemarinya.Lelaki bertubuh kekar itu tak bisa menahan saat air mata meluruh jatuh melewati pipinya.Hari ini, saat Athalia dibawa ke rumah sakit, dokter memberitahu sebuah kabar yang membuat semua orang terkejut. Tak menyangka. Bahkan terluka.Bagaimana tidak, dokter mengatakan Athalia menderita kanker darah. Dan tak s