Athalia menggigit bibir, tidak mungkin ia menceritakan apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya kepada ibunya sendiri. Biarlah apa yang telah terjadi, hanya menjadi rahasianya bersama Mahesa.Athalia kembali menggelengkan kepala, meraih kedua tangan Narsih, lalu memaksakan sebuah senyum lebar yang mengembang di wajahnya.“Ibu lihat, aku baik-baik saja. Apa yang harus Ibu khawatirkan dariku? Aku hanya sedang mencoba untuk diet, jadi aku jarang ikut makan malam dengan kalian,” dusta Athalia.Narsih memindai manik mata Athalia, mencari kebohongan di sana. Tapi Athalia segera mengerjap dan cepat-cepat mengalihkan pembicaraan agar Narsih tak menemukan kebohongan itu.“Tapi khusus untuk malam ini aku akan melupakan dietku. Aku akan makan malam dengan Ibu dan Yasna. Oh iya, Ibu masak apa malam ini?” Athalia nyengir lebar, menampilkan deretan gigi yang rapi.Narsih tersenyum, mengelus rambut panjang Athalia yang terurai hingga ke
Mereka masuk ke dalam lift, Athalia berdiri di samping Mahesa dengan sesekali melirik ke arah lelaki itu dengan ujung matanya. Ia bingung, hatinya bertanya-tanya, akan ke mana Mahesa membawanya?Tiba di baseman kantor, Mahesa membukakan pintu untuk Athalia, tepat di samping kemudi.“Masuklah, Athalia!”Untuk yang pertama kalinya setelah Athalia meninggalkan apartmen Mahesa, hari ini Athalia bisa merasakan duduk berdua di dalam mobil lagi bersama dengan lelaki itu.Seketika jantungnya serasa melompat-lompat kegirangan, ada rasa senang yang tak bisa ia ungkap seberapa hebatnya.Ketika Mahesa mulai menyalakan mesin mobilnya, Athalia melirik ke arah lelaki itu. Tanpa bisa ditahan, selarik senyum tipis tersungging di bibirnya. Mahesa selalu terlihat menawan saat sedang fokus menyetir seperti ini.Athalia sudah bahagia, meski Mahesa belum mengatakan akan membawanya ke mana.***Mobil mewah berwarna hitam metalik itu ber
“Aku akan mengajakmu ke butik Ravella. Nanti kau bisa memilih gaun mana pun yang kau suka untuk dipakai saat pesta perusahaanku.”Catat! Mahesa akan mengajak Jessy. Lalu untuk apa Athalia ikut? Athalia mengalihkan pandangan ke luar jendela, menatap dengan beberapa kali menghela napas, seakan berusaha menguatkan hati.“Really?” mata Jessy membulat senang. “Tapi aku memiliki banyak gaun yang masih sangat bagus untuk pesta nanti. Jadi menurutku tidak perlu. Aku bisa memakai gaun yang kupunya saja,” tolak Jessy, menggelengkan kepalanya.Athalia melirik sekilas, entah Jessy sedang menjaga imagenya di depan Mahesa agar tak terkesan matre, atau memang ia benar-benar tak ingin menambah koleksi gaunnya.“Jangan menolakku, Jessy! Kau tahu kalau aku adalah orang yang paling tidak suka ditolak. Aku hanya ingin kau terlihat paling cantik di pesta perusahaanku nanti. Kau mengerti?”Paling cantik? Athalia te
Sedikit ujung bibir Mahesa terangkat, membentuk lengkungan senyum tipis. Namun senyum itu berganti dengan raut bingung bercampur khawatir saat menyadari jika ada yang salah dengan Athalia.“Wajahmu pucat? Kau sakit?”“Tidak, Tuan. Aku baik-baik saja.”Ingin memastikan, Mahesa menjulurkan tangan, menempelkannya di kening dan leher Athalia. Tapi tidak panas.“Kau yakin?” tanya Mahesa, menyelidik.Athalia mengangguk. “Ya, Tuan. Aku yakin.”“Lalu bagaimana dengan hatimu, Athalia? Apa hatimu juga baik-baik saja?”Sedikit berisik, Mahesa menutup telinganya dengan telapak tangan, sedang matanya masih memejam dengan rapat. Suara gemercik air itu mengusik indera pendengarannya, membuat tidur lelapnya terganggu.“Athalia! Sudah berapa kali kubilang, jangan lupa matikan keran setelah kau menggunakannya!” Mahesa setengah berteriak, pada Athalia
Jika biasanya Mahesa melewatinya tanpa menyahut, atau sekadar berdeham, kini lelaki itu justru menghentikan langkah, tepat di depan meja Athalia.Sesaat terdiam, Athalia merasa Mahesa seperti sedang memperhatikannya. Kemudian lelaki itu bertanya.“Athalia, apa ada jadwal penting hari ini?” sedikit berbasa-basi, Mahesa hanya ingin menutupi kecanggungannya. Matanya masih lekat menatap wajah Athalia.Athalia mendongkak, membalas tatapan Mahesa. “Tidak ada, Tuan. Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Anda kemarin.”Sial! Mahesa lupa. Wajahnya langsung memerah. Tapi ia tetap memaksa senyum penuh wibawa di bibirnya.“Hemm, baiklah. Kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu dan antarkan ke ruanganku jika ada laporan yang harus kutanda tangani.”“Baik, Tuan.” Athalia mengangguk, meski merasa aneh. Seharusnya Mahesa tak perlu mengingatkannya, karena itu memang yang biasa ia kerjakan.Mahe
“Tuan Mahesa datang!” Fenny—manager dari divisi keuangan, langsung menyenggol lengan Athalia sambil berbisik.Athalia menoleh ke arah Fanny saat mengedikan dagu. Ke pintu masuk pesta.Ya! Mahesa terlihat di sana, berjalan tegas dengan langkah lebarnya, dua orang bodyguard mendampingi di kedua sisi. Dia terlihat tampan dan gagah, juga berwibawa. Seperti yang ditanyakannya kemarin pada Athalia.“Sampai sekarang aku masih bingung, untuk apa kemarin Mahesa mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas faktanya. Tanpa perlu kujawab pun, dia sudah terlihat sempurna,” gumam Athalia dalam batinnya, sembari matanya tak lepas menatap ke arah Mahesa yang mengenakan stelan tuxedo berwarna biru dongker.Tetapi alis Athalia mengernyit saat dirinya baru menyadari sesuatu.“Ke mana Jessy? Mengapa aku melihat Mahesa datang sendirian?” ini sedikit membuat Athalia heran.Sejak kemarin, Jessy terlihat selalu menempel pada Mah
“Bisa dibilang begitu. Karena penampilanku yang terlihat seperti orang culun, banyak yang menghindariku. Bukan hanya perempuan, tetapi juga lelaki. Tapi ada satu orang yang tidak pernah membeda-bedakan teman, dia meraih bahu orang lain dengan sayang, perhatian juga kelembutannya. Dia adalah Athalia, yang seiring waktu berhasil membangkitkan kepercayaan diriku.”Ervan melempar senyum ke arah Athalia ketika mata mereka bertemu, dan Athalia membalasnya dengan selarik senyum tipis.Dada Mahesa bergemuruh, ada yang berkobar di dalam sana. Sedangkan Jessy tetap tenang dengan menikmati makanannya tanpa peduli dengan perbincangan tentang Athalia.“Athalia adalah orang pertama yang membuatku merasa berarti. Awalnya aku merasa sulit menggenggam dunia, meski aku belajar sekeras apapun, tak ada yang mau berteman denganku. Jadi aku memilih untuk menghabiskan waktuku dengan ratusan buku-buku yang pernah kubaca.”“Tapi tangan lembut A
“Dengar, Athalia. Mungkin kau memilih bungkam dan mengabaikan isi hatimu. Tapi sorot matamu berbicara, setiap kali cemburu, setiap kali sedang menatap rindu, atau sedang mencuri pandang ke arahku, aku merasakannya. Aku tahu, satu bulan yang singkat itu mungkin telah menghancurkan perasaan dan harga dirimu sebagai wanita, tapi aku juga tahu, kalau seiring berjalannya waktu, kau jatuh cinta padaku. Kali ini kumohon tidak usah menyangkalnya, karena aku pun merasakan hal yang sama, Athalia,” ucap Mahesa, yang seketika membuat kepala Athalia tertoleh ke arahnya.“Ya, kurasa Mahesa si lelaki yang paling tidak percaya cinta dan komitmen ini ternyata malah takluk pada ucapannya sendiri. Aku jatuh cinta padamu, Athalia. Merasakan apa yang kau rasakan setiap harinya. Kadang aku masih merasa kau ada di sisiku, tapi kemudian aku akan kecewa saat menyadari bahwa kenyataannya berbeda. Kau pun seperti itu ‘kan, Athalia? Kau merindukanku?” tanya Mahesa, setengah